Saturday, August 29, 2015

Gus Mus dan Cak Nun; Panutan yang Gak Ambisi Jabatan

Gus Mus dan Cak Nun adalah dua kyai sepuh yang dikeramatkan di kalangan nahdliyyin, setara dengan almarhum Gus Dur. Gus Mus semasa muda adalah santri paling cerdas di pesantrennya. Beliau biasa tidur sewaktu rapat para santri, dan baru dibangunkan kalau ada masalah yang tidak bisa dipecahkan. Seperti lazimnya santri Ponpes Lirboyo, Gus Mus muda senang mempelajari ilmu kanuragan, sehingga rambutnya saja yang sanggup memotong adalah bapaknya sendiri (dan tentu sambil dimarah-marahi).
Cak Nun semasa muda karakternya seperti tokoh wayang Bima; terlalu jujur pada keadaan. Sewaktu masih SD, beliau menendang kaki gurunya sendiri, karena tidak terima temannya yang dimarahi melampaui batas. Sewaktu jadi santri, beliau menghajar seniornya yang kurang ajar, sehingga langsung dikeluarkan.
Baik Gus Mus atau Cak Nun, keduanya sekarang adalah juara di bidangnya masing-masing. Gus Mus meski menolak menjadi Ra'is 'Aam PBNU tetapi sejatinya selalu memposisikan sebagai pemimpin dan panutan ribuan ulama dan puluhan juta nahdliyyin. Meski demikian, beliau lebih suka dipanggil "gus" (orang yang belum pantas disebut kiyai) dan digelari budayawan.
Sedangkan untuk Cak Nun, meski beliau tidak punya gelar akademik apapun, beliau adalah rujukan kebanyakan profesor dan doktor di Tanah Air. Emha Ainun Nadjib adalah "cendekiawan paling cendekiawan" di Indonesia. Bahkan, saat genting Reformasi 1998, salah satu orang yang dimintai nasehat oleh Pak Harto dan para panglima tentara adalah Cak Nun, karena selain beliau sangat cerdas, beliau adalah manusia tanpa ambisi.
Seandainya Walisongo ada di zaman sekarang, bisa jadi beliau berdua dimasukkan dewan wali nusantara tersebut seperti halnya Gus Dur.
Semoga Gus Mus dan Cak Nun selalu dianugerahi kesehatan dan panjang umur sehingga bisa istiqamah dan ikhlas mengayomi kita semua.

No comments:

Post a Comment