Hukum Aborsi
Posted by
Unknown
on
Thursday, January 01, 2015
with
No comments
Sebelum membahas hukum aborsi (menggugurkan janin), ada dua fakta yang dibedakan
Dalam hal ini, tindakan imlash (aborsi) tersebut jelas termasuk
kategori dosa besar; merupakan tindak kriminal. Pelakunya dikenai diyat ghurrah budak pria atau
wanita, yang nilainya sama dengan 10 diyat manusia
sempurna. Dalam kitab
Ash-Shahi hain, telah
diriwayatk an bahwa Umar telah
meminta masukan para sahabat tentang aktivitas imlash yang dilakukan oleh
seorang wanita, dengan cara memukuli perutnya, lalu janinnya pun gugur.
Al-Mughira h bin Syu'bah berkata:
قَضَى رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه و سلم فِيْهِ
بِالْغُرَّ ةِ عَبْدٍ أَو أَمَّةٍ
"Rasululla h saw. telah
memutuskan dalam kasus seperti itu
dengan diyat ghurrah 1 budak pria atau wanita."
Pernyataan tersebut
dibenarkan oleh Muhammad bin Maslamah, yang pernah menjadi wakil Nabi saw. di Madinah. Karena itu, pada dasarnya hukum
aborsi tersebut haram. Ini berbeda dengan isqath al-haml (penghent ian kehamilan ), atau upaya menghenti kan kehamilan yang dilakukan secara sadar, bukan karena
keterpaks aan, baik dengan
cara mengkonsum si obat, melalui
gerakan, atau aktivitas medis tertentu. Penghentia n kehamilan dalam pengertia n ini tidak identik dengan penyerang an atau
pembunuha n, tetapi bisa juga
diartikan dengan mengeluar kan
kandungan -baik setelah
berbentuk janin ataupun belum-den gan paksa.
Dalam hal ini, penghenti an kehamilan (al-ijhad h) tersebut kadang dilakukan sebelum ditiupkann ya ruh di dalam janin, atau
setelahny a. Tentang status
hukum penghenti an kehamilan
terhadap janin, setelah ruh ditiupkan kepadanya, maka para ulama sepakat bahwa hukumnya haram,
baik dilakukan oleh si ibu, bapak, atau dokter. Sebab, tindakan tersebut
merupakan bentuk penyeranga n
terhadap jiwa manusia, yang darahnya wajib dipertahan kan. Tindakan ini juga merupakan dosa besar.
وَ لاَ تَقْتُلُوا النَّفْسَ
الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ
"Janganlah kalian
membunuh jiwa yang diharamkan oleh
Allah, kecuali dengan cara yang haq." (QS al-An'am : 151).
Al-Bukhari dan Muslim
juga menuturkan riwayat dari Abu
Hurairah yang menyatakan :
قَضَى رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه و سلم فِيْ جَنِيْنِ امْرَأَة مِنْ بَنِي
لِحْيَانِ مَيْتاً بِغُرَّةِ عَبْدٍ أَو أَمَّةٍ
"Rasululla h telah
memutuskan untuk
pembunuhan janin wanita Bani Lihyan
dengan ghurrah 1 budak pria atau wanita."
Janin yang dibunuh dan wajib atasnya ghurrah adalah bayi yang sudah berbentuk ciptaan (janin), misalnya mempunyai jari, tangan, kaki, kuku, mata, atau yang lain. Mengenai penghenti an
kehamilan sebelum
ditiupkan nya ruh, para fuqaha telah berbeda pendapat. Ada yang membolehka n dan ada juga yang
mengharamk an. Ada yang membolehkan dan ada juga yang
mengharamka penghentian
kehamilan itu
dilakukan setelah 40 hari usia kehamilan,saat
telah terbentuknya janin (ada bentuknya sebagai
manusia), maka hukumnya haram. Karenanya,berlaku hukum penghentian kehamilan setelah ruhnya
ditiupkan, dan padanya berlaku
diyat ghurrah tersebut.
Karena itu, tema pembahasan penghentian kehamilan dalam konteks ini meliputi beberapa hal:
Karena itu, tema pembahasan penghentian kehamilan dalam konteks ini meliputi beberapa hal:
1. Jika seorang wanita
yang tengah mengandung mengalami kesulitan saat melahirkan, ketika
janinnya telah berusia enam bulan lebih,
lalu wanita tersebut melakukan operasi
sesar. Penghentian kehamilan seperti ini
hukumnya boleh, karena operasi tersebut
merupakan proses kelahiran secara tidak
alami. Tujuannya untuk menyelamatkan nyawa
ibu dan janinnya sekaligus. Hanya saja,
minimal usia kandungannya enam bulan.
Aktivitas medis seperti ini tidak masuk dalam
kategori aborsi; lebih tepat disebut proses pengeluaran janin
(melahirkan) yang tidak alami.
2. Jika janinnya belum berusia enam bulan, tetapi kalau janin tersebut tetap dipertahankan dalam rahim ibunya, maka kesehatan ibunya bisa terganggu. Dalam kondisi seperti ini, kehamilannya tidak boleh dihentikan, dengan cara menggugurkan kandungannya. Sebab, sama dengan membunuh jiwa. Alasannya, karena hadis-hadis yang ada telah melarang dilakukannya pengguguran, serta ditetapkannya diyat untuk tindakan seperti ini.
3. Jika janin tersebut meninggal di dalam kandungan. Dalam kondisi seperti ini, boleh dilakukan penghentian kehamilan. Sebab, dengan dilakukannya tindakan tersebut akan bisa menyelamatkan nyawa ibu, dan memberikan solusi bagi masalah yang dihadapinya; sementara janin tersebut berstatus mayit, yang karenanya harus dikeluarkan.
4. Jika janin tersebut belum berusia enam bulan, tetapi kalau janin tersebut tetap dipertahankan dalam rahim ibunya, maka nyawa ibunya akan terancam. Dokter pun sepakat, kalau janin tersebut tetap dipertahankan-menurut dugaan kuat atau hampir bisa dipastikan nyawa ibunya tidak akan selamat, atau mati. Dalam kondisi seperti ini, kehamilannya boleh dihentikan, dengan cara menggugurkan kandungannya, yang dilakukan untuk menyembuhkan dan menyelamatkan nyawa ibunya. Alasannya, karena Rasulullah saw. memerintahkan berobat dan mencari kesembuhan. Di samping itu, jika janin tersebut tidak digugurkan, ibunya akan meninggal, janinnya pun sama, padahal dengan janin tersebut digugurkan, nyawa ibunya akan tertolong, sementara menyelamatkan nyawa (kehidupan) tersebut diperintahkan oleh Islam.
Dengan demikian, dalil-dalil tentang kebolehan menghentikan kehamilan, khususnya untuk menyelamatkan nyawa ibu, juga dalil-dalil berobat dan mencari kesembuhan, pada dasarnya merupakan dalil mukhashshish bagi hadis-hadis yang mengharamkan tindakan pengguguran janin. Secara umum dalil haramnya pengguguran kandungan tersebut dinyatakan dalam konteks pembunuhan, atau penyerangan terhadap janin. Karena itu, penghentian kehamilan dengan tujuan untuk menyelamatkan nyawa ibu tidak termasuk dalam kategori penyerangan, dan karenanya diperbolehkan. Wallâhu a'lam bi ash-shawâb.
2. Jika janinnya belum berusia enam bulan, tetapi kalau janin tersebut tetap dipertahankan dalam rahim ibunya, maka kesehatan ibunya bisa terganggu. Dalam kondisi seperti ini, kehamilannya tidak boleh dihentikan, dengan cara menggugurkan kandungannya. Sebab, sama dengan membunuh jiwa. Alasannya, karena hadis-hadis yang ada telah melarang dilakukannya pengguguran, serta ditetapkannya diyat untuk tindakan seperti ini.
3. Jika janin tersebut meninggal di dalam kandungan. Dalam kondisi seperti ini, boleh dilakukan penghentian kehamilan. Sebab, dengan dilakukannya tindakan tersebut akan bisa menyelamatkan nyawa ibu, dan memberikan solusi bagi masalah yang dihadapinya; sementara janin tersebut berstatus mayit, yang karenanya harus dikeluarkan.
4. Jika janin tersebut belum berusia enam bulan, tetapi kalau janin tersebut tetap dipertahankan dalam rahim ibunya, maka nyawa ibunya akan terancam. Dokter pun sepakat, kalau janin tersebut tetap dipertahankan-menurut dugaan kuat atau hampir bisa dipastikan nyawa ibunya tidak akan selamat, atau mati. Dalam kondisi seperti ini, kehamilannya boleh dihentikan, dengan cara menggugurkan kandungannya, yang dilakukan untuk menyembuhkan dan menyelamatkan nyawa ibunya. Alasannya, karena Rasulullah saw. memerintahkan berobat dan mencari kesembuhan. Di samping itu, jika janin tersebut tidak digugurkan, ibunya akan meninggal, janinnya pun sama, padahal dengan janin tersebut digugurkan, nyawa ibunya akan tertolong, sementara menyelamatkan nyawa (kehidupan) tersebut diperintahkan oleh Islam.
Dengan demikian, dalil-dalil tentang kebolehan menghentikan kehamilan, khususnya untuk menyelamatkan nyawa ibu, juga dalil-dalil berobat dan mencari kesembuhan, pada dasarnya merupakan dalil mukhashshish bagi hadis-hadis yang mengharamkan tindakan pengguguran janin. Secara umum dalil haramnya pengguguran kandungan tersebut dinyatakan dalam konteks pembunuhan, atau penyerangan terhadap janin. Karena itu, penghentian kehamilan dengan tujuan untuk menyelamatkan nyawa ibu tidak termasuk dalam kategori penyerangan, dan karenanya diperbolehkan. Wallâhu a'lam bi ash-shawâb.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ABORSI berdasarkan definisi medis adalah penghentian kehamilan sebelum hasil konsepsi (pembuahan) bisa hidup diluar rahim, sedangkan dalam literatur fiqh aborsi kerap dibahasakan dengan istilah ijhadh, isqoth, imlash, ilqo' atau thorh yang semuanya memiliki sinonim definisi yaitu pengguguran kandungan yang belum sempurna usia atau konsepsinya, baik dilakukan oleh wanita hamil atau pihak lain. (Wuzarah Al-Auqof wa Assyu'un Al-islamiyyah Vol 16 Hal 91)
Aspek penciptaan manusia berasal dari
saripati tanah (sulaalah), kemudian menjadi
sperma (nuthfah), kemudian menjadi segumpal
darah ('alaqoh), kemudiian menjadi segumpal
daging (mudghah), kemudian menjadi tulang-tulang ('idhom) yang
dibalut dengan daging dan kulit serta organ-organ sehingga sempurnalah
penciptaan yang agung dalam rahim. Dalam sebuah Sabdanya Rasulullah SAW memberi
informasi bahwa fase pertama berupa nuthfah selama 40 hari, demikian
juga fase-fase berikutnya ('alaqoh dan mudghoh) berlangsung selama 40 hari
40 hari (Terdapat beberapa data riwayat hadits lain yang menyebutkan bahwa
peristiwa awal kehidupan janin sudah terjadi pada usia 40, 42, 45, atau 50 hari
masa kehamilan. (lihat shohih Muslim Vol 13 Hal 101-103) Menurut satu riwayat pada
usia mudghoh (120 hari) inilah Allah SWT mengutus malaikat meniupkan
ruh pada janin dan menulis suratan takdirnya.
Secara umum Para Ulama' membedakan hukum
aborsi antara yang dilakukan pra-peniupan ruh (dibawah 4 bulan atau 120
hari sejak masa kehamilan) dengan aborsi pasca-peniupan ruh (diatas 4
bulan atau 120 hari sejak masa kehamilan). Aborsi yang dilakukan pasca-peniupan
ruh ulama telah sepakat menghukumi HARAM, karena aborsi pada usia kehamilan
di atas 4 bulan ini janin telah hidup dan memiliki ruh sehingga menggugurkannya
merupakan tindakan pembunuhan terhadap manusia dan tindakan menghilangkan nyawa
tanpa alasan haq secara tegas dilarang oleh Allah SWT.
"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan
barang siapa dibunuh secara lalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi
kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas
dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat
pertolongan". (QS. Al Isra' Ayat 33).
Kendati demikian dalam takaran kondisi
tertentu seperti ketika lembaga medis telah memastikan bahwa keberadaan janin
dapat mengancam keselamatan ibu maka hukum fiqh akan memakai kaidah "akhof addororain" yakni
memilih resiko terkecil antara keselamatan ibu dan janin. Dalam kondisi darurat
seperti ini nyawa ibu lebih diprioritaskan karena ia sebagai asal dari janin
dan kehidupannya telah independen, berbeda dengan janin yang kehidupannya bergantung
pada kehidupan ibu.
Sedangkan hukum Aborsi pra-peniupan ruh
terjadi ikhtilaf antar Madzhab bahkan dalam Madzhab Syafi'iyyah sendiri
setidaknya ada tiga pendapat dalam mensikapi masalah ini;
1. MUBAH menurut Abu Ishaq Almarwazy namun
hanya terbatas pada usia kehamilan 40 hari
2. MAKRUH apabila tidak ada alasan/udzur
syar'i
3. HARAM menurut Imam Al-Ghozali dalam
Ihya' Ulumaddiin sebab menurutnya Al maujuud alhashil (sesuatu yang
terkonsepsi) sudah terjadi ketika penetrasi sperma kedalam sel telur sehingga
dengan terhadinya konsepsi (pembuahan sperma terhadap ovum) didalam rahim, maka
merusaknya berarti merupakan tindakan jinaayah (pidana) lebih-lebih
ketika telah berbentuk segumpal darah atau segumpal daging.
Dari sini bisa dirumuskan bahwa janin yang
bisa dipastikan kembar siyam semasa dalam kandungan haram digugurkan ketika
telah memasuki usia peniupan ruh, yakni 40 hari dihitung dari awal kehamilan
(menurut satu versi) dan 120 hari (menurut versi lain) kecuali telah dipastikan
oleh lembaga medis bahwa janin tersebut dapat mengancam keselamatan ibu.
Sedangkan sebelum memasuki masa fase peniupan ruh, aborsi tidak diperbolehkan
kecuali untuk kemashlahatan atau daf'u addhoror seperti demi
kesehatan ibu, dipastikan ada kelainan (cacat bawaan) yang menyebabkan
penderitaan pada janin yang tidak bisa diobati (siam) dll.
REFERENSI: Fath Almu'in Vol 4 Hal 130-131,
Taudhih Al-Ahkaam Vol 5 Hal 188-189, Yas'aluunaka fii Addiin Hal 215, Adab
Al-Islam Vol 4 Hal 123, Qowaaid al-Ahkaam Hal 71
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Di Indonesia sendiri masalah
aborsi karena adanya udzur telah diputuskan oleh berbagai ormas besar Islam dan tulisan saya diatas juga selaras dg keputusan mereka:
Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Nomor 4 Tahun 2005, tentang Aborsi menetapkan ketentuan hukum Aborsi sebagai
berikut;
1. Aborsi haram hukumnya sejak
terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi).
2. Aborsi dibolehkan karena
adanya udzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat. Darurat adalah suatu
keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka
ia akan mati atau hampir mati. Sedangkan Hajat adalah suatu keadaan di mana
seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan
mengalami kesulitan besar.
a. Keadaan darurat yang
berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah:
- Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter.
- Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
b. Keadaan hajat yang
berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah:
- Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan.
- Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang di dalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama.
c. Kebolehan aborsi
sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.
3. Aborsi haram hukumnya
dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.
Disamping itu, fatwa Majlis Tarjih
Muhammadiyah tahun 1989 tentang aborsi yang menyatakan bahwa aborsi dengan
alasan medik diperbolehkan dan aborsi dengan alasan non medik diharamkan. (sumber: piss-ktb)
Categories:
Syariah
0 komentar :
Post a Comment