Wanita Haid Dan Al-Qur'an
Posted by
Unknown
on
Wednesday, January 14, 2015
with
No comments
Fiqh Menjawab |
Bahwa dalam masalah membaca atau membawa Al-Qur’an bagi wanita yang sedang haid
memang terdapat berbagai varian kondisi yang menyebabkan perbedaan dalam hukumnya. Berikut ini kemungkinan-kemungkinan yang terjadi antara Al-Qur'an dan wanita haid:
1. Memegang atau membawa Al-Quran bagi wanita haid haram hukumnya kecuali saat ia menghawatirkan tersia-siakannya al-Qur'an. Hal ini didasarkan kepada beberapa dalil, diantaranya adalah:
لَّا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ - الواقعة: 79
"Tidak ada yang menyentuhnya (al-Qur`an) kecuali hamba-hamba yang disucikan." (QS. Al-Waqi’ah: 79)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا تَقْرَأُ الحَائِضُ وَلَا اْلجُنُبُ شَيْئاً مِنَ القُرْآنِ - رواه الدارقطني
Dari
Ibnu Umar ra ia berkata: Rasulullah saw bersbada: "Tidak boleh orang yang
haid dan orang yang dalam keadaan junub membaca ayat Al-Qur`an." (H.R.
Ad-Daruquthni)
( والرابع مس المصحف ) وهو اسم للمكتوب من كلام الله بين الدفتين ( وحمله ) إلا إذا خافت عليه
"Yang ke-empat dari hal yang diharamkan bagi wanita haid
adalah memegang Mushaf. Mushaf ialah nama dari tulisan firman Allah
diantara dua lampiran. Juga haram membawanya kecuali saat ia
menghawatirkannya." (Haasyiyah al-Baajuri juz 1 hlm 117)
( و ) حمل ومس ( ما كتب لدرس قرآن ) ولو بعض آية ( كلوح فى الأصح ) لأنه كالمصحف وظاهر قولهم بعض آية أن نحو الحرف كاف وفيه بعد بل ينبغى فى ذلك البعض كونه جملة مفيدة
"Dan
haram membawa serta memegang tulisan quran untuk dibaca meskipun hanya
sebagian ayat seperti halnya yang berupa papan menurut pendapat yang
paling shahih karena ia seperti mushaf. (keterangan meskipun hanya
sebagian ayat) tidak semacam huruf kaaf, pengertian ini terlalu jauh
semestinya batasan dikatakan sebagian ayat adalah susunan kalimat yang
berfaedah." (Tuhfah al-Muhtaaj juz 1 hlm 149)
2. Membaca Al-Quran bagi wanita haid juga haram hukumnya. Kecuali bila tidak terdapat unsur qoshdul qiro'ah (bertujuan membaca) seperti saat bertujuan membenarkan bacaan yang salah, mengajar, mencari keberkahan atau berdoa.
2. Membaca Al-Quran bagi wanita haid juga haram hukumnya. Kecuali bila tidak terdapat unsur qoshdul qiro'ah (bertujuan membaca) seperti saat bertujuan membenarkan bacaan yang salah, mengajar, mencari keberkahan atau berdoa.
( مسألة
ى ) يكره حمل التفسير ومسه إن زاد على القرآن وإلا حرم. وتحرم قراءة
القرآن على نحو جنب بقصد القراءة ولو مع غيرها لا مع الإطلاق على الراجح
ولا بقصد غير القراءة كرد غلط وتعليم وتبرك ودعاء .
"(Masalah) Makruh
membawa dan memegang Tafsir yang jumlahnya melebihi tulisan qurannya
bila tidak maka haram. Dan haram membacanya bagi semisal orang junub
bila bertujuan untuk membacanya meskipun al-Qurannya bersama tulisan lain
tapi tidak haram baginya bila memutlakkan tujuannya menurut pendapat
yang kuat dan juga tidak haram tanpa adanya tujuan membacanya seperti
saat membenarkan bacaan yang salah, mengajar, mencari keberkahan dan berdoa." (Bughyah al-Mustarsyidiin hlm 26)
Bahkan madzhab Maliki memperbolehkan perempuan
yang haid membaca Al-Quran secara mutlak. Bagi perempuan yang
mengajar atau diajar (guru-murid) yang dalam kondisi haid boleh juga
menyentuh mushaf. Alasannya adalah bahwa orang junub itu bisa dengan
mudah menghilangkan hal yang bisa membuatnya dilarang untuk menyentuh
al-Quran yaitu hadats besar dengan cara mandi besar. Kondisi tersebut
berbeda dengan orang yang sedang haid atau nifas. Hal ini didasarkan
pada keterangan dibawah ini:
وَذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ إِلَى أَنَّ الْحَائِضَ يَجُوزُ لَهَا قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ فِي حَال اسْتِرْسَال الدَّمِ مُطْلَقًا، كَانَتْ جُنُبًا أَمْ لاَ، خَافَتِ النِّسْيَانَ أَمْ لاَ. وَأَمَّا إِذَا انْقَطَعَ حَيْضُهَا، فَلاَ تَجُوزُ لَهَا الْقِرَاءَةُ حَتَّى تَغْتَسِل جُنُبًا كَانَتْ أَمْ لاَ، إِلاَّ أَنْ تَخَافَ النِّسْيَان - وزارة الأوقاف والشؤن الإسلامية الكويت، الموسوعة الفقهية الكويتية، الكويت- دار السلاسل، ج، 18، ص. 322 -
"Kalangan dari madzhab maliki berpendapat bahwa orang yang haid boleh baginya membaca Al-Qur`an dalam kondisi masih mengeluarkan darah secara mutlak, baik dalam keadaan atau tidak, atau adanya kekhawatiran lupa hafalan Al-Qur’an-nya atau tidak. Adapun setelah haidnya terputus maka ia tidak boleh membacanya sebelum mandi besar, baik dalam keadaan junub atau tidak, kecuali ia khawatir akan lupa hafalannya." (Wazarah al-Awqaf wa asy-Syu`un al-Islamiyyah Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Dar as-Salasil, juz, 18, h. 322 H)
إلَّا
لِمُعَلِّمٍ وَمُتَعَلِّمٍ وَإِنْ حَائِضًا لَا جُنُبًا : أَيْ يَحْرُمُ
عَلَى الْمُكَلَّفِ مَسُّ الْمُصْحَفِ وَحَمْلُهُ، إلَّا إذَا كَانَ
مُعَلِّمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا، فَيَجُوزُ لَهُمَا مَسُّ الْجُزْءِ
وَاللَّوْحِ وَالْمُصْحَفِ الْكَامِلِ، وَإِنْ كَانَ كُلٌّ مِنْهُمَا
حَائِضًا أَوْ نُفَسَاءَ لِعَدَمِ قُدْرَتِهِمَا عَلَى إزَالَةِ
الْمَانِعِ. بِخِلَافِ الْجُنُبِ لِقُدْرَتِهِ عَلَى إزَالَتِهِ
بِالْغُسْلِ أَوْ التَّيَمُّمِ. وَالْمُتَعَلِّمُ يَشْمَلُ مَنْ ثَقُلَ
عَلَيْهِ الْقُرْآنُ فَصَارَ يُكَرِّرُهُ فِي الْمُصْحَفِ - أبى البركات
أحمد بن محمد بن أحمد الدرديري، الشرح الصغير على أقرب المسالك إلى مذهب
الإمام مالك، بيروت-دار المعارف، ج، 1، ص. 150-
"(Kecuali bagi orang yang mengajar atau orang yang belajar
meskipun dalam kondisi haid atau junub), artinya haram bagi mukallaf
menyentuh mushhaf dan membawanya kecuali dalam kondisi sebagai pengajar
atau orang yang belajar maka boleh bagi keduanya menyentuh sebagian
atau papan tulis yang bertuliskan ayat-ayat Al-Quran (lauh) dan seluruh
mushhaf meskipun keduanya dalam keadan haid ata nifas kerena
ketidakmampuan keduanya untuk menghilangkan penghalang. Hal ini berbeda
dengan orang junub karena kemampuannya untuk menghilangkan penghalang
dengan mandi atau tayammum." (Abi al-Barakat Ahmad bin Muhamad bin Ahmad
ad-Dardidi, Asy-Syarh ash-Shaghir ‘ala Aqrab al-Masalik ila Madzhab
al-Imam Malik, Bairut-Dar al-Ma’arif, juz, 1, h. 150).
3. Memegang atau membawa al-Quran yang ada tafsirannya bagi wanita haid adalah haram hukumnya kecuali bila jumlah kalimat tafsirnya lebih banyak ketimbang huruf al-Qur'annya maka tidak diharamkan. Sedangkan memegang atau membawa al-Quran yang ada terjemahnya muthlak haram kecuali saat ia menghawatirkan tersia-siakannya al-Quran.
أما ترجمة المصحف المكتوبة تحت سطوره فلا تعطي حكم التفسير بل تبقى للمصحف حرمة مسه وحمله كما أفتى به السيد أحمد دحلان حتى قال بعضهم إن كتابة ترجمة المصحف حرام مطلقا سواء كانت تحته أم لا فحينئذ ينبغي أن يكتب بعد المصحف تفسيره بالعربية ثم يكتب ترجمة ذلك التفسير
"Terjemah
Al-quran yang ditulis dibawahnya tidak bisa disamakan dengan hukum
tafsir Quran (dimana kalau Qurannya lebih banyak ketimbang tafsirnya
tidak boleh dipegang orang yang menanggung hadats), hukum yang berlaku
untuk terjemah Al-quran sama dengan al-Quran dalam arti tidak boleh
dibawa atau dipegang oleh orang hadats seperti yang difatwakan oleh Sayyid
Ahmad dahlan, bahkan sebagian ulama menyatakan menterjemah Al-Quran
dibawahnya atau dimana saja hukumnya haram secara mutlak, karena
sebaiknya setelah alquran baru ditulis terjemahannya kemudian baru
diterjemahkan tafsirnya." (Nihaayah Azzain hlm 33).
Demikian
penjelasan mengenai Al-Qur'an dengan kondisi saat wanita haid. Jadi yang bisa kami simpulkan,
banyak ulama yang memperbolehkan para ustadzah atau guru mengaji
(TPA/TPQ) tetap mengajar meskipun sedang dalam keadaan haid. Demikian
juga para murid perempuan yang sedang belajar mengaji. Wallaahu A'lamu Bis
Showaab.
Categories:
Syariah
0 komentar :
Post a Comment