Takhalli, Tahalli, dan Tajalli
Posted by
Unknown
on
Saturday, January 24, 2015
with
No comments
Manusia dilengkapi oleh Allah dua hal pokok, yaitu jasmani dan rohani.
Dua hal ini memiliki keperluan masing-masing. Jasmani membutuhkan makan,
minum, pelampiasan syahwat, keindahan, pakaian, perhiasan-perhiasan dan
kemasyhuran. Rohani, pada sisi lain, membutuhkan kedamaian,
ketenteraman, kasih-sayang dan cinta.
Para sufi menegaskan bahwa hakekat sesungguhnya manusia adalah
rohaninya. Ia adalah muara segala kebajikan. Kebahagiaan badani sangat
tergantung pada kebahagiaan rohani. Sedang, kebahagiaan rohani tidak
terikat pada wujud luar jasmani manusia. Sebagai inti hidup, rohani
harus ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi. Semakin tinggi rohani
diletakkan, kedudukan manusia akan semakin agung. Jika rohani berada
pada tempat rendah, hina pulalah hidup manusia. Fitrah rohani adalah
kemuliaan, jasmani pada kerendahan. Badan yang tidak memiliki rohani
tinggi, akan selalu menuntut pemenuhan kebutuhan-kebutuhan rendah
hewani. Rohani hendaknya dibebaskan dari ikatan keinginan hewani, yaitu
kecintaan pada pemenuhan syahwat dan keduniaan. Hati manusia yang
terpenuhi dengan cinta pada dunia, akan melahirkan kegelisahan dan
kebimbangan yang tidak berujung. Hati adalah cerminan ruh. Kebutuhan ruh
akan cinta bukan untuk dipenuhi dengan kesibukan pada dunia. Ia harus
bersih.
Dalam rangkaian metode pembersihan hati, para sufi
menetapkan dengan tiga tahap: Takhalli, Tahalli, dan Tajalli.
Takhalli, sebagai tahap pertama dalam mengurus hati, adalah membersihkan
hati dari keterikatan pada dunia. Hati, sebagai langkah pertama, harus
dikosongkan. Ia disyaratkan terbebas dari kecintaan terhadap dunia,
anak, istri, harta dan segala keinginan duniawi.
Dunia dan
isinya, oleh para sufi, dipandang rendah. Ia bukan hakekat tujuan
manusia. Manakala kita meninggalkan dunia ini, harta akan sirna dan
lenyap. Hati yang sibuk pada dunia, saat ditinggalkannya, akan
dihinggapi kesedihan, kekecewaan, kepedihan dan penderitaan. Untuk
melepaskan diri dari segala bentuk kesedihan, lanjut para saleh sufi,
seorang manusia harus terlebih dulu melepaskan hatinya dari kecintaan
pada dunia.
Tahalli, sebagai tahap kedua berikutnya, adalah
upaya pengisian hati yang telah dikosongkan dengan isi yang lain, yaitu
Allah Swt. Pada tahap ini, hati harus selalu disibukkan dengan dzikir
dan mengingat Allah. Dengan mengingat Allah, melepas selain-Nya, akan
mendatangkan kedamaian. Tidak ada yang ditakutkan selain lepasnya Allah
dari dalam hatinya. Hilangnya dunia, bagi hati yang telah tahalli, tidak
akan mengecewakan. Waktunya sibuk hanya untuk Allah, bersenandung dalam
dzikir. Pada saat tahalli, lantaran kesibukan dengan mengingat dan
berdzikir kepada Allah dalam hatinya, anggota tubuh lainnya tergerak
dengan sendirinya ikut bersenandung dzikir. Lidahnya basah dengan lafadz
kebesaran Allah yang tidak henti-hentinya didengungkan setiap saat.
Tangannya berdzikir untuk kebesaran Tuhannya dalam berbuat. Begitu pula,
mata, kaki, dan anggota tubuh yang lain. Pada tahap ini, hati akan
merasai ketenangan. Kegelisahannya bukan lagi pada dunia yang menipu.
Kesedihannya bukan pada anak dan istri yang tidak akan menyertai kita
saat maut menjemput. Kepedihannya bukan pada syahwat badani yang
seringkali memperosokkan pada kebinatangan. Tapi hanya kepada Allah.
Hatinya sedih jika tidak mengingat Allah dalam setiap detik.
Setelah
tahap pengosongan dan pengisian, sebagai tahap ketiga
adalah Tajalli. Yaitu, tahapan dimana kebahagian sejati telah datang. Ia
lenyap dalam wilayah Jalla Jalaluh, Allah subhanahu wata'ala. Ia
lebur bersama Allah dalam kenikmatan yang tidak bisa dilukiskan. Ia
bahagia dalam keridhoan-Nya. Pada tahap ini, para sufi menyebutnya
sebagai marifah, orang yang sempurna sebagai manusia luhur.
Syekh
Abdul Qadir Jaelani menyebutnya sebagai insan kamil, manusia sempurna.
Ia bukan lagi hewan, tapi seorang malaikat yang berbadan manusia.
Rohaninya telah mencapai ketinggian kebahagiaan. Tradisi sufi menyebut
orang yang telah masuk pada tahap ketiga ini sebagai waliyullah, kekasih
Allah. Orang-orang yang telah memasuki tahapan Tajalli ini, ia telah
mencapai derajat tertinggi kerohanian manusia. Derajat ini pernah
dilalui oleh Hasan Basri, Imam Junaidi al-Baghdadi, Sirri Singkiti, Imam
Ghazali, Rabiah al-Adawiyyah, Ma'ruf al-Karkhi, Imam Qusyairi,
Ibrahim Ad-ham, Abu Nasr Sarraj, Abu Bakar Kalabadhi, Abu Talib Makki,
Sayyid Ali Hujweri, Syekh Abdul Qadir Jaelani, dan lain sebagainya.
Tahap inilah hakekat hidup dapat ditemui, yaitu kebahagiaan sejati.
Categories:
Hikmah
0 komentar :
Post a Comment