Hukum Wanita Memakai Cadar
Posted by
Unknown
on
Monday, January 26, 2015
with
No comments
Menurut
pendapat yang mu’tamad (terkuat dan terpercaya) aurat wanita dalam
penglihatan lelaki lain keseluruhan tubuhnya hingga wajah dan telapak tangannya
sehingga haram bagi laki-laki lain melihat sesuatu dari tubuhnya dan wajib bagi
wanita menutup tubuhnya dari pandanga lelaki lain, sedang menurut pendapat
lainnya wajah dan telapaknya boleh terbuka dan juga bagi lelaki lain
melihatnya.
و
منها : المرأة في العورة لها أحوال : حالة مع الزوج : و لا عورة بينهما و في الفرج
وجه و حالة مع الأجانب : و عورتها كل البدن حتى الوجه و الكفين في الأصح و حالة مع
المحارم و النساء : و عورتها ما بين السرة و الركبة و حالة في الصلاة و عورتها كل
البدن إلا الوجه و الكفين و صرح الإمام في النهاية : بأن الذي يجب ستره منها في
الخلوة هي العورة الصغرى و هو المستور من عورة الرجل
1. Bersama suami:
Tiada batasan aurat baginya saat bersama suami, semua bebas terbuka kecuali bagian
farji (alat kelamin wanita) yang terjadi perbedaan pendapat di antara Ulama.
2.
Bersama lelaki lain: Menurut pendapat yang paling shahih seluruh tubuhnya
hingga wajah dan kedua telapak tangannya, menurut pendapat yang lain wajah dan
telapaknya boleh terbuka.
3.
Bersama lelaki mahramnya dan sesama wanita:Auratnya ialah anggota badan
diantara pusar dan lutut.
4.
Di dalam sholat: Seluruh tubuh menjadi auratnya kecuali wajah dan kedua telapak
tangannya.
5.
Saat sendiri: Menurut Imam Romli dalam Kitab Nihaayah al-Muhtaaj aurat wanita
saat sendiri adalah 'aurat kecil' yaitu aurat yang wajib ditutup oleh seorang
lelaki (antara pusar dan lutut). [Asybaah wa An-Nadhooir juz I hlm 410].
أمَّا
عَوْرَتُهَا خَارِجَ الصَّلَاةِ بِالنِّسْبَةِ لِنَظَرِ الْأَجْنَبِيِّ إلَيْهَا
فَهِيَ جَمِيعُ بَدَنِهَا حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ ، وَلَوْ عِنْدَ أَمْنِ
الْفِتْنَةِ ، وَلَوْ رَقِيقَةً فَيَحْرُمُ عَلَى الْأَجْنَبِيِّ أَنْ يَنْظُرَ
إلَى شَيْءٍ مِنْ بَدَنِهَا وَلَوْ قُلَامَةَ ظُفْرٍ مُنْفَصِلًا مِنْهَا ،
وَالْعِبْرَةُ بِوَقْتِ النَّظَرِ
"Sedang
aurat wanita diluar shalat dengan dinisbatkan penglihatan lelaki lain padanya
adalah keseluruhan tubuhnya hingga wajah dan kedua telapak tangannya meskipun
saat aman dari fitnah dan meskipun ia budak sahaya. Maka haram bagi lelaki lain
melihat sesuatu dari tubuhnya meskipun potongan kuku yang terpisah darinya,
sedang yang dipertimbangkan adalah saat melihatnya." [Tuhfah al-Habiib juz
II hlm 172]
وبحضرة
الأجانب جميع بدنها . وقال الرافعي : يجوز النظر من الأجنبية لوجهها وكفيها من غير
شهوة وكذا مذهب المالكية
Auratnya
didekat lelaki lain keseluruhan tubuhnya, Imam ar-Rofi’i berkata “Boleh
melihat wajah dan telapak tangan wanita lain dengan tanpa disertai syahwat,
yang demikian juga merupakan madhab Malikiyyah”. [Tuhafah al-Habiib II/106].
(وإنما حرم نظرهما الخ) أي الوجه
والكفين من الحرة ولو بلا شهوة، قال الزيادي في شرح المحرر بعد كلام: وعرف بهذا
التقرير أن لها ثلاث عورات عورة في الصلاة وهو ما تقدم، وعورة بالنسبة لنظر
الاجانب إليها جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد، وعورة في الخلوة وعند
المحارم كعورة الرجل اه.
Sesungguhnya
diharamkan melihat wajah dan telapak tangannya meskipun tanpa disertai syahwat,
berkata az-Ziyaadi, “Dengan demikian dapat disimpulkan auratnya terbagi tiga :
1.
Saat shalat yakni seperti keterangan yang telah lewat (seluruh tubuhnya
kecualai wajah dan telapak tangannya).
2.
Saat dinisbatkan penglihatan lelaki lain yakni keseluruhan tubuhnya hingga
wajah dan kedua telapak tangannya menurut pendapat yang mu’tamad.
3.
Saat bersama mahram serta saat sendiri seperti auratnya orang lai-laki
(anggauta antara pusat dan lutut). [Hawaasyi as-syarwaanyi juz II hlm 112].
رابعتها
جميع بدنها حتى قلامة ظفرها وهي عورتها عند الرجال الأجانب فيحرم على الرجل
الأجنبي النظر إلى شيء من ذلك ويجب على المرأة ستر ذلك عنه
Auratnya
yang keempat adalah keseluruhan tubuhnya hingga potongan kukunya yakni auratnya
saat bersama lelaki lain, maka haram bagi laki-laki lain melihat sesuatu daru
tubuhnya dan wajib bagi wanita menutup tubuhnya dari lelaki lain. [Nihaayah
az-Zain I/47]. Wallaahu A'lamu Bis Showaab
Pendapat Madzhab
Madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya
sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
*
Asy Syaranbalali berkata:
وجميع
بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار
"Seluruh
tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak
tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab kami."
(Matan Nuurul Iidhah)
* Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا
وجهها وكفيها ، وقدميها في رواية ، وكذا صوتها، وليس بعورة على الأشبه ، وإنما
يؤدي إلى الفتنة ، ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال للفتنة
"Seluruh
badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu
riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat
jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang
menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki." (Ad Durr Al Muntaqa, 81)
*
Al Allamah Al Hashkafi berkata:
والمرأة كالرجل ، لكنها تكشف
وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل يندب
“Aurat wanita
dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka sedangkan
kepalanya tidak. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya atau
menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan.” (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189)
*
Al Allamah Ibnu Abidin berkata:
تُمنَعُ من الكشف لخوف أن يرى
الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر إليها بشهوة
“Terlarang bagi
wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki,
kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki
melihatnya dengan syahwat.” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189)
*
Al Allamah Ibnu Najiim berkata:
قال مشايخنا : تمنع المرأة
الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة
“Para ulama
madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda untuk menampakkan
wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan
menimbulkan fitnah” (Al Bahr Ar Raaiq, 284)
Madzhab Maliki, berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun
memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan
menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh
wanita adalah aurat.
*
Az Zarqaani berkata:
وعورة الحرة مع
رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها ، حتى دلاليها وقصَّتها . وأما
الوجه والكفان ظاهرهما وباطنهما ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بلا عذر من شهادة
أو طب ، إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم ، كنظر لأمرد ، كما للفاكهاني والقلشاني
“Aurat
wanita di depan lelaki muslim lain adalah seluruh tubuh selain wajah dan
telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak
tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun
wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan
pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita
untuk berlezat-lezat, maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad
(laki-laki yang berwajah cantik). Hal ini juga diungkapkan oleh Al
Faakihaani dan Al Qalsyaani.” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)
*
Ibnul Arabi berkata:
والمرأة
كلها عورة ، بدنها ، وصوتها ، فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة
عليها ، أو داء يكون ببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها
“Wanita itu
seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh menampakkan
wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau
pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang
dimaksud (dalam sebuah persoalan).” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579)
*
Al Qurthubi berkata:
قال ابن خُويز
منداد ــ وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف من وجهها
وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف وجهها
وكفيها
“Ibnu
Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu
cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah,
hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh
baginya menampakkan wajahnya.” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229)
*
Al Hathab berkata:
واعلم
أنه إن خُشي من المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين . قاله القاضي عبد
الوهاب ، ونقله عنه الشيخ أحمد زرّوق في شرح الرسالة ، وهو ظاهر التوضيح
“Ketahuilah, jika
dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup wajah dan telapak
tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh
Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah pendapat yang lebih tepat.”
(Mawahib Jaliil, 499)
* Al Allamah Al Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas:
وهو
الذي لابن مرزوق في اغتنام الفرصة قائلًا : إنه مشهور المذهب ، ونقل الحطاب أيضًا
الوجوب عن القاضي عبد الوهاب ، أو لا يجب عليها ذلك ، وإنما على الرجل غض بصره ،
وهو مقتضى نقل مَوَّاق عن عياض . وفصَّل الشيخ زروق في شرح الوغليسية بين الجميلة
فيجب عليها ، وغيرها فيُستحب
“Pendapat
tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah, ia
berkata: ‘Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki’. Al Hathab juga
menukil perkataan Al Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukumnya wajib. Sebagian ulama
Maliki menyebutkan pendapat bahwa hukumnya tidak wajib namun laki-laki wajib
menundukkan pandangannya. Pendapat ini dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syaikh Zarruq
dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah merinci, jika cantik maka wajib, jika tidak
cantik maka sunnah.” (Hasyiyah ‘Ala Syarh Az Zarqaani, 176)
Madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah
seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan
lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i. Dan sebagian ulama
yang lain berpendapata wajah bukanlah aurat yang wajib ditutupi, sehingga
hukumnya adalah sunnah.
*
Asy Syarwani berkata:
إن
لها ثلاث عورات : عورة في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه
والكفين . وعورة بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على
المعتمد وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين السرة
والركبة ـ
“Wanita memiliki
tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat -sebagaimana telah dijelaskan- yaitu
seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan
lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut
pendapat yang mu’tamad, (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama
seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala
Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)
*
Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:
غير وجه وكفين : وهذه عورتها
في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند الرجال المحارم ، فما
بين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع البدن
“Maksud perkataan
An Nawawi ‘aurat wanita adalah selain wajah dan telapak tangan’, ini adalah
aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita muslimah secara mutlak di hadapan
lelaki yang masih mahram adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan
lelaki yang bukan mahram adalah seluruh badan.” (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al
Minhaj, 411)
*
Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:
وجميع بدن المرأة الحرة عورة
إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة فعورتها جميع بدنها
“Seluruh badan
wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat.
Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh badan.” (Fathul Qaarib, 19)
*
Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:
فيجب ما ستر من الأنثى ولو
رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوف
الفتنة غالبًا
“Wajib bagi
wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya
tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya
adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah.”
(Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)
*
Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:
ويُكره
أن يصلي في ثوب فيه صورة وتمثيل ، والمرأة متنقّبة إلا أن تكون في مسجد وهناك
أجانب لا يحترزون عن النظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد حرم عليها
رفع النقاب
“Makruh hukumnya
shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau lukisan. Makruh pula wanita
memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali jika di masjid kondisinya sulit
terjaga dari pandangan lelaki ajnabi. Jika wanita khawatir dipandang oleh
lelaki ajnabi sehingga menimbulkan kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab
(cadar).” (Kifaayatul Akhyaar, 181)
Madzhab Hambali
*
Imam Ahmad bin Hambal berkata:
كل شيء منها ــ أي من المرأة
الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bagian
tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir,
6/31)
*
Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata:
وكل الحرة البالغة عورة حتى
ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة في الصلاة . وأما خارجها
فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة إلى مثلها عورتها ما بين
السرة إلى الركبة
“Setiap
bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya.
Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah, karena
wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh
adalah aurat, termasuk pula wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan
banci. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha.”
(Raudhul Murbi’, 140)
*
Ibnu Muflih berkata:
« قال أحمد : ولا تبدي زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو
طالب :ظفرها عورة ، فإذا خرجت فلا تبين شيئًا ، ولا خُفَّها ، فإنه يصف القدم ،
وأحبُّ إليَّ أن تجعل لكـمّها زرًا عند يدها
“Imam
Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita)
menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam
ayat‘. Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita
termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf
(semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku
lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan.’” (Al
Furu’, 601-602)
*
Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna’
«
وهما » أي : الكفان . « والوجه » من الحرة البالغة «
عورة خارجها » أي الصلاة « باعتبار النظر كبقية بدنها »
“Keduanya,
yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya
pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (Kasyful Qanaa’, 309)
Cadar Adalah Budaya Islam
Dari
pemaparan di atas, jelaslah bahwa memakai cadar (dan juga jilbab) bukanlah
sekedar budaya timur-tengah, namun budaya Islam dan ajaran Islam yang sudah
diajarkan oleh para ulama Islam sebagai pewaris para Nabi yang memberikan
pengajaran kepada seluruh umat Islam, bukan kepada masyarakat timur-tengah
saja. Jika memang budaya Islam ini sudah dianggap sebagai budaya lokal oleh
masyarakat timur-tengah, maka tentu ini adalah perkara yang baik. Karena memang
demikian sepatutnya, seorang muslim berbudaya Islam.
Diantara
bukti lain bahwa cadar (dan juga jilbab) adalah budaya Islam :
1.
Sebelum turun ayat yang memerintahkan berhijab atau berjilbab, budaya
masyarakat arab Jahiliyah adalah menampakkan aurat, bersolek jika keluar rumah,
berpakaian seronok atau disebut dengan tabarruj. Oleh karena itu Allah Ta’ala
berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
“Hendaknya kalian
(wanita muslimah), berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian
ber-tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita jahiliyah terdahulu.” (QS. Al Ahzab: 33)
Sedangkan,
yang disebut dengan jahiliyah adalah masa ketika Rasulullah Shallalahu’alihi
Wasallam belum di utus. Ketika Islam datang, Islam mengubah budaya buruk ini
dengan memerintahkan para wanita untuk berhijab. Ini membuktikan bahwa hijab
atau jilbab adalah budaya yang berasal dari Islam.
2.
Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah yang beriman kepada Rasulullah
Shallalahu’alaihi Wasallam seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa
menutupi aurat mereka. ‘Aisyah Radhiallahu’anha berkata:
مَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ
( وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ ) أَخَذْنَ أُزْرَهُنَّ
فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا
“(Wanita-wanita
Muhajirin), ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
ke dada (dan leher) mereka.” (QS. Al Ahzab An Nuur: 31), mereka merobek selimut
mereka lalu mereka berkerudung dengannya.” (HR. Bukhari 4759). Keterangan
tersebut menunjukkan bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi
aurat-aurat mereka sehingga mereka menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk
mentaati ayat tersebut.
Singkat
kata, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita.
Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah.
Namun, penerapan dari permasalahan ini (hukum wanita menggunakan
cadar) huruslah lebih bijak dengan melihat konteksnya. Karena bisa jadi
pemakaian cadar itu justru menyebabkan pemakainya (si wanita) terisolir
manakala hal tersebut tidak bisa diterima baik oleh masyarakat setempat.
Apalagi hanya karena persoalan ini akan menyebabkan timbulnya perpecahan antara
umat Islam karena disertai tudingan salah bagi mereka yang tidak memakai
cadar, bahkan sampai menyesatkan atau mengkafirkan, nau'dzubillah.
Memakai cadar adalah suatu kebaikan (maslahat), dan timbulnya fitnah berupa sangkaan jelek dari sebagian masyarakat dan bisa menyebabkan terisolir dari mereka karena anggapan kurang baik dari sebagian masyarakat terhadap wanita yang bercadar di suatu daerah, mungkin itu bisa dikategorikan kejelekan (mafsadat). Dalam suatu kaidah dikatakan, "menolak mafsadat harus didahulukan daripada mengambil maslahat", atau "menolak mafsadat lebih utama daripada mengambil maslahat" maka, wanita tanpa bercadar dalam hal ini adalah lebih baik dan lebih diutamakan. Adapaun jika di suatu daerah yang tidak timbul suatu mafsadat berupa hal tersebut, maka bercadar adalah baik dan lebih diutamakan. Wallahu a'lam bis shawwab
Categories:
Syariah
0 komentar :
Post a Comment