Kriteria Memilih Pasangan
Posted by
Unknown
on
Monday, January 19, 2015
with
No comments
Setiap muslim yang ingin beruntung dunia akhirat hendaknya
mengidam-idamkan sosok suami dan istri dengan kriteria sebagai berikut:
Kriteria Khusus untuk Memilih Calon Suami
Khusus bagi seorang muslimah yang hendak memilih calon pendamping,
ada satu kriteria yang penting untuk diperhatikan. Yaitu calon suami
memiliki kemampuan untuk memberi nafkah. Karena memberi nafkah merupakan
kewajiban seorang suami. Islam telah menjadikan sikap menyia-nyiakan
hak istri, anak-anak serta kedua orang tua dalam nafkah termasuk dalam
kategori dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كفى بالمرء إثما أن يضيع من يقوت
“Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih).
Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membolehkan bahkan menganjurkan menimbang faktor kemampuan memberi nafkah dalam memilih suami. Seperti kisah pelamaran Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha:
عن فاطمة بنت قيس رضي الله عنها قالت: أتيت النبي صلى الله عليه وسلم،
فقلت: إن أبا الجهم ومعاوية خطباني؟ فقال رسول الله صلى الله عليه
وسلم:”أما معاوية، فصعلوك لا مال له ، وأما أبوالجهم، فلا يضع العصا عن
عاتقه
“Dari Fathimah binti Qais radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ‘Aku
mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu aku berkata,
“Sesungguhnya Abul Jahm dan Mu’awiyah telah melamarku”. Lalu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Adapun Mu’awiyah adalah orang
fakir, ia tidak mempunyai harta. Adapun Abul Jahm, ia tidak pernah
meletakkan tongkat dari pundaknya”.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak merekomendasikan Muawiyah radhiyallahu ‘anhu karena miskin. Maka ini menunjukkan bahwa masalah kemampuan memberi nafkah perlu diperhatikan.
Namun kebutuhan akan nafkah ini jangan sampai dijadikan kriteria dan
tujuan utama. Suami yang paham dalam masalah agama haruslah menjadi prioritas utama, karena hanya dengan bekal pemimpin yang tahu akan syariat kelak akan menyelamatkan keluarga dari api neraka.
Karena Allah dan Rasul-Nya mengajarkan akhlak zuhud (sederhana) dan
qana’ah (menyukuri apa yang dikarunai Allah) serta mencela penghamba dan
pengumpul harta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تعس عبد الدينار، والدرهم، والقطيفة، والخميصة، إن أعطي رضي، وإن لم يعط لم يرض
“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba
khamishah dan celakalah hamba khamilah. Jika diberi ia senang, tetapi
jika tidak diberi ia marah.” (HR. Bukhari).
Selain itu, bukan juga berarti calon suami harus kaya raya. Karena
Allah pun menjanjikan kepada para lelaki yang miskin yang ingin menjaga
kehormatannya dengan menikah untuk diberi rizki.
وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ
وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara
kalian. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka
dengan karunia-Nya.” (QS. An Nur: 32)
Kriteria Khusus untuk Memilih Istri
Salah satu bukti bahwa wanita memiliki kedudukan yang mulia dalam
Islam adalah bahwa terdapat anjuran untuk memilih calon istri dengan
lebih selektif. Yaitu dengan adanya beberapa kriteria khusus untuk
memilih calon istri. Di antara kriteria tersebut adalah:
1. Bersedia taat kepada suami
Seorang suami adalah pemimpin dalam rumah tangga. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS. An Nisa: 34)
Sudah sepatutnya seorang pemimpin untuk ditaati. Ketika ketaatan
ditinggalkan maka hancurlah ‘organisasi’ rumah tangga yang dijalankan.
Oleh karena itulah, Allah dan Rasul-Nya dalam banyak dalil memerintahkan
seorang istri untuk taat kepada suaminya, kecuali dalam perkara yang
diharamkan. Meninggalkan ketaatan kepada suami merupakan dosa besar,
sebaliknya ketaatan kepadanya diganjar dengan pahala yang sangat besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا صَلَتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَنَتْ
فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ
الْجَنَّةِ شَاءَتْ
“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya,
mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati
suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia
inginkan.” (HR. Ibnu Hibban)
Maka seorang muslim hendaknya memilih wanita calon pasangan hidupnya yang telah menyadari akan kewajiban ini.
2. Menjaga auratnya dan tidak memamerkan kecantikannya kecuali kepada suaminya
Berbusana muslimah yang benar dan syar’i adalah kewajiban setiap
muslimah. Seorang muslimah yang shalihah tentunya tidak akan melanggar
ketentuan ini. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء
الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى
أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً
“Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’” (QS. Al Ahzab: 59)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengabarkan dua
kaum yang kepedihan siksaannya belum pernah beliau lihat, salah satunya
adalah wanita yang memamerkan auratnya dan tidak berbusana yang syar’i.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نساء كاسيات عاريات مميلات مائلات رؤسهن كأسنة البخت المائلة لا يدخلن الجنة ولا يجدن ريحها وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا
“Wanita yang berpakaian namun (pada hakikatnya) telanjang yang
berjalan melenggang, kepala mereka bergoyang bak punuk unta. Mereka
tidak akan masuk surga dan bahkan mencium wanginya pun tidak. Padahal
wanginya surga dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
Berdasarkan dalil-dalil yang ada, para ulama merumuskan syarat-syarat
busana muslimah yang syar’i di antaranya: menutup aurat dengan
sempurna, tidak ketat, tidak transparan, bukan untuk memamerkan
kecantikan di depan lelaki non-mahram, tidak meniru ciri khas busana
non-muslim, tidak meniru ciri khas busana laki-laki, dll. Maka pilihlah calon istri yang menyadari dan memahami hal ini, yaitu para muslimah yang berbusana muslimah yang syar’i.
3. Gadis lebih diutamakan dari janda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar
menikahi wanita yang masih gadis. Karena secara umum wanita yang masih
gadis memiliki kelebihan dalam hal kemesraan dan dalam hal pemenuhan
kebutuhan biologis. Sehingga sejalan dengan salah satu tujuan menikah,
yaitu menjaga dari penyaluran syahawat kepada yang haram. Wanita yang
masih gadis juga biasanya lebih nrimo jika sang suami berpenghasilan
sedikit. Hal ini semua dapat menambah kebahagiaan dalam pernikahan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عليكم بالأبكار ، فإنهن أعذب أفواها و أنتق أرحاما و أرضى باليسير
“Menikahlah dengan gadis, sebab mulut mereka lebih jernih,
rahimnya lebih cepat hamil, dan lebih rela pada pemberian yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah)
Namun tidak mengapa menikah dengan seorang janda jika melihat maslahat yang besar. Seperti sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu
yang menikah dengan janda karena ia memiliki 8 orang adik yang masih
kecil sehingga membutuhkan istri yang pandai merawat anak kecil,
kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyetujuinya (HR. Bukhari-Muslim)
4. Nasab-nya baik
Dianjurkan kepada seseorang yang hendak meminang seorang wanita untuk mencari tahu tentang nasab (silsilah keturunan)-nya. Alasan pertama, keluarga memiliki peran besar dalam mempengaruhi
ilmu, akhlak dan keimanan seseorang. Seorang wanita yang tumbuh dalam
keluarga yang baik lagi Islami biasanya menjadi seorang wanita yang
shalihah.
Alasan kedua, di masyarakat kita yang masih awam terdapat
permasalahan pelik berkaitan dengan status anak zina. Mereka menganggap
bahwa jika dua orang berzina, cukup dengan menikahkan keduanya maka
selesailah permasalahan. Padahal tidak demikian. Karena dalam ketentuan
Islam, anak yang dilahirkan dari hasil zina tidak di-nasab-kan kepada si
lelaki pezina, namun di-nasab-kan kepada ibunya. Berdasarkan hadits,
الوَلَدُ لِلْفِرَاشِ ، وَلِلْعَاهِرِ الْحَجْرُ
“Anak yang lahir adalah milik pemilik kasur (suami) dan pezinanya dihukum.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
hanya menetapkan anak tersebut di-nasab-kan kepada orang yang berstatus
suami dari si wanita. Me-nasab-kan anak zina tersebut kepada lelaki
pezina menyelisihi tuntutan hadits ini.
Konsekuensinya, anak yang lahir dari hasil zina, apabila ia perempuan
maka suami dari ibunya tidak boleh menjadi wali dalam pernikahannya.
Jika ia menjadi wali maka pernikahannya tidak sah, jika pernikahan tidak
sah lalu berhubungan intim, maka sama dengan perzinaan. Iyyadzan
billah, kita berlindung kepada Allah dari kejadian ini.
Oleh karena itulah, seorang lelaki yang hendak meminang wanita terkadang perlu untuk mengecek nasab dari calon pasangan.
Demikian beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan oleh seorang
muslim yang hendak menapaki tangga pernikahan. Nasehat kami, selain
melakukan usaha untuk memilih pasangan, jangan lupa bahwa hasil akhir
dari segala usaha ada di tangan Allah ‘Azza Wa Jalla. Maka sepatutnya
jangan meninggalkan doa kepada Allah Ta’ala agar dipilihkan calon
pasangan yang baik. Salah satu doa yang bisa dilakukan adalah dengan
melakukan shalat Istikharah. Sebagaimana hadits dari Jabir radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
إذا هم أحدكم بأمر فليصلِّ ركعتين ثم ليقل : ” اللهم إني أستخيرك بعلمك…”
“Jika kalian merasa gelisah terhadap suatu perkara, maka
shalatlah dua raka’at kemudian berdoalah: ‘Ya Allah, aku beristikharah
kepadamu dengan ilmu-Mu’… (dst)” (HR. Bukhari)
Categories:
Syariah
0 komentar :
Post a Comment