Media Islam online untuk pemberitaan, syi'ar Islam, dakwah dan kajian.

Tuesday, April 30, 2013

Sujud Syahwi

Sujud syahwi adalah sujud yang dilakukan karena lupa dalam menjalankan salah satu sunnah ab'ad sholat, misalnya lupa melakukan tasyahud awal, qunut, atau ragu-ragu dalam jumlah rakaat shalat.

Dalam sebuah hadist Rasulullah s.a.w. bersabda "Kalau kalian ragu dalam salat, maka ambil yang engkau yakini, dan sempurnakanlah, kemudian lanjutkan sampai salam lalu bersujudlah dua kali." (riwayat Ibnu Mas'ud H.R. Ashab Sunan). Dalam hadist lain dikatakan "Kalau kalian lupa, maka bersujudlah". Riwayat Muslim mengatakan "Kalau seseorang menambahkan sesuatu atau mengurangi sesuatu dalam shalatnya, maka hendaknya ia bersujud dua kali".

Sujud syahwi dilakukan baik dalam salat berjamaah maupun sendiri, namun dalam berjamaah ma'mum tidak boleh melakukan sujud sahwi bila imam tidak melakukannya, karena berjamaah harus mengikuti imam.

Cara melakukan sujud syahwi adalah seperti sujud biasa, dua kali. Para ulama berbeda pendapat mengenai tempat sujud syahwi.

Imam Hanafi mengatakan setelah salam pertama kemudian dilanjutkan dengan membaca tasyahud lagi baru setelah itu melakukan salam dua kali.

Imam Syafi'ie mengatakan sujud syahwi dilakukan sebelum (menjelang) salam setelah membaca tasyahud.

Imam Maliki mengatakan sujud syahwi dilakukan sebelum salam bila disebabkan karena kekurangan dalam melaksanakan amalan shalat, dan setelah salam bila disebabkan oleh kelebihan dalam menjalankan amalan salat.

Imam Hanbali mengatakan boleh memilih mana yang disukai antara sebelum dan sesudah salam, namun yang lebih utama adalah sebelum salam.Semua pendapat mempunyai landasan hadist yang kuat.

Bacaan sujud syahwi adalah "subhaana man laa yanaamu walaa yashuu".

Hukum sujud syahwi sunat menurut mayoritas ulama dan wajib menurut pendapat Imam Hanafi.

Monday, April 22, 2013

Kifarat

Macam-macam kifarat antara lain :


1. Kifarat melanggar sumpah
Sanksinya : Memberi makan 10 orang miskin, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan budak. Jika si pelanggar sumpah tidak sanggup melaksanakan kafarat tersebut, ia harus berpuasa selama tiga hari.

Dasarnya :
"Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya). (QS. Al Maidah : 89)

2. Kifarat dzihar (yaitu ucapan menyamakan punggung ibu dengan punggung istri). 
Hukumannya adalah memerdekakan budak; jika tidak sanggup, berpuasa dua bulan berturut-turut dan jika tidak mampu juga, memberi makan 60 orang miskin. 

Dasarnya : 
"Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih." (QS. Al Mujadilah :3-4)

3. Kifarat sebab jimak saat puasa Ramadhan atau saat istri haid
Hukumannya adalah dengan memerdekakan budak, puasa berturut-turut selama dua bulan atau memberi makan kepada 60 orang miskin.

Dasarnya :
Dari Abu Hurairah ra, beliau berkata, ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah saw, tiba-tiba datanglah seseorang sambil berkata: “Wahai Rasulullah celaka !” Beliau menjawab, ”Ada apa denganmu?” Dia berkata, ”Aku berhubungan dengan istriku, padahal aku sedang berpuasa.” Maka Rasulullah saw berkata, ”Apakah kamu mempunyai budak untuk dimerdekakan?” Dia menjawab, ”Tidak!” Lalu Beliau berkata lagi, ”Mampukah kamu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Dia menjawab, ”Ttidak.” Lalu Beliau bertanya lagi : “Mampukah kamu memberi makan enam puluh orang miskin?” Dia menjawab, ”Tidak.” Lalu Rasulullah diam sebentar. Dalam keadaan seperti ini, Nabi diberi satu ‘irq berisi kurma (maka) Beliau berkata: “Mana orang yang bertanya tadi? ” Dia menjawab, ”Saya orangnya.” Beliau berkata lagi: “Ambillah ini dan bersedekahlah dengannya!” Kemudian orang tersebut berkata: “Apakah kepada orang yang lebih fakir dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada di dua ujung kota Madinah satu keluarga yang lebih fakir dari keluargaku”. Maka Rasulullah tertawa sampai tampak gigi taringnya, kemudian Beliau berkata: “Berilah makan keluargamu!”

File Dokumen Fiqh Menjawab

Nifas

A. Pengertian Nifas

Nifas menurut bahasa adalah melahirkan, sedangkan menurut istilah syara' adalah darah yang keluar melalui kelamin wanita setelah melahirkan atau belum melebihi 15 hari setelahnya, bila darah tidak langsung keluar.
Adapun darah yang keluar saat melahirkan (jawa : nglarani manak) atau bersamaan dengan bayi, tidak disebut darah nifas. dan hukumnya sebagai berikut:

a. Bila bersambung dengan haidl sebelumnya, maka disebut darah haidl.

Contoh: wanita hamil mengeluarkan darah 3 hari, kemudian melahirkan dan darah terus keluar sampai 20 hari setelah melahirkan. Maka, darah yang keluar selama 3 hari dan saat melahirkan serta darah yang keluar bersamaan dengan bayi disebut darah haidl. Sedangkan darah yang keluar setelah melahirkan selama 20 hari disebut darah nifas.

( وَالنِّفَاسُ ) لُغَةً الْوِلَادَةُ وَشَرْعًا هُوَ الدَّمُ الْخَارِجُ مِنْ فَرْجِ الْمَرْأَةِ عَقِبَ الْوِلَادَةِ أَيْ بَعْدَ فَرَاغِ الرَّحِمِ مِنْ الْحَمْلِ وَسُمِّيَ نِفَاسًا لِأَنَّهُ يَخْرُجُ عَقِبَ نَفْسٍ فَخَرَجَ بِمَا ذَكَرَ دَمُ الطَّلْقِ وَالْخَارِجُ مَعَ الْوَلَدِ فَلَيْسَا بِحَيْضٍ لِأَنَّ ذَلِكَ مِنْ آثَارِ الْوِلَادَةِ وَلَا نِفَاسَ لِتَقَدُّمِهِ عَلَى خُرُوجِ الْوَلَدِ بَلْ ذَلِكَ دَمُ فَسَادٍ نَعَمْ الْمُتَّصِلُ مِنْ ذَلِكَ بِحَيْضِهَا الْمُتَقَدِّمِ حَيْضٌ
(Bujairimi Khotib)

b.Bila bersambung dengan darah sebelumnya namun tidak mencapai aqollul haidl (24 jam) atau tidak bersambung dengan darah sebelumnya maka disebut darah istihadloh.

Contoh: 01. Wanita hamil mengeluarkan darah selama 20 jam, setelah itu melahirkan dan darah terus keluar selama 20 hari. Maka, darah yang keluar selama 20 jam dan darah yang keluar saat melahirkan serta yang bersamaan dengan bayi disebut darah istihadloh. Kemudian darah yang keluar selama 20 hari disebut darah nifas.

Contoh: 02. Wanita hamil mengeluarkan darah selama 5 hari, kemudian darah berhenti selama 1 hari, kemudian melahirkan dan darah keluar selama 20 hari. Maka, darah yang keluar 5 hari pertama disebut darah haidl, dan darah yang keluar saat melahirkan dan yang keluar bersamaan dengan bayi disebut darah istihadloh. Untuk darah yang keluar setelah melahirkan selama 20 hari disebut darah nifas. Sedangkan 1 hari masa tidak keluar darah dihukumi suci yang memisahkan antara haidl dengan nifas.

Darah yang keluar setelah melahirkan dengan selang waktu 15 hari atau lebih, disebut darah haidl bila memenuhi syarat haidl.

Contoh: wanita melahirkan tanggal 1, kemudian tidak keluar darah sampai tanggal 17, lalu keluar darah selama 3 hari. Maka, darah yang keluar selama 3 hari dihukumi darah haidl dan waktu antara lahirnya bayi dan keluarnya darah (16 hari) dihukumi suci.

B. Ketentuan Darah Nifas.

Minimal masa nifas adalah sebentar walaupun sekejap. Masa maksimalnya 60 hari 60 malam, dan pada umumnya 40 hari 40 malam.
Maksimal masa nifas dihitung mulai dari keluarnya seluruh anggota tubuh bayi dari rahim. Sedangkan yang dihukumi nifas mulai dari keluarnya darah, dengan syarat darah keluar tidak mencapai 15 hari dari kelahiran. Sehingga jika seorang ibu melahirkan pada tanggal 1, kemudian tanggal 5 baru mengeluarkan darah, maka, masa maksimal nifas dihitung mulai dari tanggal 1, dan dihukumi nifas mulai tanggal 5, waktu antara lahirnya bayi dan keluarnya darah dihukumi suci.

Apabila seorang wanita setelah melahirkan mengeluarkan darah secara terputus putus, maka hukumnya sebagai berikut:

a. Jika semua darah yang keluar tidak lebih dari 60 hari 60 malam dari lahirnya bayi dan Putusnya tidak lebih dari 15 hari 15 malam, maka semuanya dihukumi darah nifas (menurut pendepet yg kuat/Qoul As-Sahbi) dan masa tidak keluar darah dihukumi suci menurut ulama yg lain ( Qoul Talfiq) ket Bujairimi Khotib bab Talfiq.

Contoh: seorang ibu setelah melahirkan anak, langsung mengeluarkan darah selama 5 hari. Kemudian berhenti (tidak keluar darah) selama 10 hari, keluar lagi selama 10 hari, berhenti lagi selama 13 hari, keluar lagi selama 8 hari. Maka, semuanya dihukumi nifas, dan di saat darah berhenti dia diwajibkan melaksanakan sholat sebagaimana orang yang suci.

b. Jika darah yang keluar tidak lebih dari 60 hari 60 malam dari lahirnya bayi dan putusnya darah hingga 15 hari 15 malam atau lebih. Maka, darah sebelum masa putus dihukumi nifas dan darah setelah masa putus dihukumi haidl bila memenuhi syarat syaratnya haidl. Bila tidak memenuhinya maka dihukumi istihadloh. Sedangkan masa Putusnya darah dihukumi suci yang memisah antara nifas dan haidl.

Contoh; seorang ibu setelah melahirkan mengeluarkan darah selama 10 hari. Kemudian berhenti 16 hari, keluar lagi 5 hari. Maka, darah 10 hari disebut nifas, 5 hari haidl dan masa berhentinya darah selama 16 hari disebut masa suci yang memisah antara nifas dan haidl.

c. Jika darah yang pertama masih dalam masa 60 hari dari lahirnya bayi dan darah kedua di luar masa 60 hari dari lahirnya bayi, maka darah yang pertama disebut nifas dan darah kedua disebut haidl, bila memenuhi ketentuannya. Sedangkan masa putusnya darah dihukumi suci yang memisah antara nifas dan haidl.

Contoh; Seorang ibu setelah melahirkan, langsung mengeluarkan darah selama 59 hari. Kemudian putus selama 2 hari, keluar lagi selama 5 hari, maka 59 hari dihukumi nifas dan 5 hari dihukumi haidl. Sedangkan masa terputusnya darah selama 2 hari dihukumi suci yang memisah antara nifas dan haidl.

Refrensi
- Bajuri Juz I/109 +111-112
- Iqna` li Asyirbini Juz I/82
- Syarqowi Juz I/146-147 dan 157
- Bujairimi `alal Khotib Juz I/341-342 dan hal 351-352
- Turmuzi Juz I/541-542
- Rodhotuttolibiin Juz I/178
- Hawasyi Al Madaniyyah Juz I /196
- Tuhfah Al muhtaj dan Assarwani Juz I/633-634
- Jamal `Alal Manhaj Juz I/237