Media Islam online untuk pemberitaan, syi'ar Islam, dakwah dan kajian.

Saturday, January 23, 2016

Nikah Itu Santai, Mblo

Setelah selesai menjelaskan materi saat ngaji kitab Jurumiyah, ustadz ingin mencoba kemampuan murid-muridnya men-tarkib sebuah kalimat.
"Anak-anak coba tarkib kalimat النكاح سنتي sesuai materi kita hari ini dan sekalian jelaskan maksudnya." ustadz Ali memulai diskusi.

Saat terlihat masing-masing santri sibuk men-tarkib kalimat tersebut, ustadz berjalan menuju arah mereka.
"Coba Yusuf yang menjelaskan pertama." pinta ustadz saat berdiri di samping Yusuf.
"Kalimat النكاح سنتي merupakan susunan Mubtada Khobar. An-nikahu utawi nikah, iku sunnaty, sunnah ingsun Kanjeng Nabi. Lafadz النكاح sebagai mubtada dan سنتي sebagai khobarnya. Yang mempunyai arti, nikah adalah sunnahku, yaitu sunnah Rasulullah. Maksudnya, barang siapa menjalankan pernikahan berarti dia mengamalkan sunnah Nabi." Yusuf menjelaskan dengan gamblang di depan kelas.
"Sekarang coba giliran Amad yang menerangkan!" suruh sang ustadz.
Sambil maju ke depan kelas menuju papan tulis, Amad mecoba menerangkan semampunya.
"An-nikahu utawi nikah, iku santai, ora kesusu. Lafadz النكاح dadi mubtada lan lafadz سنتي dadi khobar. Maksude menikah iku ojo cepet-cepet lan grasa-grusu, santai wae! Soale perkoro sing grasa-grusu iku ajarane setan lan setan iku musuhe menungso."
Mendengar penjelasan dan gaya bicara Amad, hampir siisi kelas tertawa gaduh,tak terkecuali ustadz Ali pun terlihat ikut menahan tawanya. Amad yang merasa telah menerangkan dengan benar pun jadi bingung dibuatnya.
"Salah geh Ustadz?" Amad bertanya kebingungan.
Melihat kegaduhan para santri, Ustadz Ali mencoba menenangkan dan kembali ke tempat duduknya. Karena waktu ngaji hampir habis, dia menyimpulkan penjelasan dari Yusuf dan Amad.
"Sudah anak-anak, penjelasan tarkib dari Yusuf dan Amad semuanya benar yaitu susunan mubtada khobar. Bedanya cuma cara membaca khobar, Yusuf bacanya 'sunnaty', Amad membacanya 'santai'.
Sebenarnya semuanya benar, cuma penjelasan dari Amad kurang tepat sedikit saja. Jika pernikahan adalah santai, itu maksudnya pasangan yang sudah menjalankan nikah, maka kehidupan mereka berdua akan menjadi lebih santai dan tenang, tidak galau dan bingung mencari dan memilih calon pasangan. Kalau dimaknai santai itu maksudnya sakinah tenang."
Sebelum selesai menjelaskan, Amad mengangkat jarinya dan langsung bertanya pada ustadnya.
"Ustadz, berarti orang-orang yang masih jomblo belum nikah belum pada tenang yah? termasuk ustadz? Kan ustadz belum nikah." tanya Amad dengan polosnya.
Tanpa pikir panjang, ustadz Ali langsung menjawabnya, "Loh kan kata Amad nikah itu santai, jadi saya gak kesusu pengin cepet-cepet nikah toh..."
"Oooooooo....." jawab seluruh santri sambil ketawa saat melihat wajah ustadznya berubah jadi merah. (nasyitmanaf)

Friday, January 22, 2016

Pandangan Mbah Maimoen Zubair Tentang Pengajian Ihya’ Ulumiddin

Di beberapa pesantren, khataman pengajian Ihya’ dimeriahkan dengan berbagai acara, seperti pengajian umum, tahlil dan sebagainya. Mengomentari fenomena ini Mbah Moen berpandangan bahwa khataman Ihya’ kalau dimeriahkan, biasanya tidak sampai lima kali Kiainya sudah meninggal. Beliau menyebut beberapa contoh di antaranya, Kyai Ihsan Jampes Kediri, Kyai Jazuli Jember, Kyai pesantren Mayang Ponorogo, dan seorang kyai dari Palembang yang diceritakan panjang lebar.

Ketika saya tanyakan, mengapa demikian, Beliau menjawab, “yo ngono iku”. Setelah jeda beberapa saat Beliau melanjutkan, “Ihya’ iku zuhud”. Saya mengartikan dawuh beliau bahwa karena Ihya’ bersifat zuhud, maka beliau tidak cocok dengan hiruk-pikuk kemeriahan yang diadakan dalam rangka memungkasi pengajian Ihya’ tersebut.

Oleh karena itu Mbah Moen berpantang memeriahkan khataman Ihya’. Pernah suatu kali para santri berencana, bahkan sudah mengumpulkan dana, untuk memeriahkan khataman Ihya’. Ketika mengetahui hal tersebut beliau melarangnya. Dan alhamdulillah sejak pertama kali mengampu pengajian Ihya’ di tahun enam puluhan hingga kini, Beliau sudah lebih dari lima kali khataman Ihya’. Semoga Allah memanjangkan dan memberkati umur Beliau.

Menurut Mbah Moen, beberapa kyai terdahulu juga mengambil sikap kehati-hatian serupa. Mbah Dlowi Lasem, misalnya, kalau ngaji Ihya’ tidak pernah dikhatamkan. Demikian pula Mbah Zubair. Mbah Moen sendiri selalu mengkhatamkan Ihya’, tetapi disertai dengan dua langkah antisipasi: Pertama, tidak memeriahkan khataman; kedua, membuat jeda antara akhir pengajian dengan awal pengajian berikutnya.

Meski demikian Mbah Moen merasa bahwa cara yang ditempuhnya masih ada yang kurang tepat. Beliau menuturkan, setiap kali beliau sampai pada kitab dzikr al-maut ada santri yang meninggal.

Disamping keunikan di atas, Mbah Moen juga menuturkan, “moco Ihya’ iso nyebabno tentrem lan rame.” Saya menangkap pengertian “rame” di sini adalah “rame santrine”.

Tentang “tentrem” ini saya teringat dengan dawuh Beliau ketika pengajian di Dasin Tambakboyo Tuban, “Nduwe duit ora bungah, ora nduwe duit ora susah”. Ini sikap hidup yang bisa mendatangkan ketentraman, tetapi tidak mudah diresapkan. Bisa jadi dengan mengaji Ihya’ seseorang secara perlahan bisa meresapkan sikap hidup semacam itu yang pada gilirannya bisa mendatangkan ketentraman.

 Dan tentang “rame santrine”, saya melihatnya sebagai berkah yang dialami Mbah Moen. Umumnya pesantren besar didirikan oleh pengasuh generasi pertama. Setelah diwariskan ke pengasuh generasi kedua atau ketiga barulah pesantren tersebut mengalami peningkatan jumlah santri yang pesat. Tetapi pesantren Al-Anwar yang didirikan Mbah Moen memiliki fenomena yang berbeda. Mbah Moen adalah perintis berdirinya Pesantren Al-Anwar, dan di tangan beliau pula peningkatan jumlah santri mengalami perkembangan pesat. Hingga kini trend pertumbuhan jumlah santri masih berada pada grafik naik. Semoga Allah memanjangkan dan memberkati usia Beliau.

 Sumber: ppalanwar.com

Pesantren Mewah Selevel dengan Resort Bintang Lima

Sebuah pesantren tidak terlihat seperti sekolah madrasah atau pesantren-pesantren pada umumnya. Pesantren ini di dalamnya memiliki fasilitas mewah laiknya resort bintang lima.
Sekolah atau pesantren ini berada di wilayah Kampung Chemperoh, Janda Baik, Pahang, Malaysia.
Namun yang akan membuat kita bangga adalah pengasuh atau ulama yang memimpin sekolah ini.
Beliau adalah Syeikh Muhammad Nuruddin Marbu Al Banjari Al Makki, ulama yang berasal dari Indonesia.




















Syeikh Muhammad Nuruddin Marbu Al Banjari Al Makki

Profil Syaikh Muhammad Nuruddin Marbu Abdullah Al-Banjari Al-Makki

BIOGRAFI RINGKAS AL-FADHIL AL-WALID SHEIKH MUHAMMAD NURUDDIN MARBU ABDULLAH AL-BANJARI AL-MAKKI

Penulis : Ustaz Abu Zahrah

al-Fadhil Tuan Guru Syaikh Muhammad Nuruddin bin Haji Marbu bin Abdullah Thayyib حفظه الله berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan Indonesia. Beliau dilahirkan di sebuah desa bernama Harus, Amuntai pada tanggal 1 September 1960M. Beliau anak yang ketiga dari tujuh bersaudara, dari sebuah keluarga yang taat beragama. Bonda beliau bernama Hajjah Rahmah binti Haji Muhammad Sobri adalah puteri dari seorang tokoh ulama besar di Kalimantan Selatan.

Berhijrah ke Tanah Suci Makkah

Beliau mendapat pendidikan awal di sekolah rendah di kampung Harus. Kemudian pada tahun 1974 beliau belajar di pondok pesantren Normal Islam. Belum pun sempat menamatkan pengajiannya di pondok tersebut seluruh keluarga beliau telah berhijrah ke tanah suci Makkah. Pada tahun itu juga (1974) beliau meneruskan pengajiannya di madrasah Shaulathiah [sejarah penubuhan madrasah ini boleh didapati disini] sehingga tahun 1982. Selain itu beliau juga mengikuti pengajian yang diadakan umum di Masjidiharam dan juga dirumah para masyaikh.

Pada tahun 1982 beliau telah menamatkan pengajiannya dengan kepujian mumtaz (cemerlang) di madrasah Shaulathiah. Di samping itu juga beliau turut mencurahkan ilmunya kepada para pelajar dari Indonesia. Beliau telah mengajarkan kitab Qatrunnada, Fathul Mu’in, ‘Umdatussalik, Bidayatul Hidayah dan lain-lain sebelum naik ke kelas ‘Aliyah.

Beliau merupakan murid kesayangan gurunya asy-Syaikh al-‘Allamah Ismail Utsman Zain al-Yamani رحمه الله . Dan guru inilah yang banyak mewarnai dalam kehidupan beliau. Tuan guru beliau ini banyak meluangkan waktunya yang berharga untuk beliau dan sering mengajaknya untuk menemani Tuanguru beliau ke Madinah menghadiri program agama dan juga menziarahi maqam baginda Rasulullah صلى الله عليه وسلم.

Beliau mencurahkan segala usaha dan tenaganya serta dirinya mendekati para masyaikh untuk berkhidmat dan juga membekali diri dengan ilmu daripada guru-gurunya. Beliau amat gigih dalam belajar, maka tidak hairanlah kalau beliau mendapat tempat di hati para gurunya. Sebut sahaja ulama’ yang ada di Mekah khususnya pasti beliau pernah berguru dengan mereka. Siapa yang tidak mengenali tokoh ulama’ yang harum nama mereka disebut orang semisal Syaikh al-Allamah Hasan al-Masyath yang digelar Syaikh-ul-Ulama’, Syaikh al-Allamah Muhammad Yasin al-Fadani, yang mendapat julukan Syaikhul Hadits wa Musnidud-dunya, Syaikh Ismail Usman Zin al-Yamani yang digelar al-Faqih ad-Darrakah (guru beliau ini menghafal kitab Minhajut Tholibin), Syaikh Abdul Karim Banjar, Syaikh Suhaili al-Anfenani, as-Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki, Syaikh Said al-Bakistani dan masih banyak lagi. Kata pepatah arab “cakap sahaja tanpa perlu khuatir”. Kitab-kitab yang dipelajari beliau bersambung sanad hingga kepada pengarang, masyaAllah betapa hebat dan beruntungnya umur beliau dan segala-galanya yang diberikan oleh Allah, tidak salah kalau dikatakan ilmu beliau lebih tua dari umurnya.

Pada tahun 1983 beliau telah melanjutkan pengajiannya di Universiti al-Azhar asy-Syarif dalam bidang syariah hingga mendapat gelar sarjana muda. Kemudian beliau meneruskan lagi pengajiannya di Ma’had ‘Ali Liddirasat al Islamiah di Zamalik sehingga memperolehi diploma am “Dirasat ‘Ulya” pada tahun 1990

Antara guru-gurunya ketika belajar di Mekah dan Mesir adalah adalah:

  • asy-Syaikh al-‘Allamah Hasan al-Masyath رحمه الله
  • asy-Syaikh al-‘Allamah Muhammad Yasin al-Fadani رحمه الله,
  • asy-Syaikh al-‘Allamah Ismail Utsman Zain al-Yamani al-Makki رحمه الله,
  • asy-Syaikh ‘Abdullah Said al-Lahji رحمه الله,
  • asy-Syaikh al ‘Alaamah al-Jalil as-Sayyid ‘Amos رحمه الله
  • asy-Syaikh al-‘Allamah Muhammad ‘Iwadh al-Yamani رحمه الله
  • asy-Syaikh Zakaria Bila al-Indonesia رحمه الله
  • asy-Syaikh Muhammad Syibli al-Banjari رحمه الله
  • asy-Syaikh Karim al-Banjari رحمه الله
  • asy-Syaikh ‘Abdul Karim al-Bukhari رحمه الله
  • asy-‘Adnan al-Afnani رحمه الله
  • asy-Syaikh Saifurrahman رحمه الله
  • asy-Syaikh Sahili al-Anfanani رحمه الله
  • asy-Syaikh Said al-Bakistani رحمه الله
  • asy-Syaikh al-‘Allamah al-Muhaddits al-Kabir Muhammad Zakaria al-Kandahlawi رحمه الله
  • asy-Syaikh al-Jalil al-Habib ‘Abdul Qadir as-Saggaf حفظه الله
  • asy-Syaikh Muhammad Muntashir al-Katani al-Maghribi رحمه الله
  • asy-Syaikh al-‘Allamah al-Muhaddits al-Habib as-Sayyid Muhammad ‘Alawi al-Maliki رحمه الله
  • asy-Syaikh al-‘allamah Muhammad Makki al-Hind رحمه الله
  • asy-Syaikh Muhammad Makhluf رحمه الله
  • asy-Syaikh al-‘allamah ‘Abdullah bin Hamid رحمه الله
  • asy-Syaikh al-‘Allamah al-Kabir Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi رحمه الله
  • asy-Syaikh al-Imam al-Akbar ‘ali Jadul Haq رحمه الله
  • asy-Syaikh Muhammad Zaki Ibrahim رحمه الله
  • al-Ustaz ad-Doktor asy-Syaikh Muhammad Tayyib an-Najjar رحمه الله
  • asy-Syaikh al-Jalil ar-Rabbani Muhammad ‘Abdul Wahid رحمه الله
  • asy-Syaikh al-‘allamah al-Kabir Abul Hasan ‘Ali an-Nadwi رحمه الله
  • asy-Syaikh al-‘Allamah al-Faqih ‘atiyyah Saqr رحمه الله
  • asy-Syaikh al-‘Allamah Hussin رحمه الله
  • asy-Syaikh ‘Abdul Hafidz al-Hind رحمه الله
  • al-Ustadz ad-Doktor Ahmad umar Hasyim حفظه الله,
  • al-Ustadz ad-Doktor ‘Abdusshobur Syahin
  • al-Ustadz ad-Doktor ‘Abdul Fattah asy-Syaikh,
  • al-Ustadz ad-Doktor Nashr Farid,
  • asy-Syaikh al-‘Arifbillah Yusuf Mahyuddin al-Hasani asy-Syadhuli ad-Darqawi حفظه الله dan ramai lagi.


MENABUR JASA & MENYANDANG GELAR AZHARUS TSANI

Setelah menamatkan pengajian di Universiti al-Azhar beliau menumpukan perhatiannya untuk mencurahkan ilmunya kepada ribuan para pelajar yang datang dari Asia Tenggara seperti Malaysia, Indonesia, Singapura dan Thailand yang menuntut di Universiti al Azhar sehingga beliau mendapat gelaran al Azharus Tsani (Azhar ke Dua) satu julukan yang terhormat dan tulus dari masyarakat universiti al Azhar sendiri.

Beliau mengadakan kelas pengajian yang diberi nama “Majlis Al-Banjari Littafaqquh Fiddin” semenjak tahun 1987 sehingga 1998 yang mana buat pertama kalinya diadakan di rumah pelajar Johor dan rumah pelajar Pulau Pinang, di dewan rumah Kedah dan di dewan rumah Kelantan dan juga di masjid Jamik al Path di Madinah Nasr. Di samping mengajar beliau juga menghasilkan kitab-kitab agama berbahasa Arab dalam pelbagai bidang yang banyak tersebar luas di Timur Tengah dan juga di negara Malaysia. Boleh dikatakan setiap para pelajar yang belajar di Al-Azhar Mesir semasa beliau berada di sana pernah menimba ilmu dari tokoh ulama’ muda ini. Dan memanglah semenjak dari awal keterlibatannya dalam dunia ta’lim beliau telahpun menazarkan diri beliau untuk terus menjadi khadim (orang yang berkhidmat) untuk penuntut ilmu agama. Semoga Allah Ta’ala mengurniakan kesihatan dan ke’afiaatan kepada beliau serta keluarganya dan memberikan kesempatan yang seluasnya untuk beliau terus mencurahkan ilmu dan terus menghasilkan karya ilmiah.

MENGHASILKAN KARYA ILMIAH

Beliau telah melibatkan diri dalam dunia penulisan semenjak tahun 1991. Beliau telah menghasilkan karangan dan juga mentahqiq kitab-kitab mu’tabar tidak kurang daripada 50 buah karangan kebanyakkannya dalam bahasa Arab.

Kitab tulisan beliau:

الإحاطة بأهم مسئل الحيض والنفاس والاستحاضة

تساؤلات وشبهات وإباطيل حول معجزة الإسراء والمعراج والرد عليها

المختار من نوادر العرب وطرائفهم

آدب المصافحة

من هو المهدى المنتظر؟

المجال الإقتصاد في الإسلام

بيان مفتى جمهورية مصر العربية حول فوائد البنوك في ميزان أهل العلم

سفر المرأة (احكامه و آدابه)

الدرر البهية في إيضاح القواعد الفقهية

معلومات تهمك

أسماء الكتاب الفقهية لسادتنا الأئمة الشافعية

أحكام العدة في الإسلام

آراء العلماء حول قضية نقل الأعضاء

أدلة بحريم نقل الأعضاء الآدمية

الأمر بالمعروف والنهى عن المنكر في الكتاب والسنة

العبر ببعض معجزات خير البشر صلى الله عليه وسلم

محمد نور الدين مربو البنجاري المكي والأحاديث المسلسة

الجوهر الحسن من أحاديث سيدنا عثمان عفان رضي الله عنه

اسمى المطالب من بعض أحاديث سيدنا على بن أبي طالب رضي الله عنه

مراقي الصعود من بعض أحاديث سيدنا عبدالله بن مسعود رضي الله عنه

إفادة العام والخاص من بعض أحاديث سيدنا عبدالله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما

الكواكب الدري من أحاديث سيدنا أبي سعيد الخدري رضي الله عنه

الكواكب الأغر ببعض أحاديث سيدنا عبدالله بن عمر رضي الله عنهما

زاد السلك من أحاديث سيدنا أنس بن مالك رضي الله عنه

الإقتباس من أحاديث سيدنا عبدالله بن عباس رضي الله عنهما

فيض الباري حول بعض أحاديث سيدنا أبي موسى الإشعري رضي الله عنه

الردة أسبابها وأحكامها

توفيق الباري لتوضيح وتكميل مسائل الإيضاح للامام النووي

مكانة العلم والعلماء وآداب طالب العلم

dan banyak lagi

Antara kitab yang beliau tahqiq dan ta’liq

رسالة المعاونة والمظاهرة والمؤازرة

قرة العين بفتاوى الشيخ إسماعيل عثمان زين

رفع الأستار عن دماء الحج والاعتمار

شروط الحج عن الغير

الحسن البصري

إقامة الحجة غلى أن الإكثار في التعبد ليس ببدعة

خصوصيات الرسول صلى الله عليه وسلم

يستان العارفين dan banyak lagi
MAJLIS PENGAJIAN BELIAU Dl TANAH AIR MALAYSIA

Pada tahun 1998 beliau telah diperlawa untuk mengajar di Maahad Tarbiah Islamiah (MTI), Derang Kedah, yang diasaskan oleh al-Marhum Ustaz Niamat Bin Yusuf رحمه الله pada tahun 1980. Beliau tidak ubah umpama hujan yang menyuburkan bumi yang lama kehausan siramannya. Beliau menetap di MTI Derang hinggalah tahun 2002. Beliau merupakan tenaga pengajar yang utama lagi disegani yang banyak memperuntukkan masa beliau untuk para pelajar di Maahad ‘Ali Littafaqquh Fiddin, Derang.

Di samping itu beliau juga dijemput mengadakan pengajian dan ceramah bulanan atau mingguan di masjid-masjid, sekolah-sekolah. majlis-majlis perayaan agama malah suara beliau telah lantang bergema menyampaikan syiar agama di hotel-hotel, di pejabat kerajaan sama ada di negeri Kedah Pulau Pinang, Perak, Kelantan dan Terangganu. Setiap kali pengajian yang diadakan pasti akan bertambah jumlah hadirin yang tidak mahu ketinggalan menimba ilmu dan menerima siraman rohani daripada beliau. Selepas 4 tahun menabur bakti di bumi Kedah beliau telah pulang ke tempat asal kelahirannya untuk menubuhkan pesantren beliau sendiri di Kalimantan dan seterusnya pada tahun 2004 beliau menubuhkan Maahad az-Zein al-Makki al-‘Ali Litafaqquh Fiddin di Ciampiea, Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Dan disinilah beliau menetap dan mendiri bakal ulama.

KELEBIHAN BELIAU

Yang pertama dan utama adalah beliau selalu istiqamah dalam apa jua yang dikerjakannya. Beliau mempunyai semangat yang luar biasa tinggi, tegas dengan prinsip dan berdisiplin tinggi, berwibawa, bersemangat ketika menyampaikan ilmu. Diantara kelebihan beliau lagi walaupun banyak kelebihan beliau yang lain iaitu beliau tidak pernah kelihatan letih walaupun jauh dan lama masa mengajar, banyak tempat pengajian yang beliau hadiri dan juga kelebihannya lagi pasti ada perkara baru yang disampaikan oleh beliau dalam pengajarannya. Adapun kehebatan beliau dalam menyampaikan ilmu mengaitkan masalah semasa dengan apa yang disampaikannya sungguh amat luar biasa dan amat member kesan sekali kepada para hadirin. Beliau bukan sahaja mencurahkan ilmu kepada muridnya bahkan terlebih utama lagi beliau memberi didikan adab semasa belajar. Itu merupakan fadhlun minallah kepada hamba-hambanya yang bertaqwa kepadanya.

IRSYADAT AL FADHIL

(Petikan ucapan sulung al-Fadhil Syaikh Muhammad Nuruddin hari pertama pengajian di kelas al-Ma’hadul ‘Ali Lit Tafaqquh Fiddin Derang, Kedah – pada hari Itsnin 9 Ramadhan 1419 H bersamaan 28 Disember 1998 M.)

- Jangan tersilau dengan gelar PhD atau MA dan sebagainya. 
- Penubuhan al Ma’hadul ‘All Littafaqquh Fiddin ini untuk mendapat redha Allah dan membawa misi dan visi Nasratu Dinillah Taala dan adda‘watu ilallah 
- Menuntut ilmu untuk menolong agama Allah, bukan untuk sijil, syahadah atau untuk dunia serta pangkat.
- Terlalu murah kalau dengan ilmu hanya untuk mendapat gaji lumayan. Kalau belajar hanya untuk duit akan terhenti dengan duit, dapat duit tinggal ilmu.
- Tanggungjawab kita lah terhadap ilmu di tanah air khususnya dan seluruh dunia umumya.
- Siapkan diri untuk berkorban demi ilmu, agama. Ilmu untuk agama dan akhirat.
- Bekerjalah untuk Islam, jangan biarkan musuh Islam mengukut tanah umat Islam dikeranakan ulama kita tidur sedang kita asyik bertengkar sesama sendiri.
- Jadilah ‘abidan lillah (hamba kepada Allah jangan ‘abidan li makhluk (hamba kepada makhluk). 
- Menuntut ilmu harus ikhlas baru berkat.
- Berakhlaklah dengan guru yang kita mengaji dengannya. Mohon restu guru, dekati dan dampingi mereka merupakan kunci dan rahsia keberhasilan.
- Hormatilah kitab-kitab, susun dengan baik dan terhormat, jangan letak sesuatu di atas kitab, membawa kitab jangan seperti menenteng ikan sahaja, dakapkan ke dada.
- Akhlak juga harus besar sebagaimana besarnya kitab-kitab yang kita pelajari dan beramallah, jangan sampai belajar di kelas Tafaqquh tapi tak berminat untuk beramal.
- Saya bukan seperti kebanyakan guru silat yang menyimpan langkah-langkah atau jurus-jurus maut yang mematikan dari diketahui murid-murid.

Thursday, January 21, 2016

Pilih Ngaji Atau Bekerja?

Apakah seorang anak harus selalu mengikuti kemauan ortu. Mana yang harus didahulukan. Ingan menuntut ilmu di pesantren, apa keinginan ortu untuk kerja? - Wajibnya mematuhi orang tua وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا "Dan Kami wajibkan kepada manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya." (QS. Al-Ankabut : 8) - Wajibnya mencari ilmu agama عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ Dari Anas bin Malik, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Mencari Illmu adalah fardhu bagi setiap orang Islam'." Bebarapa situasi dan keadaan: 1. Jika anak masih bodoh dalam masalah agama, maka hukumnya boleh dan tidak haram mencari ilmu meski tanpa izin orang tua. وحرم جهاد ولد بلا اذن اصله المسلم . الي ان قال لا سفر تعلم فرض ولو كفاية كطلب درجات الفتوي فلا يحرم عليه وان لم يأذن اصله "Haram jihadnya (belajar) anak tanpa izin orang tua. Perjalanan mencari ilmu fardlu ataupun kifayah hukumnya tidak haram meski tanpa izin orang tua." (Fathul Wahab juz 2 hal 171) 2. Jika si anak sudah tahu ilmu-ilmu masalah penting dalam agama seperti akidah, fiqh dan laiinya, serta sudah merasa cukup jika sebagai bekal hidup, maka cukupkanlah belajar mencari ilmu dengan memilih berbakti dan bekerja membantu orang tua. 3. Jika masih merasa kurang sekali illmu agamanya dan masih punya kesemangatan belajar tapi juga ingin bekerja membantu orang tua, maka carilah pesantren yang di dalamnya bisa disambil dengan bekerja, insyaallah banyak dijumpai pesantren-pesantren semacam itu. 4. Atau memilih tetap bekerja tapi ketika diwaktu luang setelah bekerja gunakanlah untuk belajar agama dengan orang lain baik teman maupun tetangga. Karena tidak harus belajar agama dengan tinggal di pesantren. Intinya, apapun yang dipilih nantinya haruslah dengan bermusyawarah dengan orang tua sekaligus berilah mereka alternatif pilihan seperti di atas. Dan janganlah memilih sesuatu yang orang tua kurang ikhlas/ridlo terhadap pilihan anak. Karena meskipun mendaptkan hasil, tapi akan mengurangi dalam hal keberkahannya. Wallahi a'lam

Wednesday, January 20, 2016

Cerai Lewat SMS

HASIL MUSYKERWIL (MUSYAWARAH KERJA)
PW. NU JAWA TENGAH TAHUN 2013
KOMISI BAHTSUL MASA`IL WAQI’IYYAH

TALAK VIA SMS

Deskripsi masalah:
Seorang suami mencerai istrinya dengan menggunakan kalimat talak yang shorih (jelas). Kalimat talak tersebut ia sampaikan menggunakan alat elektronik berupa ponsel via SMS.
Karena SMS berisi kalimat talak yang ia kirimkan kepada istrinya itu tertunda pengirimannya (pending) akibat sinyal yang tidak bagus atau sebab lainnya, ia mengirimnya lagi dengan maksud supaya cepat terkirim. Saat sinyal handphone sudah bagus, sang istri menerima SMS dari suaminya sebanyak dua kali.
Pertanyaan: a. Apakah talak via SMS itu dianggap sah (jatuh talak)? Dan apa saja persyaratan sahnya talak via SMS tersebut? b. Dalam kasus diatas berapakah hitungan talak yang dianggap sah? (Pertanyaan dari PCNU Kota Semarang) Jawaban:
a. Sah dengan syarat niat talak, atau dilafazkan saat menulis atau sesudahnya. Karena talak dengan tulisan termasuk kinayah. Perlu diketahui bahwa talak dengan tulisan tidak syarat terkirim kepada istri
Keterangan, dari kitab:
1. Fat-hul Mu’in (I’anatut Thalibin juz IV halaman 16, maktabah syamilah)

( فَرْعٌ ) كَتَبَ أَنْتِ أَوْ زَوْجَتِيْ طَالِقٌ وَنَوَى الطَّلَاقَ طَلُقَتْ ، وَإِنْ لَمْ يَصِلْ كِتَابُهُ إلَيْهَا ؛ لِأَنَّ الْكِتَابَةَ طَرِيْقٌ فِيْ إِفْهَامِ الْمُرَادِ كَالْعِبَارَةِ وَقَدْ قُرِنَتْ بِالنِّيَّةِ ، فَإِنْ لَمْ يَنْوِ لَمْ تَطْلُقْ ؛ لِأَنَّ الْكِتَابَةَ تَحْتَمِلُ النَّسْخَ وَالْحِكَايَةَ وَتَجْرِبَةَ الْقَلَمِ وَالْمِدَادِ وَغَيْرِهَا
فَرْعٌ لَوْ كَتَبَ صَرِيْحَ طَلَاقٍ أَوْ كِنَايَتَهُ وَلَمْ يَنْوِ إِيْقَاعَ الطَّلَاقِ فَلَغْوٌ مَا لَمْ يَتَلَفَّظْ حَالَ الْكِتَابَةِ أَوْ بَعْدَهَا بِصَرِيْحَ مَا كَتَبَهُ نَعَمْ يُقْبَلُ قَوْلُهُ أَرَدْتُ قِرَاءَةَ الْمَكْتُوْبِ لَا الطَّلَاقَ
2. Hasyiyah Al-Jamal ‘Alaa Syarhil Manhaj juz 18 halaman 138-142, maktabah syamilah, 4/332-333, cet. Daar Ihya at Turats al ‘Arabi, Beirut:
3. al-Muhadzdzab juz II halaman 83, maktabah syamilah:
وَقَالَ فِي الْأُمِّ هُوَ طَلَاقٌ وَهُوَ الصَّحِيْحُ لِأَنَّهَا حُرُوْفٌ يُفْهَمُ مِنْهَا الطَّلَاقُ فَجَازَ أَنْ يَقَعَ بِهَا الطَّلَاقُ كَالنُّطْقِ
فَصْلٌ إِذَا كَتَبَ طَلَاقَ امْرَأَتِهِ بِلَفْظٍ صَرِيْحٍ وَلَمْ يَنْوِ لَمْ يَقَعْ اَلطَّلَاقُ لِأَنَّ الْكِتَابَةَ تَحْتَمِلُ إِيْـقَاعَ الطَّلَاقِ وَتَحْتَمِلُ امْتِحَانَ الْخَطِّ فَلَمْ يَقَعْ اَلطَّلَاقُ بِمُجَرَّدِهَا وَإِنْ نَوَى بِهَا الطَّلَاقَ فَفِيْهِ قَوْلَانِ قَالَ فِي الْإِمْلَاءِ لَا يَقَعُ بِهِ الطَّلَاقُ لِأَنَّهُ فِعْلٌ مِمَّنْ يَقْدِرُ عَلَى الْقَوْلِ فَلَمْ يَقَعْ بِهِ الطَّلَاقُ كِالْإشَارَةِ
b. Talak dihitung satu, karena yang kedua tidak diniati talak, tujuannya hanya supaya cepat terkirim Keterangan, dari kitab: 1. Al-Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra juz IV halaman 159 s/d 161, maktabah syamilah:
وَسُئِلَ عَنْ مُرَادِهِ بِقَوْلِهِ طَالِقًا فَإِنْ قَالَ أَرَدْتُ بِهِ الْحَالَ طَلُقَتْ ثَانِيَةً لِأَنَّ الْحَالَ فِيْ مَعْنَى الصِّفَةِ فَكَأَنَّهُ قَالَ أَنْتِ طَالِقٌ بَعْدَ تَقَدُّمِ طَلْقَةٍ عَلَيْكِ وَإِنْ قَالَ أَرَدْتُ بِهِ طَلْقَةً أُخْرَى وَقَعَتْ ثَانِيَةً أَيْضًا كَقَوْلِهِ أَنْتِ طَالِقٌ أَنْتِ طَالِقٌ وَإِنْ قَالَ أَرَدْتُ بِهِ التَّأْكِيْدَ وَإِفْهَامَ الْأُوْلَى قُبِلَ مِنْهُ
فَإِنْ لَمْ يَنْوِهِ بِهِ لَمْ يَقَعْ بِطَالِقًا ( ( ( بِطَلَاقِهِ ) ) ) شَيْءٌ لِأُمُوْرٍ مِنْهَا…… وَمِنْهَا أَنَّ الْإِسْنَوِيَّ قَيَّدَ قَوْلَ الشَّيْخَيْنِ فِيْ قَوْلِهِ أَنْتِ طَالِقٌ طَالِقٌ طَالِقٌ يَقَعُ بِهِ ثَلَاثٌ مَا لَمْ يَقْصِدْ بِهِ التَّأْكِيْدَ بِمَا إذَا رَفَعَ بِخِلَافِ مَا إذَا سَكَّنَ أَخْذًا مِنْ قَوْلِهِمَا عَنِ الْعَبَّادِيِّ قَالَ فِي الْأُمِّ إذَا قَالَ أَنْتِ طَالِقٌ طَالِقًا وَقَعَ طَلْقَةٌ
2. Bughyatul Mustarsyidin halaman 474, maktabah syamilah (halaman 225, cetakan Al-Alawiyyah):
(مَسْأَلَةٌ : ك) : كَرَّرَ صَرَائِحَ الطَّلَاقِ أَوْ كِنَايَاتِهِ وَلَوْ مَعَ اخْتِلَافِ أَلْفَاظِهِ أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ثَلَاثِ مَرَّاتٍ ، كَأَنْتِ طَالِقٌ طَلَّقْتُكِ أَنْتِ مُطَلَّقَةٌ , أَوْ أَنْتِ طَالِقٌ مُفَارَقَةٌ مُسَرَّحَةٌ ، أَوْ أَنْتِ بَائِنٌ اِعْتَدِّيْ اُخْرُجِيْ ، فَإِنْ قَصَدَ التَّأْكِيْدَ فَوَاحِدَةٌ ، وَإِنْ قَصَدَ الْاِسْتِئْنَاف َ أَوْ أَطْلَقَ تَعَدَّدَ
Ditetapkan di: Sarang, 31 Maret 2013 Pimpinan Sidang: KH. Rosyid. Demak Perumus: 1. KH. Khoiron 2. KH. Abi Jamroh 3. KH. Roziqin Mushahhih: 1. KH. Aniq 2. KH. A'wani

Wallaahu A’lamu bishshawaab

Ijazah dari KH. Sya'roni Ahmadi Kudus

1. Doa ketenangan hati Dibaca 10 kali sesudah sholat fardhu اللهم نور قلبي بنور هدايتك كما نورت الأرض بنور شمسك أبدا أبدا Allahumma nawwir qolbii binuuri hidaayatika kamaa nawwarta al-ardho binuuri syamsika abadan abadaa. 2. Doa agar diberi rizki yang luas Dibaca pagi 9 kali dan sore 9 kali الله لطيف بعباده يرزق من يشاء وهو القوي العزيز Allahu lathiifun bi 'Ibaadihii yarzuqu man yasyaa-u wa huwa al-qowiyyu al-aziiz 3. Doa kerukunan keluarga Dibaca 10 kali pagi dan sore ربنا هب لنا من أزواجنا وذرياتنا قرة أعين واجعلنا للمتقين إماما Robbanaa hab lanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrota a'yunin waj'alnaa lil muttaqiina imaamaa 4. Doa dibaca waktu ada kesulitan يا لطيف Yaa Lathiif (129 kali). 5. Doa dibaca untuk menghasilkan hajat Dibaca 99 kali اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه صلاة تعدل صلوات المصلين عليه Allahumma sholli 'alaa sayyidinaa Muhammadin wa 'alaa aalihi wa shohbihii sholaatan ta'dilu sholawaatil musholliina 'alaih.
KH. Sya'roni Ahmadi
Sumber: Nanal Ainal Fauz

Hukum Memakan Ulat Dalam Buah

Pertanyaan: Bagaimana hukumnya makan sejenis ulat yang ada di dalam buah-buahan? 

Jawaban: Menurut pendapat yang ashoh ulat yang ada didalam buah-buahan boleh dimakan, baik ulat tersebut dalam keadaan hidup atau mati karena pada umumnya ulat tersebut sulit dipisahkan dan sudah menjadi seperti satu bagian. 

Namun diperbolehkannya memakan ulat tersebut dengan syarat :  
1.Ulatnya dimakan bersamaan dengan buah tersebut. Jika dimakan secara terpisah tidak boleh. 
2.Tidak dipindah dari tempatnya, jika sudah dipindah dari tempatnya tidak boleh dimakan.  

Dan mulut orang yang memakan ulat tersebut tidak wajib dibersihkan karena ulat yang sudah mati dan menjadi bangkai yang berada di dalam buah tersebut dihukumi najis ma'fu (najis yang diampuni) sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Bulqini. Wallahu a'lam .

Referensi: 
1. Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, Juz : 5  Hal : 143 
2. Nihayatul Muhtaj, Juz : 8  Hal : 114 
3. I'anatut Tholibin, Juz : 2 Hal : 403 
4. Asnal Matholib, Juz : 1 Hal : 567 
5. Asnal Matholib, Juz : 1 Hal : 567  

Ibarot: 
Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, Juz : 5  Hal : 143

 وقال الشافعية والحنابلة: يحل أكل الدود المتولد في طعام كخل وفاكهة بثلاث شرائط: الأولى: - أن يؤكل مع الطعام، حيا كان أو ميتا، فإن أكل منفردا لم يحل. الثانية: - ألا ينقل منفردا، فإن نقل منفردا لم يجز أكله. وهاتان الشريطتان منظور فيهما أيضا إلى معنى التبعية. الثالثة: - ألا يغير طعم الطعام أو لونه أو ريحه إن كان مائعا، فإن غير شيئا من ذلك لم يجز أكله ولا شربه، لنجاسته حينئذ  

Nihayatul Muhtaj, Juz : 8  Hal : 114

 وكذا الدود المتولد من طعام كخل وفاكهة إذا أكل معه) حيا أو ميتا يحل (في الأصح) لعسر تمييزه غالبا لأنه كجزئه طبعا وطعما فإن كان منفردا حرم. ومحل ما ذكره حيث لم ينقله من موضع إلى آخر ولم يغيره وإلا حرم [حاشية الرشيدي] قوله: ولم يغيره) أما إذا غيره فإنه يحرم ما فيه الدود لنجاسته حينئذ كما مر في الطهارة، لكن هذا إنما يكون في المائع كما هو ظاهر فليراجع  

I'anatut Tholibin, Juz : 2 Hal : 403

 وحل أكل دود نحو الفاكهة حيا كان أو ميتا بشرط أن لا ينفرد عنه وإلا لم يحل أكله  قوله: وحل أكل دود (إلخ) هذا قد ذكره أيضا فيما مر، وأعاده هنا لكون الكلا

Monday, January 18, 2016

Hukum Arisan Menurut Islam

Ibu-ibu sedang arisan
Arisan merupakan sekelompok orang yang mengumpulkan uang atau barang dalam jumlah yang sama dan akan ada yang menjadi pemenag melalui undian yang dilaksanakan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya.

Dari pengertian diatas jelas bahwa arisan terdiri dari 2 kegitan pokok yaitu pengumpulan uang dan pengundian diantara peserta arisan yang bertujuan untuk menenutukan siapa yang memperolehnya.

Hukum arisan secara syariah yaitu arisan merupakan muamalat yang belum pernah di bahas dalam al Quran dan as Sunah secara langsung, maka hukumnya dikembalikan kepada hukum asal muamalah yaitu dibolehkan. Dalam kitab al Qulyubi dijelaskan:

فَرْعٌ) الْجُمُعَةُ الْمَشْهُوْرَةُ بَيْنَ النِّسَاءِ بِاَنْ تَأْخُذَ اِمْرَأَةٌ مِنْ كُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْ جَمَاعَةٍ مِنْهُنَّ قَدْرًا مُعَيَّنًا فىِ كُلِّ جُمُعَةٍ اَوْ شَهْرٍ وَتَدْفَعُهُ لِوَاحِدَةٍ بَعْدَ وَاحِدَةٍ اِلىَ آَخِرِهِنَّ جَائِزَةٌ كَمَا قَالَهُ الْوَلِيُّ الْعِرَاقِيُّ 

"(Cabang) Hari Jum'at yang termasyhur di antara para wanita, yaitu apabila seseorang wanita mengambil dari setiap wanita dari jama'ah para wanita sejumlah uang tertentu pada setiap hari Jum'at atau setiap bulan dan menyerahkan keseluruhannya kepada salah seorang, sesudah yang lain, sampai orang terakhir dari jamaah tersebut adalah boleh sebagaimana pendapat Al-Wali al-'Iraqi." [ Al Qolyuuby II/258 ]

Dilihat dari sisi substansi pada hakekatnya arisan merupakan akad pinjam meminjam lebih tepatnya akad al-qardh yaitu (utang-piutang). Dengan demikian uang arisan yang diambil oleh orang yang mendapat atau memenangkan undian itu adalah utangnya. Dan wajib untuk memenuhi kewajibannya dengan membayar sejumlah uang secara berkala sampai semua anggota mendapatkan hak atas arisan tersebut.

Didalam arisan juga termasuk ta’awun (tolong menolong), seperti arisan kurban atau akikah karena dapat dicapai dengan cara arisan, seseorang secara langsung belum mempunyai biaya untuk kurban atau akikah dengan arisan tersebut dapat membayar secara berangsur untuk akikah dan qurban.

Jika di pahami secara cermat, Nabi Saw. memilih diantara istri beliau untuk dibawa berpergian dengan cara mengundi (qur’ah) tentu cara itu hukumnya halal karena pada undian itu tidak ada pemindahan hak, dan tidak ada perselisihan milik, maka jika pengundian di dalam arisan tidak ada pemindahan hak dan perselisihan milik maka hukumnya halal.

Arisan yang dilakukan secara syariah dapat dilakukan dengan cara seperti berikut yaitu pihak yang menyelenggarakan arisan jelas dan ada pihak yang memberikan jaminan atas terselenggaranya arisan tersebut.

Mengenai undian yang terjadi dalam arisan, ini juga boleh sebab Rosululloh Saw. sendiri pernah melakukan undian. Sebagaimana yang dibahas dalam riwayat H.R muslim dari Aisyah ia berkata “Rasullulah Saw. apabila pergi beliau mengadakan undian di antara istri-istrinya, lalu jatuhlah undian itu kepada Aisyah dan Hafsah, kemudian keduanya pergi bersama beliau.”  Wallahu a'lam.

Kapan Ibu Mertua Menjadi Mahram Bagi Menantu, Sejak Akad atau Setelah Jima?


Para ulama berbeda pendapat tentang sejak kapan terhitung ibu mertua menjadi mahram bagi menantunya. Sebagian mengatakan sejak terjadi akad nikah maka otomatis ibu mertua menjadi mahram selamanya (mahram muabbad). Sebagian lainnya menghitung bukan sejak akad melainkan sejak terjadinya jima'. 

Berikut adalah rinciannya bagaimana perbedaan pendapat di kalangan ulama terjadi disertai dengan rujukannya pada masing-masing kitab fiqih mu'tamad dari tiap mazhab.

1. Mazhab Al-Hanafiyah

As-Sarakhsi (w. 483 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah di dalam kitabnya Al-Mabsuth menuliskan sebagai berikut:

حُرْمَةُ الْمُصَاهَرَةِ، وَحُجَّتُنَا فِي ذَلِكَ قَوْله تَعَالَى {وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ} [النساء: 22]، وَقَدْ بَيَّنَّا أَنَّ النِّكَاحَ لِلْوَطْءِ حَقِيقَةً

Hujjah atau dalil dari mahramnya keluarga sebab pernikahan termaktub dalam firman Allah ta’ala dalam surat An-Nisa ayat 23 yang artinya : “Dan janganlah kalian menikahi siapa-siapa yang telah dinikahi oleh bapak-bapak kalian.[1]

Al-Kasani (w. 587 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah di dalam kitabnya Badai' Ash-Shanai' fi Tartibi As-Syarai' menuliskan sebagai berikut :

ثُمَّ حُرْمَةُ الْمُصَاهَرَةِ تَثْبُتُ بِالْعَقْدِ الصَّحِيحِ

Ditetapkannya mahram karena sebab penikahan berdasarkan akad yang shohih .[2]

Ibnul Humam (w. 681 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah dalam kitab Fathul Qadir menuliskan sebagai berikut :


الْمُصَاهَرَةُ، يَحْرُمُ بِهَا فُرُوعُ نِسَائِهِ الْمَدْخُولِ بِهِنَّ وَإِنْ نَزَلْنَ، وَأُمَّهَاتُ الزَّوْجَاتِ وَجَدَّاتُهُنَّ بِعَقْدٍ صَحِيحٍ وَإِنْ عَلَوْنَ وَإِنْ لَمْ يَدْخُلْ بِالزَّوْجَاتِ


Dengan terjadinya akad pernikahan, menjadikan anak-anak dan ibu-ibu dari wanita yang dinikahi mahram walaupun istrinya belum digauli .[3]

Az-Zaila’i (w. 743 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah dalam kitab Tabyin Al-Haqaiq Syarh Kanzu Ad-Daqaiq menuliskan sebagai berikut :


(قوله: فروع نسائه المدخول بهن) أي وإن نزلن. (قوله: وأصولهن) أي وإن علون وإن لم يدخل بالزوجات.


Ia berkata : anak-anak dari wanita yang telah digauli telah menjadi mahram dan ibu-ibu dari wanita yang belum digauli .[4]

Dari penjelasan beberapa ulama diatas, dapat kita ketahui bahwa dalam madzhab ini, ada beberapa perbedaan pendapat. Ada yang mengharamkan ibu mertua atau ibu dari wanita yang telah dinikahi harus dengan watha’ atau jima’. Ada juga yang mengatakan bahwa kemahraman seorang laki-laki dengan ibu mertuanya itu cukup hanya dengan terjadinya akad nikah yang shahih saja antara dirinya dan istrinya.

2. Mazhab Al-Malikiyah

Al-Qarafi (w. 684 H) salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah di dalam kitab Adz-Dzakhirah menuliskan sebagai berikut :

لَمْ يَكُنِ الْعَقْدُ عَلَيْهَا كَافِيا فِي بغضتها لِابْنَتِهَا إِذَا عُقِدَ عَلَيْهَا لِضَعْفِ مَيْلِهَا لِلزَّوْجِ بِمُجَرَّدِ الْعَقْدِ وَعَدَمِ مُخَالَطَتِهِ فَاشْتُرِطَ فِي التَّحْرِيمِ إِضَافَةُ الدُّخُولِ

Akad saja tidaklah cukup untuk menjadikan ibu mertua sebagai mahram, dikarenakan lemahnya kecondongan anak perempuan kepada seorang suami dengan hanya akad dan tanpa bercampur, maka disyaratkan jima’ agar ia menjadi mahram dengan ibu mertua.[5]

Dalam madzhab ini, para ulama nya mensyaratkan terjadinya watha’ atau jima’ antara ia dan istrinya untuk menjadikan ibu dari wanita yang dinikahi laki-laki tersebut sebagai mahram. Dan tidak cukup hanya dengan akad saja.

3. Mazhab Asy-Syafi’i

An-Nawawi (w. 676 H) salah satu ulama dalam mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitabnya Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab menuliskan sebagai berikut :


فأما أم الزوجة فإن الرجل إذا عقد النكاح على إمرأة حرمت عليه كل أم لها حقيقة أو مجازا من جهة النسب أو من جهة الرضاع سواء دخل بها أو لم يدخل


Adapun ibu mertua, bahwa apabila seorang laki-laki melakukan akad pernikahan dengan seorang perempuan, maka menjadi mahramlah seluruh ibu-ibu dari wanita tersebut (kandung maupun bukan) dari sisi keturunan ataupun dari sisi persusuan (radha’ah), baik telah melakukan jima’ maupun belum.[6]

Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H) salah satu ulama mazhab Asy-Syafi'iyah di dalam kitab Tuhfatu Al-Muhtaj menuliskan sebagai berikut :

وَ) يُحَرَّمُ عَلَيْك (أُمَّهَاتُ زَوْجَتِك مِنْهُمَا) أَيْ النَّسَبِ أَوْ الرَّضَاعِ وَلَوْ لِطِفْلَةٍ طَلَّقْتهَا وَإِنْ عَلَوْنَ وَإِنْ لَمْ تَدْخُلْ بِهَا لِإِطْلَاقِ

Dan diharamkan bagi kalian para laki-laki untuk menikahi ibu mertua dan urutan nasab ke atas baik karena hubungan nasab maupun persusuan meskipun kalian menceraikan seorang anak kecil dan belum menyentuhnya (jima’) berdasarkan keumuman ayat surat an nisa : 23[7]

Berbeda dengan dua madzhab sebelumnya, semua ulama madzhab ini menjadikan hanya dengan akad yang shahih seorang ibu dari wanita yang telah dinikahi mahram baginya. Sehingga, sudah digauli atau belum, setelah akad yang shahih maka secara otomatis si ibu dari istrinya langsung menjadi mahramnya.

4. Mazhab Al-Hanabilah

Ibnu Qudamah (w. 620 H) ulama dari kalangan mazhab Al-Hanabilah di dalam kitabnya Al-Mughnimenuliskan sebagai berikut :


أَنَّهُ يَثْبُتُ بِهِ تَحْرِيمُ الْمُصَاهَرَةِ، فَإِذَا زَنَى بِامْرَأَةٍ حَرُمَتْ عَلَى أَبِيهِ وَابْنِهِ، وَحَرُمَتْ عَلَيْهِ أُمُّهَا وَابْنَتُهَا، كَمَا لَوْ وَطِئَهَا بِشُبْهَةٍ أَوْ حَلَالًا وَلَوْ وَطِئَ أُمَّ امْرَأَتِهِ أَوْ بِنْتَهَا حَرُمَتْ عَلَيْهِ


Bahwa diharamkannya keluarga sebab akad pernikahan apabila seorang wanita berzina maka diharamkan baginya bapak dan anaknya (laki-laki yang dizinahi) dan diharamkan bagi laki-laki ibu dan anak perempuannya (wanita yang dizinahi) waupun istrinya telah digauli secara halalpun.[8]
Wallahu’alam.

[1] As-Sarakhsi, Al-Mabstuh, jilid 4 hal. 205
[2] Al-Kasani, Badai’ Ash-Shanai’ fi Tartibi Syara’i, jilid 2 hal. 260
[3] Ibnul Humam, Fathul Qadir, jilid 3 hal. 208
[4] Az-Zaila’i, Tabyin Al-Haqaiq Syarh Kanzu Ad-Daqaiq, jilid 2 hal. 101
[5] Al-Qarafi, Adz-Dzakhirah jilid 4 hal 261
[6] An-Nawawi Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab jilid 16 hal 217
[7] Ibnu Hajar Al-Haitami Tuhfatu Al-Muhtaj jilid 7 hal 302
[8]Ibnu Qudamah Al-Mughni jilid 7 hal 117

Sumber: fiqihmuslimah.com