Fakhitah binti Abi Thalib; Wanita yang Menolak Lamaran Rasulullah

Posted by Unknown on Monday, January 11, 2016 with No comments
Fakhitah binti Abi Thalib adalah contoh bagaimana pengaruh orangtua akan berpengaruh terhadap pembentukan jiwa seorang anak. Tidaklah mengherankan kalau Fakhitah atau yang kemudian dikenal dengan Ummu Hani’ tumbuh sebagai pribadi yang baik karena sang ayah, Abi Thalib, adalah seorang lelaki berkepribadian mulia. Meski tidak pernah memeluk Islam sampai akhir hayatnya, Abi Thalib tetap menyayangi dan melindungi Rasulullah saw dikarenakan hatinya yang penyayang. Sifat yang baik ini juga tampak pada diri Ali bin Abi Thalib, saudara laki-laki Fakhitah.
Pada masa jahiliyah Rasulullah saw pernah mengajukan permintaan kepada Abi Thalib untuk meminang Fakhitah. Meskipun saat itu Rasulullah belumlah menjadi rasul namun akhlak beliau sudahlah jernih. Sehingga pastilah ia hanya akan meminang wanita yang memiliki akhlak yang baik. Hal ini membuktikan bahwa di masa jahiliyah pun Fakhitah adalah seorang wanita yang baik.
Namun sayangnya keinginan tersebut tidak dapat dikabulkan oleh Abi Thalib. Ia sudah berjanji pada Hubairah bin Abu Wahab untuk menikahkannya dengan Fakhitah.
Seperti halnya Ali bin Abi Thalib yang mudah menerima cahaya Islam, fitrah Fakhitah pun tergerak ketika cahaya itu datang kepadanya. Dengan mantap ia tinggalkan kepercayaan musyrik yang sekian lama dianutnya. Saat itu dari hasil pernikahannya dengan Hubairah, Fakhitah sudah memiliki 4 orang putra yang masih kecil-kecil. Namun kebahagiaan menikmati indahnya Islam ternyata hanya dirasakan sendiri oleh Fakhitah. Hubairah tidak bersedia meninggalkan kepercayaan jahiliyahnya sehingga putuslah hubungan mereka sebagai suami istri. Beruntung keempat anaknya tetap bersama Fakhitah.
Setelah Ummu Hani’ berpisah dari suaminya karena keimanan, Rasulullah Saw. datang untuk meminang Ummu Hani’. Namun dengan halus Ummu Hani’ menolak, “Sesungguhnya aku ini seorang ibu dari anak-anak yang membutuhkan perhatian yang menyita banyak waktu. Sementara aku mengetahui betapa besar hak suami. Aku khawatir tidak akan mampu untuk menunaikan hak-hak suami.” Maka Rasulullah Saw. mengurungkan niatnya. Beliau mengatakan, “Sebaik-baik wanita penunggang unta adalah wanita Quraisy, sangat penyayang terhadap anak-anaknya.”
Sejarah juga mencatat satu peristiwa penting berkaitan dengan pemberian suaka yang dilakukan Fakhitah. Suatu saat dua orang saudara iparnya dari Bani Makhzum datang meminta perlindungan kepada Fakhitah. Keduanya terancam hukuman mati. Ali bin Abi Thalib yang mengetahui hal itu langsung menuju rumah Fakhitah. “Demi Allah, akan aku bunuh kedua orang tersebut,” kata Ali. Namun Fakhitah tidak membiarkan Ali masuk ke dalam rumahnya. Lalu Fakhitah menemui Rasulullah mengadukan hal tersebut.
Rasulullah membenarkan tindakan Fakhitah dengan berkata, “Kami turut melindungi orang yang engkau lindungi dan mengamankan orang yang engkau amankan.”
Ummu Hani` radhiallahu ‘anha meriwayatkan hadits-hadits dari Rasulullah Saw yang hingga saat ini termaktub dalam Al-Kutubus Sittah. Dia pun menyebarkan ilmu yang telah dia dulang hingga saat akhir kehidupannya, jauh setelah masa khilafah saudaranya, ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, pada tahun ke-50 H. Ummu Hani` Al-Hasyimiyyah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhainya. Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.
Categories: