Hukum Memakan Ulat Dalam Buah
Posted by
Unknown
on
Wednesday, January 20, 2016
with
No comments
Pertanyaan: Bagaimana hukumnya makan sejenis ulat yang ada di dalam buah-buahan?
Jawaban: Menurut pendapat yang ashoh ulat yang ada didalam buah-buahan boleh dimakan, baik ulat tersebut dalam keadaan hidup atau mati karena pada umumnya ulat tersebut sulit dipisahkan dan sudah menjadi seperti satu bagian.
Namun diperbolehkannya memakan ulat tersebut dengan syarat :
1.Ulatnya dimakan bersamaan dengan buah tersebut. Jika dimakan secara terpisah tidak boleh.
2.Tidak dipindah dari tempatnya, jika sudah dipindah dari tempatnya tidak boleh dimakan.
Dan mulut orang yang memakan ulat tersebut tidak wajib dibersihkan karena ulat yang sudah mati dan menjadi bangkai yang berada di dalam buah tersebut dihukumi najis ma'fu (najis yang diampuni) sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Bulqini. Wallahu a'lam .
Referensi:
1. Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, Juz : 5 Hal : 143
2. Nihayatul Muhtaj, Juz : 8 Hal : 114
3. I'anatut Tholibin, Juz : 2 Hal : 403
4. Asnal Matholib, Juz : 1 Hal : 567
5. Asnal Matholib, Juz : 1 Hal : 567
Ibarot:
Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, Juz : 5 Hal : 143
Nihayatul Muhtaj, Juz : 8 Hal : 114
I'anatut Tholibin, Juz : 2 Hal : 403
Jawaban: Menurut pendapat yang ashoh ulat yang ada didalam buah-buahan boleh dimakan, baik ulat tersebut dalam keadaan hidup atau mati karena pada umumnya ulat tersebut sulit dipisahkan dan sudah menjadi seperti satu bagian.
Namun diperbolehkannya memakan ulat tersebut dengan syarat :
1.Ulatnya dimakan bersamaan dengan buah tersebut. Jika dimakan secara terpisah tidak boleh.
2.Tidak dipindah dari tempatnya, jika sudah dipindah dari tempatnya tidak boleh dimakan.
Dan mulut orang yang memakan ulat tersebut tidak wajib dibersihkan karena ulat yang sudah mati dan menjadi bangkai yang berada di dalam buah tersebut dihukumi najis ma'fu (najis yang diampuni) sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al-Bulqini. Wallahu a'lam .
Referensi:
1. Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, Juz : 5 Hal : 143
2. Nihayatul Muhtaj, Juz : 8 Hal : 114
3. I'anatut Tholibin, Juz : 2 Hal : 403
4. Asnal Matholib, Juz : 1 Hal : 567
5. Asnal Matholib, Juz : 1 Hal : 567
Ibarot:
Al Mausu'ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, Juz : 5 Hal : 143
وقال الشافعية والحنابلة: يحل أكل الدود المتولد في طعام كخل وفاكهة بثلاث شرائط: الأولى: - أن يؤكل مع الطعام، حيا كان أو ميتا، فإن أكل منفردا لم يحل. الثانية: - ألا ينقل منفردا، فإن نقل منفردا لم يجز أكله. وهاتان الشريطتان منظور فيهما أيضا إلى معنى التبعية. الثالثة: - ألا يغير طعم الطعام أو لونه أو ريحه إن كان مائعا، فإن غير شيئا من ذلك لم يجز أكله ولا شربه، لنجاسته حينئذ
Nihayatul Muhtaj, Juz : 8 Hal : 114
وكذا الدود المتولد من طعام كخل وفاكهة إذا أكل معه) حيا أو ميتا يحل (في الأصح) لعسر تمييزه غالبا لأنه كجزئه طبعا وطعما فإن كان منفردا حرم. ومحل ما ذكره حيث لم ينقله من موضع إلى آخر ولم يغيره وإلا حرم [حاشية الرشيدي] قوله: ولم يغيره) أما إذا غيره فإنه يحرم ما فيه الدود لنجاسته حينئذ كما مر في الطهارة، لكن هذا إنما يكون في المائع كما هو ظاهر فليراجع
I'anatut Tholibin, Juz : 2 Hal : 403
وحل أكل دود نحو الفاكهة حيا كان أو ميتا بشرط أن لا ينفرد عنه وإلا لم يحل أكله قوله: وحل أكل دود (إلخ) هذا قد ذكره أيضا فيما مر، وأعاده هنا لكون الكلا
Categories:
Syariah
0 komentar :
Post a Comment