Media Islam online untuk pemberitaan, syi'ar Islam, dakwah dan kajian.

Saturday, April 26, 2014

Khamr, Alkohol, dan Parfum

Parfum atau minyak wangi dari segi jenis bahan campurannya ada dua macam: non-alkohol dan parfum ber-alkohol. Konon salah satu tujuannya adalah untuk melarutkan sebagian bahan parfum dengan bahan yang lain. Ibarat bensin yang tidak bisa larut saat bertemu dengan air, begitu juga minyak wangi. Dan alkohol berfungsi untuk pelarutan itu.

Terlepas dari itu, bagi seorang muslim yang taat, adanya bahan alkohol dalam parfum menjadi masalah tersendiri. Karena seorang muslim berkewajiban melakukan shalat setidaknya lima kali sehari. Dan salah satu dari persyaratan shalat adalah tidak boleh ada sesuatu yang najis di tubuh dan baju orang yang shalat. Alkohol adalah sesuatu yang memabukkan dan karena itu haram dan (sebagian besar) ulama menyatakan bahwa barang yang haram dikonsumsi hukumnya najis seperti halnya anjing dan babi. Kalau demikian, maka shalatnya orang yang memakai parfum ber-alkohol hukumnya tidak sah. Bagaimana ulama memandang hal ini? Adakah pendapat ulama yang berbeda? Khususnya terkait alkohol dalam minyak wangi? 

DALIL HARAMNYA KHAMR

- QS Al-Baqarah 2:319 Allah berfirman: "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,"
- QS Al-Maidah 5:90 Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."
- QS Al-Maidah 5:91 Allah berfirman: "Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)."
- Hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah

كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ وَمَا أَسْكَرَ الْفَرَقُ فَمِلْءُ الْكَفِّ مِنْهُ حَرَامٌ

"Segala sesuatu yang memabukkan itu haram. Minuman yang memabukkan ketika banyak, maka sedikitnya juga haram."

- Hadits riwayat Daruqutni dari Abdullah bin Amr

الْخَمْرُ أُمُّ الْخَبَائِثِ ، فَمَنْ شَرِبَهَا لَمْ تُقْبَلْ مِنْهُ صَلاتُهُ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ، فَإِنْ مَاتَ وَهِيَ فِي بَطْنِهِ مَاتَ مَيْتَةً جَاهِلِيَّةً

"Khamr itu biang kejahatan. Siapa yang meminumnya maka tidak diterima shalatnya 40 hari. Apabila mati sedang khamr masih ada di perutnya, maka ia mati jahiliyah."

- Hadits sahih riwayat Hakim dan Ibnu Hibban

أتاني جبريل فقال : يا محمد إن الله لعن الخمر ، وعاصرها ، ومعتصرها ، وشاربها ، وحاملها ، والمحمولة إليه ، وبايعها ، وساقيها ، ومسقيها

Rasulullah bersabda: "Malaikat Jibril mendatangiku dan berkata, "Hai Muhammad sesungguhnya Allah melaknat khamr (miras), pembuatnya, peminumnya, pembawanya, orang yang membawanya, penjualnya, pembelinya dan segala sesuatu yang ada di dalamnya."

KHAMR: NAJIS ATAU SUCI?

Ulama berbeda pendapat tentang najisnya khamr. Ulama yang berpandangan bahwa khamr itu najis berdasarkan pada kata "rijs" dalam QS ِAl Maidah 5:90 yang dimaknai dengan najis lahiriyah (hissiyah) artinya najis fisik seperti halnya kencing. Sedangkan ulama lain memaknai kata "rijs" dengan najis maknawi artinya najis batiniah bukan bendanya tapi nilainya. Berikut uraian detailnya: Pendapat pertama, khamr hukumnya najis. Ini adalah pendapat dari mayoritas ulama (jumhur). Mereka mendasarkan pendapatnya pada QS Al-Maidah 5:90. Karena pendapat mayoritas, maka ini adalah pendapat paling sahih. Para imam Madzhab Empat yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali termasuk yang berpendapat bahwa khamr adalah najis. Menurut mereka, "rijs" dalam QS. Al-Maidah 5:90 adalah najis lahiriah ainiyah. Maka selain keharamannya, khamr adalah najis. Dan karena alkohol adalah kategori khamr, maka ia adalah najis. (Referensi kitab Madzhab Hanafi, Tabyinul Haqaiq hlm 6/54; madzhab Maliki, Ahkamul Quran Ibnu Arabi 2/656, Al-Muqaddimat wal Mumahhidat 2/10, Al-Gharb al-Islami. Madzhab Syafi'i, Imam Nawawi Al-Majmuk 2/520; madzhab Hanbali, Al-Inshaf 1/318) Pendapat kedua, khamr hukumnya suci. Sedangkan kata 'rijs' dalam QS Al-Maidah 5:90 adalah bersifat maknawi sebagaimana dalam firman Allah QS Al Hajj :30 "... maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta." Makna najis dalam ayat ini adalah najis maknawi. Oleh karena itu tidaklah najis apabila menyentuh berhala tidak sebagaimana najis hakiki seperti najisnya kencing atau darah. Najis maknawi di sini maksudnya non-fisik yakni sesuatu yang membuat kotor hati dan keyakinan yang dapat mengakibatkan kekufuran. Begitu juga khamr dianggap najis maknawi karena termasuk dari perbuatan setan dan dapat menyebabkan manusia tertutup hatinya dari ingat pada Allah, untuk melaksanakan shalat, dll.

As-Shan'ani dalam kitab Subulus Salam 1/36 menyatakan: 

نجاسه الخمر لا تعتبر حسيه ولكن معنويه ,فالاصل في الاعيان الطهاره , وكل شي حرام لا يلزمه النجاسه وكل نجس يلزمه التحريم وهذا يعني ان كل نجس حرام وليس العكس فمثلا الله حرم لبس الذهب والحرير وهما طاهران وليسا نجسان شرعا ومنهجا وحرم شرب الحشيشه وهي طاهره فمن فهم هذا فسوف يعلم ان تحريم الخمر ليس للزوم النجاسه ولكن تاخذ الاشياء بالاصول فاذا ردينا الخمر لاصله فهو طاهر حسيا ونجس معنويا فلهذا تحريم الخمر لانه نجس معنويا فمن قال ان الخمر نجس فدليله عليه ما لم ياتي بدليل قطعي

"Najisnya khamr tidak dianggap najis fisikal (hissiyah) tetapi najis maknawi. Karena hukum asal dari benda itu adalah suci. Adapun segala sesuatu yang haram tidak otomatis najis walaupun segala sesuatu yang najis itu otomatis haram. Artinya, segala sesuatu yang najis itu haram, tapi tidak sebaliknya. Sebagai contoh, Allah mengharamkan laki-laki memakai emas dan sutera padahal keduanya seuci dan tidak najis secara syariah. Allah juga mengharamkan minum (mengonsumsi) ganja, narkoba dan semacamnya sedangkan ia suci. Siapa pun yang memahami hal ini maka ia akan tahu bahwa keharaman khamar tidak berarti menunjukkan najisnya khamr. Tetapi sesuatu kembali pada hukum asal, maka kita kembalikan khamr pada asalnya yaitu suci secara fisik (hissiy) dan najis maknawi. Itulah sebab keharaman khamr karena ia najis maknawi. Adapun pendapat yang menajiskan khamr, maka dalil yang dimilikinya tidak meyakinkan (qat'i)."

Termasuk yang menganggap khamr itu suci adalah Rabi'ah Ar-Ray, guru Imam Malik dan banyak ulama madzhab Maliki yang ada di Baghdad (lihat Al-Muqaddimat 2/10, Tafsir Al-Qurtubi 6/288). Imam Muzani yang termasuk ulama madzhab Syafi'i (Tafsir Al-Qurtubi 6/288). Daud Az-Dzahiri (Al-Mahalli 10/91). Dari kalangan ulama kontemporer antara lain Al-Amir As-Shan'ani (Subulussalam 1/30), Syaukani (As-Sailul Jarar 1/35), Tohir bin Asyur (At-Tahrir wat-Tanwir 7/26), Muhammad Rasyid Rida (Tafsir Al-Manar 7/49)

Ulama disebut terakhir ini mengatakan: khamr diperselisihkan mengenai kenajisannya di antara para ulama'. Dan an-Nabidz [minuman keras yang dibuat dari anggur, pent] menurut Hanafiyah adalah suci, dan ia pasti mengandung alkohol, dan sesungguhnya alkohol bukan khamr.

KHAMR DAN ALKOHOL SAMA ATAU BEDA?

Khamr (خمر) adalah istilah bahasa Arab yang maksudnya adalah buah anggur yang sudah difermentasi, misalnya wine dari buah anggur.

Secara umum, alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum untuk senyawa organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan/atau atom karbon lain. Secara khusus, alkohol atau minuman beralkohol adalah minuman yang biasanya mengandung etanol 5% sampai 40% volume, telah diproduksi dan dikonsumsi sejak zaman pra-sejarah. Apabila kita membandingkan khamr dengan alkohol, maka yang dimaksud adalah makna khusus yakni minuman beralkohol.

Dari definisi di atas, maka jelas khamr dan miniman beralkohol adalah berbeda. Namun demikian, keduanya sama-sama haram karena memabukkan. Seperti hadits yang tesebut di atas, segala sesuatu yang memabukkan, maka hukumnya haram dikonsumsi atau diminum. Bagi ulama yang tidak menyamakan minumal alkohol dengan khamr, maka ia dianggap sebagai zat beracun yang dikonsumsi.

Adapun bagi mereka yang beranggapan bahwa alkohol tidak masuk dalam kategori khamr, akan tetapi masuk dalam kategori zat beracun dan berbahaya, maka alkohol adalah suci seperti kesuciannya ganja dan opium. Tak seorang-pun yang berpendapat kenajisan "lahiriah" benda-benda ini, walau ia adalah najis "ma'nawi", dalam arti tak boleh dimakan.

Tentang najis atau sucinya maka itu sangat tergantung pada asal bahan yang dibuat alkohol. Apabila terbuat dari bahan yang asalnya suci, maka hukummnya sama dengan khamr yakni suci menurut pendapat yang menganggap khamr itu suci. Sebaliknya, kalau terbuat dari bahan yang asalnya najis, seperti lemak babi, maka hukumnya haram. Pendapat lain mengatakan, bahwa alkohol itu sama persis dengan khamr karena khamr bukan hanya minuman yang difermentasi dari anggur, tapi segala minuman yang memabukkan disebut khamr seperti disebut dalma sebuah hadits Nabi.

PENDAPAT SYEKH ATHIYAH SHAQR ULAMA AL-AZHAR MESIR

Parfum-parfum buatan Eropa bukan alkohol, akan tetapi mengandung alkohol, sebagaimana banyak benda-benda suci lainnya yang juga mengandung alkohol. Tak ada dasar yang kuat untuk menghukumi kenajisannya, hingga bagi mereka yang menganggap khamr sebagai benda najis.

Setelah kutipan-kutipan dan penjelasan-penjelasan di atas, dapat dikatakan: setelah menyebarnya alkohol dalam medis, proses penyucian, parfum, berbagai analisa dan lain-lainnya, adalah upaya memilih hukum kesuciannya apabila ia termasuk kategori zat beracun dan berbahaya. Dan walau terkadang difungsikan sebagai minuman memabukkan layaknya khamr, akan tetapi kenajisannya tidak merupakan kesepakatan bersama. Atas dasar ini, cologne dan parfum-parfum yang mengandung alkohol adalah suci.


FATWA LPOM MUI TENTANG PARFUM ALKOHOL

Dengan begitu, alkohol teknis yang digunakan untuk keperluan non-pangan, seperti bahan sanitasi (dalam dunia laboratorium dan kedokteran) masih diperbolehkan. Sementara minuman keras atau khamar adalah suatu istilah untuk jenis minuman yang memabukkan.

Komisi Fatwa MUI masih membolehkan pemakaian alkohol sebagai pelarut dalam dunia pangan, selama tidak terdeteksi di dalam produk akhir bahan makanan tersebut. Contohnya adalah penggunaan alkohol sebagai pelarut dalam mengekstrak minyak atsiri atau oleoresin atau juga alkohol untuk melarutkan bahan-bahan perasa (flavor). "Syaratnya, alkohol tersebut bukan berasal dari fermentasi khamar (alkohol teknis) dan alkohol tersebut diuapkan kembali hingga tidak terdeteksi dalam produk akhir," demikian pemaparan Komisi Fatwa MUI.

KESIMPULAN

Dari uraian di atas maka disimpulkan sebagai berikut: Pertama, bahwa khamar itu najis hisiyah ainiyah seperti halnya kencing menurut mayoritas ulama madzhab empat. Dan karena itu orang shalat harus bersih dari cairan khamr. Menurut kalangan ulama non-madzhab dan ulama kontemporer, khamar itu suci dan hanya najis maknawi, bukan hissiyah. Kedua, bahwa alkohol itu termasuk khamr. Bagi pendapat ini, maka khamar termasuk najis menurut jumhur. Menurut pendapat yang lain, alkohol itu berbeda dengan khamar. Alkohol adalah zat beracun dan berbahaya. Bagi pendapat kedua ini maka alkohol tidak najis secara mutlak seperti halnya ganja, kokain dan zat lain hanya haram dikonsumsi. Ketiga, karena adanya perbedaan pendapat ulama, maka sebagai langkah hati-hati adalah menghindari memakai parfum beralkohol untuk menjamin kesucian diri saat shalat. Namun, biarkan orang awam memakainya karena ada pendapat yang menganggapnya suci.

Pada saat yang sama, kita dapat memakai apapun yang mengandung alkohol apabila memang dibutuhkan seperti untuk pengobatan dan lain-lain. Perbedaan ulama adalah rahmat. (http://www.alkhoirot.net/2013/11/parfum-ber-alkohol-dalam-islam.html)

Hukum alkohol untuk campuran minyak wangi menurut madzhab Syafi’i dima’fu (dimaafkan), artinya dihukumi seperti perkara suci jika untuk sekedar kebutuhan saja, namun bila melebihi kebutuhan, maka hukumnya najis. Hal ini karena alkohol dikategorikan khomr dan hukumnya najis.

ومنها المائعات النجسة التي تضاف الى الادوية والروائح العطرية لاصلاحها فانه يعفى عن القدر الذي به الاصلاح قياسا على الانفخة المصلحة للجبن ومنها الثياب الي تنشر على المبنية بالرماد النجس فانه يعفى عما يصيبها من ذلك الرماد لمشقة الاحتراز .الفقه على

(Madzahib al Arba'ah juz 1 hal 19)


Sunday, April 20, 2014

Multi Level Marketing (MLM)

Bisnis Beranak Cucu

Bagaimana hukum bisnis Multi Level Marketing (MLM). Contoh Si A mendaftar dengan membayar uang umpama Rp 150.000, maka si A masuk level I. Kemudian si A berhasil merekrut dua orang member yang juga harus membayar Rp 150.000, pada pihak pusat. Maka si A mendapat komisi dari masing-masing member Rp 25.000. Jadi Rp 25.000 x 2 member = Rp 50.000.

Kedua downline level I, masing-masing berhasil merekrut 2 member, berarti jumlah member dua, empat orang dan pendapatan si A = Rp 20.000, akumulasi Rp 70.000.

Ketiga... dan seterusnya.

Hingga meraup rupiah sampai jutaan dengan mengeluarkan modal sekecil-kecilnya. Bisnis ini dijuluki bisnis "Anak Cucu"

Jawaban

Dalam bisnis Multi Level Marketing seperti contoh yang anda berikan, terdapat hal-hal yang tidak jelas, yaitu:

Kalau si A mendaftar dengan membayar Rp 150 ribu

Mendaftar sebagai apa?

Uang Rp 150 ribu diserahkan kepada siapa dan bagaimana akadnya? Apakah akad jual beli, atau akad hutang piutang, atau akad syirkah, atau akad qiradl, atau akad shadaqah, atau akad apa lagi?

Kalau si A berhasil merekrut dua orang member yang juga membayar kepada pusat masing-masing Rp 150.000,- si A mendapat komisi sebanyak 2 X Rp 25.000,- = Rp 50.000,- . Dari mana uang Rp 50.000,- diberikan oleh pusat kepada si A? Dan bagaimana akadnya?

Andaikata si A tidak berhasil merekrut orang lain untuk bermain dalam bisnis MLM ini, dapatkah uang yang telah dibayarkan oleh si A ditarik kembali. Demikian pula halnya dengan dua orang yang telah direkrut oleh si A, jika dia tidak dapat merekrut orang lain lagi, dan menginginkan uangnya kembali, dapatkah si A/pusat bertanggung jawab?

Kalau saya amati dari contoh yang anda berikan mengenai bisnis Multi Level Marketing ini, maka bisnis ini jelas-jelas tidak termasuk muamalah yang diperbolehkan dalam agama Islam seperti: bai', silm, rahn, hijr, suluh, hiwalah, dlaman, kafalah, syirkah, qiradl, wakalah, wakalah, iqrar, 'arah, syuf'ah, musafah, ju'alah, ijarah, wakaf, hibah dan wadi'ah yang jelas akadnya dalam syariat agama Islam.

Bisnis yang tidak jelas akadnya seperti ini pada akhirnya pasti banyak pihak yang dirugikan yaitu orang-orang yang tidak lagi bisa merekrut member. Yang jelas, kalau tidak merugikan dri sendiri, pasti merugikan orang lain. Dan hal ini dilarang oleh Rasulullah saw:

اَلضَّرَرُ يُزَالُ .

"Perbuatan yang merugikan itu harus dilenyapkan."

(Bahtsul Masaail PP Nurul Hudaa/1999)


Sistem MLM (Multi Level Marketing)

Krisis ekonomi telah memberikan implikasi terhadap lemahnya daya beli masyarakat, sementara persaingan dibidang usaha terus meningkat. Hal ini mendorong beberapa perusahaan menerapkan kiat-kiat tertentu dalam memasarkan produknya, diantaranya dengan menggunakan sistem multi level marketing (MLM) seperti CNI, DXN, Rich Exl.Pers dan lain-lain. Dalam sistem ini seseorang dapat menjadi anggota ( distributor) dengan cara membeli produk perusahaan tersebut dalam jumlah tertentu dan membayar uang administrasi, kemudian dia akan mendapatkan komisi apabila bisa mendapatkan anggota ( Down Line) atau point dalam jumlah tertentu, semakin banyak anggota atau point yang diperoleh maka semakin besar pula komisi yang didapat. Yang menarik dari sistem ini bila anggota yang dibawah mendapat down line atau point maka anggota yang diatasnya ikut terdongkrak (bertambah anggota atau pointnya).

Pertanyaan:

a. Termasuk kategori aqad apakah praktek MLM tersebut?
b. Apakah praktek tersebut diatas dapat dibenarkan oleh syara’?
c. Apabila tidak boleh bagaimanakah solusi bagi orang yang telah menjadi anggota MLM?

Jawaban No . 01 Bag . A

Praktek tersebut temasuk Ju’alah dan Bai ’ yang Fasid

- Ju’alah fasidah karena :
1. Amalnya tidak ada kulfah (beban)
2. Iwadlnya ( upah ) tidak maklum ( dalam dongkraannya )
3. Ada syarat bai’ dalam akad
- Bai’ fasid karena di jadikan syarat dalam akad Ju’alah

Ibarat :

I’anatut Tholibin Juz : III Hal : 123
Alfiqh ‘alal madzahib al-arba’ah Juz : II Hal : 228
Hasyiyah Al-Syarqowi Juz : II Hal : 53

( وعبارته ) : وهي بتثليث الجيم شرعا التزام عوض معلوم على عمل معين او مجهول عسر علمه وأركانها اجمالا أربعة : الركن الأول العاقد وهو الملتزم للعوض ولو غير المالك والعامل - الى أن قال – الركن الثانى الصيغة وهو من طرف الجاعل لا العامل – الى ان قال – الركن الثالث الجعل وشرط فيه ما شرط فى الثمن فما لايصح ثمنا لكونه مجهولا او نجسا لايصح جعله جعلا ويستحق العامل أجرة المثل فى المجهول والنجس المقصود – الى أن قال – الركن الرابع العمل وشرط فيه كلفة وعدم تعينه فلا جعل فيما لاكلفة فيه .

[ اعانة الطالبين الجزء الثالث ص 123 ]

( وعبارته ) : الحالة الخامسة : أن يكون الشرط مما لايقتضيه العقد ولم يكن لمصلحته وليس شرطا فى صحته او كان لغوا ، وذلك هو الشرط الفاسد الذى يضر بالعقد ، كما اذا قال له بعتك بستانا هذا بشرط ان تبيعنى دارك ، او تقرضنى كذا ، او تعطينى فائدة مالية . وانما يبطل العقد بشرط ذلك اذا كان الشرط فى صلب العقد ، أما اذا كان قبله ولو كتابة فإنه يصح إهـ 

[ كتاب الفقه على المذاهب الأربعة الجزء الثانى ص 228 ]

( وعبارته ) : ( وبيع بشرط ) كبيع بشرط بيع او قرض للنهي عنه فى خبر أبى داود وغيره ( قوله كبيع بشرط الخ ) كبعتك ذاالعبد بألف بشرط أن تبيعنى دارك بكذا ، او تقرضنى مائة من الدراهم ، ثم ان أوقعوا العقد الثانى بأن باعه الدار أو أقرضه الدراهم مع علمهما بفساد الأول صح والا فلا ومحل فساد الأول ان وقع الشرط فى صلب العقد والا فلا يضر إهـ .

[ حاشية الشرقاوى الجزء الثانى ص 53 ]

Jawaban No . 01 Bag . B
Tidak di benarkan(haram)

Ibarat :

1 . Ghoyatu talkhishil murod Hal : 122
2 . Al–Asybah wan nadhoir Hal : 287

( وعبارته ) : ( مسئلة ) تعاطى العقود الفاسدة حرام اذا قصد بها تحقيق حكم شرعي ويأثم العالم بذلك ويعزر لا ما صدر عنه تلاعبا او لم يقصد به تحقيق حكم لم يثبت مقتضاه عليه إهـ .

[ غاية تلخيص المراد ص 122 ]

( وعبارته ) : القاعدة الخامسة تعاطى العقود الفاسدة حرام كما يؤخذ من كلام الأصحاب فى عدة مواضع إهـ .

[ الأشباه والنظائر ص 287 ]

Jawaban No . 01 Bag . C

Karena dia sudah melakukan praktek akad yang tidak sah maka dia wajib keluar dari sistem tersebut dan bila sudah menerima barang dan komisi maka wajib mangembalikannya. Dan dia hanya berhak mendapat ujroh misil.

Catatan :

Bagi seluruh Kaum Muslimin harap waspada dengan praktek semacam ini, karena ada diantara sistem semacam ini melakukan penipuan.

Ibarat :

1 . Asnal Matholib Juz :II Hal : 3
2 . Al- Hawi Lil-Fatawi Juz : I Hal : 109

)فعلى الأول ) وهو عدم صحة البيع بالمعاطاة ( المقبوض بها كالمقبوض بالبيع الفاسد فيطالب كل صاحبه بما دفع اليه ان بقي وببدله ان تلف .

[ أسنى المطالب الجزء الثانى ص 3 ]

( وعبارته ) : اعلم ان كل من ارتكب معصية لزمه المبادرة الى التوبة منها والتوبة من حقوق الله يشترط فيها ثلاثة أشياء أن يقلع عن المعصية فى الحال وان يندم على فعلها وان يعزم ان لايعود اليها ، والتوبة من حقوق الآدميين يشترط هذه الثلاثة ورابع وهو رد الظلامة الى صاحبها وطلب عفوه عنها والإبراء منها .

[ الحاوى للفتاوى الجزء الأول ص 109

(Bahtsul Masail PP. MUS Karangmangu Rembang)


Transaksi Dua Aqad dalam Praktik MLM

Dalam kajian fikih ada istilah al-‘aqdain fil ‘aqd atau al-bai’ain fi al-bai’ah yang berarti dua aqad yang terkumpul dalam sesuatu transaksi. Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad Bin Hanbal dari Sahabat Abdullah bin Mas’ud RA telah melarang model transaksi seperti ini.

Para fuqaha merinci penjelasan mengenai al-‘aqdain fil ‘aqd ini ke dalam tiga model. Pertama, adanya dua harga dalam sebuah jual beli. Misalnya, jika seseorang mengatakan kepada orang lain, “Aku jual baju ini kepadamu dengan harga sepuluh dirham jika tunai, dan dua puluh dirham jika hutang.” Kemudian kedua orang tersebut berpisah dan belum ada kesepakatan tentang salah satu model jual beli tersebut.

Dikatakan bahwa jual beli semacam ini telah rusak (fasid), karena kedua pihak yang bertransaksi tidak mengetahui harga mana yang dipastikan. Asy-Syaukani menyatakan, sebab diharamkannya jual beli semacam itu adalah tidak disepakatinya salah satu (aqad) harga dari dua (aqad) harga tersebut. Akan tetapi, jika kedua orang tersebut bersepakat tentang salah satu aqad (harga) dari dua aqad (harga) jual beli tersebut; misalnya pembeli menerima harga baju tersebut 20 dirham secara kredit sebelum keduanya berpisah, maka sahlah jual beli tersebut. Sebab, harga baju itu telah ditetapkan, dan kedua belah pihak mengetahui dengan jelas harga dari baju tersebut serta bentuk transaksinya.

Kedua, Imam Syafi’i, menafsirkan al-‘aqdain fil ‘aqd sebagai jual beli bersyarat. Misalnya, jika seseorang berkata kepada orang lain, “Saya jual rumahku kepadamu dengan harga sekian, akan tetapi engkau harus menikahkan putramu dengan putriku.” Muamalat semacam ini menyebabkan tidak jelasnya harga.

Ketiga, al-‘aqdain fil ‘aqd adalah memasukkan transaksi kedua ke dalam transaksi pertama yang belum selesai. Misalnya, jika seseorang memesan barang dalam jangka waktu satu bulan, dengan harga yang telah ditentukan. Ketika tempo masa telah tiba, pihak yang dipesan meminta kembali barangnya dengan berkata kepada pemesan, “Juallah barang yang seharusnya saya berikan kepada anda dengan harga sekian, tapi jangkanya ditambah dua bulan.” Jual beli semacam ini adalah fasid, sebab aqad yang kedua telah masuk pada aqad yang pertama. Demikianlah.

Para ahli fikih sering mengkaji transaksi multi level marketing (MLM) yang saat ini semakin beragam model melalui perspektifal-‘aqdain fil ‘aqd ini, yakni adanya dua akad dalam satu transaksi.

Paling tidak MLM bisa diklasifikasikan kedalam tiga model: Pertama, MLM yang membuka pendaftaran member (posisi) dimana member tersebut harus membayar sejumlah uang sembari membeli produk. Pada waktu yang sama juga, dia menjadi referee atau makelar bagi perusahaan dengan cara merekrut orang, karena ia akan mendapatkan "nilai lebih" jika berhasil merekrut orang lain menjadi member dan membeli produk. Maka praktek MLM seperti ini jelas termasuk dalam kategori al-‘aqdain fil ‘aqd. Sebab, dalam hal ini orang tersebut telah melakukan transaksi jual-beli dengan pemakelaran (samsarah) secara bersama-sama dalam satu akad.

Kedua, ada MLM yang membuka pendaftaran member, tanpa harus membeli produk meski untuk keperluan itu orang tersebut tetap harus membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi member. Pada waktu yang sama membership (keanggotaan) tersebut mempunyai dampak diperolehnya bonus (poin), baik dari pembelian yang dilakukannya di kemudian hari maupun dari jaringan di bawahnya. Maka praktek ini juga termasuk dalam kategori al-‘aqdain fil ‘aqd, yakni akad membership dan akadsamsarah (pemakelaran).

Membership tersebut merupakan bentuk akad, yang mempunyai dampak tertentu, yakni ketika pada suatu hari dia membeli produk dia akan mendapatkan bonus langsung. Pada saat yang sama, ketentuan dalam membership tadi menetapkan bahwa orang tersebut berhak mendapatkan bonus, jika jaringan di bawahnya aktif, meski pada awalnya belum. Bahkan ia akan mendapat poin karena ia telah mensponsori orang lain untuk menjadi member.

Ketiga, MLM tersebut membuka membership tanpa disertai ketentuan harus membeli produk, maka akad membership seperti ini justru merupakan akad yang tidak dilakukan terhadap salah satu dari dua perkara, zat dan jasa. Tetapi, akad untuk mendapad jaminan menerima bonus, jika di kemudian hari membeli barang.

Ini sangat berbeda dengan orang yang membeli produk dalam jumlah tertentu, kemudian mendapatkan bonus langsung berupa kartu diskon yang bisa digunakan sebagai alat untuk mendapatkan diskon dalam pembelian selanjutnya. Sebab, dia mendapatkan kartu diskon bukan karena akad untuk mendapatkan jaminan, tetapi akad jual beli terhadap barang. Dari akad jual beli itulah, dia baru mendapatkan bonus. Dalam MLM model ketiga ini pihak-pihak terkait sebenarnya tidak melakukan transaksi apa-apa, hanya melakukan semacam permainan bisnis yang mirip sekali dengan perjudian.

File Dokumen Fiqh Menjawab 

Saturday, April 19, 2014

Hukum Tato Dalam Islam

Tato atau tatoo adalah melukis, "mengukir" atau merajah kulit dengan jarum dan zat pewarna dalam berbagai bentuk gambar, simbol atau sekedar coretan. (غرز الجلد بإبر وحشوه بالكحل وغيره ليتغير لونه إلى الزرقة أو الخضرة)


Tatoo bersifat permanen karena terlukis dalam kulit. Hukum tato (Inggris: tattoo; Arab: الوشم) adalah haram menurut kesepakan ulama (ijma').

Berdasarkan hadits sahih:

لعن الله الواشمات والموتشمات ، والمتنمصات ، والمتفلجات للحسن ، المغيرات خلق الله

"Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya, melakukan tato di wajahnya (mutawasshimah), menghilangkan rambut dari wajahnya, menyambung giginya, demi kecantikan, mereka telah merubah ciptaan Allah." (HR. Bukhari Muslim)
Dan berdasarkan Firman Allah

وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الأَنْعَامِ وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللّهِ وَمَن يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِّن دُونِ اللّهِ فَقَدْ خَسِرَ ُسْرَانًا مُّبِينًا

"Dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah (dan mereka benar-benar mengubahnya). Barangsiapa yang menjadikan setan sebagai pelindung yang selain Allah, maka sungguh dia menderita kerugian yang nyata." (QS. A Nisa : 119)

Oleh karena itu, bagi yang sudah memasang tato, maka wajib dia menghilangkannya dan bertaubat. Bila tatoo dilakukan setelah baligh dengan keinginannya sendiri, maka diwajibkan untuk menghilangkannya atau setidaknya berusaha untuk menghilangkannya, asalkan mengilangkan tatoo tersebut tidak sampai merusak anggota tubuh (kulit) yang tertatoo atau menimbulkan rasa sakit yang di atas kewajaran. Bila demikian, maka tidak diharuskan menghilangkannya dan cukup bertobat dan sah shalatnya. Dengan ditemukannya teknologi laser untuk menghilangkan tato secara permanen tanpa mencederai kulit, maka membuang tato adalah wajib secara mutlak.

Cara Berhijab yang Benar



Assalamu alaikum wr. wb.
Saya ingin bertanya hijab syar'i itu seperti apa. Saya mengikuti dua lembaga Islam. Yang membuat saya pusing cara berhijab'nya beda-beda. Lembaga A berhijab memakai pakaian terusan (gamis) nah gamis itu yang disebutnya jilbab, sedangkan lembaga B berpakaian serba gelap dan khimar'nya panjang sampai paha dan disertai dengan rok.

Yang saya ingin tanyakan, berdosakah seseorang bila memakai pakaian potongan (rok+baju) karena lembaga A memandang semua yang pakai berpotongan itu berdosa dan mengatakan jilbab itu adalah baju terusan yang tidak berpotongan. Mohon jawabannya bila perlu apakah ada dalil yang membolehkan potongan?

Jawaban

Wa'aaikum salam warahmahtullahhi wabarakatuh,

Pada dasarnya Islam tidak menentukan model pakaian tertentu bagi perempuan. Sepanjang pakaian tersebut bisa menutupi aurat dan bisa menghindari fitnah maka tidak ada persoalan. Para ulama hanya memberikan syarat-syarat tertentu bagi pakaian perempuan. Ringkasanya, disyaratkan pakaian yang tidak menunjukkan auratnya, tidak tembus pandang, tidak menggambarkan lekuk tubuhnya, dan tidak menarik perhatian. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Syeikh Ahmad Mutawwali asy-Sya’rawi:

ُوَشُرِطَ فِي لِبَاسِ الْمَرْأَةِ الشَّرْعِيِّ أَلاَّ يَكُونَ كَاشِفاً، وَلَا وَاصِفاً، ولا مُلْفِتاً لِلنَّظَرِ

“Disyaratkan dalam pakaian perempuan yang syar’i, pakaian tersebut tidak memperlihatkan auratnya, tidak menggambarkan lekuk tubuh, dan tidak menarik perhatian.” (Syekh Ahmad Mutawwali asy-Sya’rawi, Tafsir asy-Sya’rawi, Mesir-Mathabi’u Akhbar al-Yaum, 1997, juz, 19, h. 12168). 

Dengan demikian sepanjang rok dan baju tersebut memenuhi syarat-syarat di atas maka tidak ada persoalan. Sedang mengenai jilbab diartikan dengan hanya baju terusan atau gamis, kami menghargai pandangan tersebut. Sebab, faktanya para ulama berbeda pendapat mengenai makna jilbab. Namun menurut Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, bahwa makna jilbab yang benar adalah sebagai berikut:

اَلْجِلْبَابُ بِكَسْر الْجِيمِ هُوَ الْمُلَاءَةُ الَّتِي تَلْتَحِفُ بهَا الْمَرْأَة فَوق ثِيَابهَا هَذَا هُوَ الصَّحِيح فِي مَعْنَاهُ


“Kata jilbab -dengan diberi harakat kasrah pada huruf jim- adalah mula'ah (kain panjang yang tidak berjahit) yang digunakan perempuan untuk berselimut (menutupi) di atas baju yang kenakannya. Ini adalah makna jilbab yang benar." (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, Tahriru Alfazh at-Tanbih, Damaskus-Dar al-Qalam, cet ke-1, 1408 H, h. 57)

Dari makna jilbab yang dikemukakan di atas, maka jilbab bisa diartikan dengan kain yang lebar yang dikenakan perempuan untuk melapisi pakaian yang sudah dikenakannya. 

Mari kita saling menghormati dan menghargai pandangan setiap orang, dan jangan jadikan perbedaan sebagai sumber perpecahan. Sebab perbedaan adalah rahmat yang harus kita syukuri. (nu.or.id)

Friday, April 18, 2014

Nasyit Manaf (My Idea)



Asrama Perguruan Islam (API) Pon. Pes. Salaf Tegalrejo Magelang

Logo A.P.I. Tegalrejo
Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo didirikan pada tanggal 15 September 1944 oleh KH. Chudlori, seorang ulama yang juga berasal dari desa Tegalrejo. Beliau adalah menantu dari Mbah Dalhar (KH. Nahrowi) pengasuh Pondok Pesantren Darus Salam Watucongol Muntilan Magelang. Simbah Chudlori mendirikan Pondok Pesantren di Tegalrejo pada awalnya tanpa memberikan nama sebagaimana layaknya Pondok Pesantren yang lain. Baru setelah berkali-kali beliau mendapatkan saran dan usulan dari rekan seperjuangannya pada tahun 1947 di tetapkanlah nama Asrama Perguruan Islam (API). Nama ini ditentukannya sendiri yang tentunya merupakan hasil dari shalat Istikharoh. Dengan lahirnya nama Asrama Perguruan Islam, beliau berharap agar para santrinya kelak di masyarakat mampu dan mau menjadi guru yang mengajarkan dan mengembangkan syariat-syariat Islam.
Mbah Dalhar Watucongol

Adapun yang melatar belakangi berdirinya Asrama Perguruan Islam adalah adanya semangat jihad Ii i’lai kalimatillah yang mengkristal dalam jiwa sang pendiri itu sendiri. Di mana kondisi masyarakat Tegalrejo pada waktu itu masih banyak yang bergelumuran dengan perbuatan-perbuatan syirik dan anti pati engan tata nilai sosial yang Islami. Respon masyarakat Tegalrejo atas didirikannya Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam Tegalrejo pada waktu itu sangat memprihatinkan. Karena pada saat itu masyarakat masih kental dengan aliran kejawen. Tidak jarang mereka melakukan hal-hal yang negatif yang mengakibatkan berhentinya kegiatan ta’lim wa-taa’llum (belajar-mengajar). Sebagai seorang ulama yang telah digembleng jiwanya bertahun-tahun di berbagai pesantren, Simbah Chudlori tetap tegar dalam menghadapi dan menangani segala hambatan dan tantangan yang datang.

Simbah KH. Chudlori
Berkat ketegaran dan keuletan Simbah Chudlori dalam upayanya mewujudkan Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam baik secara dhohir maupun batin, santri yang pada awal berdirinya hanya berjumlah delapan orang, tiga tahun kemudian sudah mencapai sekitar 100-an. Prestasi ini jika diidentikan dengan prestasi para pendiri pondok pesantren dalam era kemajuan ini, barang kali biasa-biasa saja. Akan tetapi kalau melihat situasi serta kondisi serta sistem sosial yang berlaku pada saat itu sungguh prestasi Simbah Chudlori merupakan prestasi yang lebih. 

Aksi negatif masyarakat setelah tiga tahun berdirinya pesantren API semakin mereda, bahkan diantara mereka yang semula anti pati ada yang berbalik total menjadi simpati dan ikhlas menjadi pendukung setia dengan mengorbankan segala dana dan daya yang ada demi suksesnya perjuangan Simbah Chudhori. Akan tetapi di luar dugaan dan perhitungan pada awal tahun 1948 secara mendadak API diserbu Belanda. Gedung atau fisik API yang sudah ada pada waktu itu diporak porandakan. Sejumlah 36 kitab termasuk Kitab milik Simbah Chudhori dibakar hangus, sementara santri-santri termasuk Simbah Chudhori mengungsi kesuatu desa yang bernama Tejo kecamatan Candimulyo. Kegiatan ta’lim wa-taalum nyaris terhenti. 

KH. Abdurrahman Ch dan Gus Ahmad Muhammad
Pada penghujung tahun 1949 dimana situasi nampak aman Simbah Chudhori kembali mengadakan kegiatan ta’lim wa-taalum kepada masyarakat sekitar dan santripun mulai berdatangan terutama yang telah mendengar informasi bahwa situasi di Tegalrejo sudah normal kembali, sehingga Simbah Chudhori mulai mendirikan kembali pesantren di tempat semula. Semenjak itulah API berkembang pesat seakan bebas dari hambatan, sehingga mulai tahun 1977 jumlah santri sudah mencapai sekitar 1500-an. Inilah puncak prestasi Simbah Chudhori di dalam membawa API ke permukaan umat.

Adalah merupakan suratan taqdir, dimana pada saat API sedang berkembang pesat dan melambung ke atas, Simbah Chudhori dipanggil kerahmatullah (wafat), sehingga kegiatan talim wataalum terpaksa diambil alih oleh putra sulungnya yaitu KH. Abdurrohman Ch. dengan dibantu oleh putra keduanya yaitu Bp. Achmad Muhammad. Peristiwa yang mengaharukan ini terjadi pada penghujung tahun 1977. Sudah menjadi hal yang wajar bahwa apabila disuatu pondok pesantren terjadi pergantian pengasuh, grafik jumlah santri menurun. Demikina juga API pada awal periode KH. Abdurrohman Ch. jumlah santri menurun drastis, sehingga pada tahun 1980 tinggal sekitar 760-an. Akan tetapi nampak keuletan dan kegigihan Simbah Chudhori telah diwariskan kepada putra-putranya yaitu KH. Abdurrohman Ch dan adik-adiknya, sehingga jumlah santri bisa kembali meningkat, yang sampai pada tahun 1992 menurut catatan sekretaris jumlah santri mencapai 2698 anak.

Sebagian Keluarga Ndalem
Tepat pada tanggal 10 Rabi’ul Awwal 1430 H Al Karim ibnal Karim Ahmad Muhammad meninggal dunia yang kurang lebih satu tahun kedepannya disusul meninggalnya KH. Abdurrahman yaitu pada tanggal 24 Januari 2011. Jasa-jasa keduanya dalam menghidupkan dan melestarikan ajaran Islam di pesantren sungguh sangat banyak dan mulia sehingga mengantarkan nama harum bagi pesantren, masyarakat,  negara dan agama. Tradisi kepemimpinan dalam pesantren dibebankan pada adik-adik dan seluruh keluarga.

Lewat bimbingan dan pantauan dari Simbah Nyai Chudlori, pesantren API sekarang diasuh oleh putra beliau yakni KH. Mudrik Chudlori dan KH. Chanif Chudlori sebagai pengasuh utama dengan dibantu oleh adik-adiknya. Jumlah santri saat ini (2014) kurang lebih mencapai sekitar 5.000 santri dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Semoga semakin ke depan pesantren API Tegalrejo tetap eksis dalam mencetak kader-kader yang mampu berkecimpung di masyarakat, Amien.

Thursday, April 17, 2014

Hukum Daging Biawak Dan Dhab

Biawak
BIAWAK adalah sebangsa reptil yang masuk ke dalam golongan kadal besar, suku biawak-biawakan (Varanidae). Biawak dalam bahasa lain disebut sebagai bayawak (Sunda), menyawak atau nyambik (Jawa), berekai (Madura), dan monitor lizard atau goanna (Inggris).

Biawak banyak macamnya. Yang terbesar dan terkenal ialah biawak komodo (Varanus komodoensis), yang panjangnya dapat melebihi 3 m. Biawak ini, karena besarnya, dapat memburu rusa, babi hutan dan anak kerbau. Bahkan ada kasus-kasus di mana biawak komodo menyerang manusia, meskipun jarang. Biawak ini hanya menyebar terbatas di beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara. Biawak yang kerap ditemui di desa-desa dan perkotaan di Indonesia barat kebanyakan adalah biawak air dari jenis Varanus salvator. Panjang tubuhnya (moncong hingga ujung ekor) umumnya hanya sekitar 1 m lebih sedikit, meskipun ada pula yang dapat mencapai 2,5 m. (http://id.wikipedia.org/wiki/Biawak)

Dhabb
DHAB (Uromastyx aegyptia) adalah sejenis biawak yang terdapat di padang pasir dan sebagai salah satu anggota terbesar dari genus Uromastyx. Dhab dapat di temui di Mesir, Libya dan seluruh daerah Timur Tengah tetapi sangat jarang ditemui saat kini karena penurunan habitatnya.

Kulitnya yang sangat keras sering digunakan oleh Arab Badui, sementara dagingnya dimakan sebagai salah satu alternatif sumber protein dan mereka bisa menunjukkan cara untuk menyembelihnya. Nama Inggrisnya Egyptian Mastigure atau Egyptian dab lizard atau Egyptian spiny-tailed lizard. Menurut keyakinan umat Islam, dhab ini halal dimakan dan dikatakan merupakan sejenis obat perangsang tenaga batin tradisional. (http://id.wikipedia.org/wiki/Dhab)

Gambar-gambar di atas jelas sekali tampak perbedaannya antara dhabb dan biawak. Meski secara fisik menunjukan ada kesamaan dan memang ada kemiripan bentuk tubuh antara dhabb dengan biawak, namun pada banyak hal terdapat banyak sekali perbedaan antara kedua hewan tersebut. Perbedaan yang paling menonjol adalah terutama dalam hal makanannya, dimana dhabb merupakan hewan yang jinak (tidak buas) memakan makanan yang bersih dan tidak menjijikan (rerumputan) berbeda sekali dengan biawak yang merupakan hewan buas dan pemangsa serta memakan makanan yang menjijikkan.

Selain menjijikkan, biawak juga merupakan hewan yang licik dan zhalim. Abdul Lathif Al-Baghdadi menyebutkan bahwa diantara kelicikkan dan kedzaliman biawak adalah bahwa biawak suka merampas lubang ular untuk ditempatinya dan tentunya sebelumnya dia membunuh dan memakan ular tersebut. Selain itu biawak juga suka merebut lubang dhabb, padahal kuku biawak lebih panjang dan lebih mudah untuk digunakan membuat lubang. Karena kedzalimannya, orang-orang Arab sering mengungkapkan: “Dia itu lebih zhalim daripada biawak”.

Dari keterangan-keterangan di atas, maka hukum memakan biawak adalah haram karena tergolong binatang buas sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi saw, “Seluruh binatang pemangsa dengan gigi taringnya maka haram memakannya.” (HR. Muslim).


Perbedaan Ijtihad Ulama tentang Hukum Dhabb.

Ada beberapa hadits yang saling berbeda terkait dengan hukum memakan daging dhabb. Sebagian dari matan hadits itu menunjukkan kebolehan memakan dhabb, namun sebagian lainnya menunjukan ketidak-halalannya.

a. Hadits-hadits yang Melarang Makan Dhabb

"Bahwa Rasulullah SAW melarang (makan) dhabb." (HR Abu Daud).

Dari Abduurahman bin Hasnah bahwa para sahabat memasak dhabb, lalu Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya satu umat dari bani Israil diubah menjadi hewan melata di tanah, aku khawatir mereka itu adalah hewan ini, jadi buanglah.” (HR Ahmad, Ibnu Hibban dan Ath-Thahawi) Ibnu Hibban dan Ath-Thahawi menshahihkan hadits ini dengan sanad sesuai syarat dari Bukhari.

b. Hadits yang Menghalalkan Dhabb

Dari Ibnu Abbas ra berkata,”Aku makan dhabb pada hidangan Rasulullah SAW.” (HR Bukhari Muslim)

Dari Ibnu Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang hukum dhabb, maka beliau menjawab, “Aku tidak memakannya namum tidak mengharamkannya.” Beliau juga ditanya tentang hukum makan belalang, maka beliau menjawab, “Hukumnya sama.” (HR An-Nasa”i)

Rasulullah SAW bersabda, “Makanlah hewan itu karena hukumnya halal. Namun hewan itu bukan makananku.” (HR Muslim)

c. Ijtihad Para Ulama

Dengan adanya perbedaan sekian hadits tentang dhabb di atas, maka para ulama pun berbeda pendapat tentang hukum memakannya. Sebagian dari mereka mengharamkannya dan sebagian lainnya menghalalkannya.

Mereka yang Mengharamkan: Pengharaman mereka berangkat dari adanya hadits-hadits di atas yang esensinya mengharamkan seorang muslim memakan daging dhabb. Bahkan Rasulullah saw. sampai memerintahkan untuk membuangnya, karena beliau khawatir hewan itu adalah penjelmaan dari umat terdahulu yang dikutuk jadi hewan. Perintah untuk membuangnya berarti makanan itu haram. Karena kalau halal atau sekedar makruh, tidak mungkin beliau perintahkan untuk membuangnya. Sebab membuang makanan, meski tidak doyan, hukumnya haram.

Mereka yang Menghalalkan: Mereka yang menghalalkan makan daging dhabb tentu saja berhujjah dengan hadits-hadits yang membolehkan. Yaitu Rasululah SAW membolehkan makan dagingnya, meski beliau sendiri tidak memakannya. Sedangkan terhadap hadits-hadits yang tidak membolehkannya, mereka mengatakan bahwa kedudukan hadits-hadits itu lemah dan bermasalah, sebagaimana hasil peniliaian para ulama berikut ini:

Ibnu Hazam mengatakan bahwa hadits riwayat Abu Daud tentang Rasulullah SAW melarang (makan) dhabb itu adalah hadits yang bermasalah pada isnadnya. Beliau mengatakannya perawinya dhaif (lemah) dan majhul (tidak diketahui).

Demikian juga dengan Al-Baihaqi, beliau mengatakan bahwa dalam isnad hadits tersebut ada perawi yang bernama Ismail bin Ayyash. Menurut beliau perawi ini termasuk kategori: laisa bihujjah (tidak bisa dijadikan dasar argumen). Mereka juga mengatakan bahwa hadits yang melarang makan dhabb karena Rasulullah saw. khawatir hewan itu penjelmaan manusia yang dikutuk, tidak bisa diterima. Sebab bertentangan dengan hadits lainnya yang menyebutkan bahwa Allah swt. tidak mengutuk orang jadi hewan lalu hewan itu bisa beranak pinak dan berketurunan. Kemungkinan saat itu Rasulullah saw. belum menerima wahyu lebih lanjut bahwa umat terdahulu yang dikutuk menjadi hewan tidak akan punya keturunan, bahkan setelah jadi hewan, tidak lama kemudian mereka mati.

Dari Ibnu Mas”ud ra. bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang kera dan babi, apakah hewan itu penjelmaan (orang yang dikutuk di masa lalu)? Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah SWT tidak menghancurkan suatu kaum atau mengutuknya jadi hewan sehingga mereka punya keturunan.” Diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagaimana ditulis oleh Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Bulughul Maram.

Pada tahun 1932, Nahdlatul Ulama pun sudah membahas tentang masalah ini. Dalam Muktamar Nahdhatul Ulama ke-7 di Bandung pada tanggal 13 Rabi’uts Tsani 1351 H/ 9 Agustus 1932 M menerangkan sebagai berikut

SOAL: Apakah yang dinamakan binatang biawak (seliro atau mencawak) itu? Apakah binatang tersebut ialah binatang dhabb yang halal dimakan?
JAWAB: Binatang biawak (seliro atau mencawak) itu bukan binatang dhabb, oleh karenanya maka haram dimakan.

Keterangan dari kitab Hasyiyah al-Qalyubi ‘ala Syarh al-Minhaaj 4/259, cetakan al Haramain sebagai berikut: 


قَوْلُهُ وَضَبٌّ: هُوَ حَيَوَانٌ يُشْبِهُ الْوَرَلَ يَعِيشُ نَحْوِ سَبْعَمِائَةِ سَنَةٍ وَمِنْ شَأْنِهِ أَنَّهُ لَا يَشْرَبُ الْمَاءَ وَأَنَّهُ يَبُولُ فِي كُلِّ أَرْبَعِينَ يَوْمًا مَرَّةً وَلَا يَسْقُطُ لَهُ سِنٌّ وَلِلْأُنْثَى مِنْهُ فَرْجَانِ وَلِلذَّكَرِ ذَكَرَانِ 

"Keterangan binatang dhab: binatang dhab adalah binatang yang menyerupaibiawak yang mampu hidup sekitar tujuh ratus tahun, binatang ini tidak minum air dan ia kencing sekali dalam 40 hari, betinanya memiliki dua alat kelamin betina dan yang jantan pun juga memiliki dua alat kelamin jantan."

Jadi, jangan disangka bahwa hukum memakan daging biawak (waral) yang termasuk binatang buas itu sama dengan makan daging dhabb (hewan mirip biawak). Daging biawak hukumnya haram dimakan, sedangkan daging dhabb sendiri dihalalkan oleh Nabi saw, sebagaimana dalam hadits Khalid bin Walid ra:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: دَخَلْتُ اَنَا وَ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيْدِ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص بَيْتَ مَيْمُوْنَةَ، فَاُتِيَ بِضَبّ مَحْنُوْذٍ، فَاَهْوَى اِلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ ص بِيَدِهِ، فَقَالَ بَعْضُ النّسْوَةِ اللاَّتِي فِي بَيْتِ مَيْمُوْنَةَ اَخْبِرُوْا رَسُوْلَ اللهِ ص بِمَا يُرِيْدُ اَنْ يَأْكُلَ، فَرَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَدَهُ، فَقُلْتُ اَحَرَامٌ هُوَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لَا، وَ لكِنَّهُ لَمْ يَكُنْ بِاَرْضِ قَوْمِي فَاَجِدُنِي اَعَافُهُ. قَالَ خَالِدٌ: فَاجْتَرَرْتُهُ فَاَكَلْتُهُ وَ رَسُوْلُ اللهِ ص يَنْظُرُ. مسلم 


Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, “Saya dan Khalid bin Walid bersama-sama dengan Rasulullah SAW datang ke rumah Maimunah, lalu ia hidangkan kepada kami daging dhabb yang telah dibakar, Rasulullah SAW lalu mengulurkan tangannya untuk mengambil daging tersebut, tiba-tiba sebagian dari wanita yang berada di rumah Maimunah berkata, “Beritahukanlah dulu kepada Rasulullah SAW hidangan yang akan beliau makan”. Karena itu Rasulullah SAW lalu menarik tangannya. Lantas saya bertanya, “Apakah daging tersebut haram wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Tidak, tetapi karena ia tidak ada di negeri kaumku, maka saya merasa jijik untuk memakannya”. Khalid berkata, “Lalu saya ambil daging tersebut dan saya makan, sedangkan Rasulullah SAW melihat”. [HR. Muslim juz 3, hal. 1543]



Kesimpulan:
- Dhabb berbeda dengan biawak. Sebenarnya kalau kita mau membuka kamus, kita akan dapati bahwa biawak dalam bahasa Arab disebut waral (الوَرَلُ), bukan dhabb (الضَّبّ)/ hewan mirip biawak.
- Dhabb merupakan hewan yang halal untuk dimakan meskipun ada sebagian ulama yang mengharamkannya, akan tetapi lebih kuat hujjah yang menghalalkan.
- Sedangkan biawak adalah hewan yang haram untuk dimakan dikarenakan: biawak merupakan hewan yang menjijikkan (khabits), biawak merupakan hewan buas, para ulama mutaqaddimin pun telah mengharamkan biawak, para ulama mutaakhirin dari kalangan Syafi’iyah dan Hanabilah telah menegaskan tentang kejelasan haramnya biawak. Wallahu a’lam bishshabwab.