Media Islam online untuk pemberitaan, syi'ar Islam, dakwah dan kajian.

Wednesday, December 31, 2014

Hukum Memakai Softlen Dan Bulu Mata Palsu

Softlen
Demi mempercantik diri, tidak jarang banyak wanita memakai aksesoris baik yang digunakan di luar ataupun di dalam tubuh demi tujuan kepuasan dirinya. Tidak cukup hanya dengan make up luar kadang mereka memakai susuk dan sebagainya agar terlihat cantik ketika dipandang. Berikut ini hukum memakai softlen dan bulu mata palsu yang sering banyak dipakai wanita disekeliling kita.
 
Hukum memakai softlen:
- Boleh jika untuk pengobatan     
- Sunnah jika untuk mempermudah dalam membaca Al-Quran     
- Wajib jika untuk menuntut ilmu wajib dalam catatan jika tidak menggunakannya dia tidak bias menuntut ilmu dan mampu memakainya 
- Makruh untuk tujuan bersenang-senang
- Haram untuk tujuan meniru orang kafir   

Bulu mata palsu
Hukum memakai bulu mata palsu: 
- Haram jika bulunya terbuat dari benda najis, seperti dari bulu binatang yang haram dimakan
- Haram juga jika dari bulu manusia    
- Haram jika mengandung unsur penipuan    
- Boleh jika terbuat dari benda suci seperti plastik dan merupakan tuntutan pekerjaan dan ia butuh dengan pekerjaan itu. Kebolehan memakai bulu mata palsu jika dari benda suci dan ada izin suami. 

Refernsi

-      Bujairimi ala al Minhaj

قوله ( كوصل المرأة ) مثلها الرجل سم وحاصله أن وصل المرأة شعرها بشعر نجس أو شعر آدمي حرام مطلقا سواء كان طاهرا أم نجسا من شعرها أو شعر غيرها بإذن الزوج أو السيد أم لا وأما وصلها بشعر طاهر من غير آدمي فإن أذن فيه الزوج أو السيد جاز وإلا فلا كما يؤخذ جميعه من م ر والشوبري وقوله من شعرها لأنه بانفصاله منها صار محترما تجب مواراته ع ش على م ر.

-  Busyrol Karim 

ووصل الشعر بشعر ادمي او نجس مطلقا و كذا بطاهر لم يأذن فيه حليل

“Dan haram menyambung rambut dengan rambut manusia, atau dengan najis semata-mata, dan demikian juga dengan yang suci tapi tak diizini oleh suaminya.”

- Hasyiah Jamal

(
قوله كوصل المرأة شعرها إلخ ) حاصل مسألة وصل الشعر أنه إن كان بنجس حرم مطلقا وإن كان بطاهر فإن كان من آدمي ولو من نفسها حرم مطلقا وإن كان من غير آدمي فيحرم بغير إذن الزوج ويجوز بإذنه ا هـ شيخنا .

- Syarhul Kabiir

أما شعر غير الادمى فينظر فيه الي حال المرأة ان لم يكن لها زوج ولا سيد فلا يجوز لها وصله للخبر ولانها تعرض نفسها للتهمة ولانها تغر الطالب وذكر الشيخ ابو حامد وطائفة انه يكره ولا يحرم والاول اظهر وبه قال القاضي ابن كج والاكثرون فان كان لها زوج أو سيد فلا يجوز لها الوصل بغير اذنه لانه تغرير له وتلبيس عليه وان وصلت باذنه فوجهان (احدهما) المنع ايضا لعموم الخبر (واقيسهما) واظهرهما الجواز كسائر وجوه الزينة المحببة الي الزوج وقال الشيخ أبو حامد ومتبعوه لا يحرم ولا يكره إذا كان لها زوج ولم يفرقوا بين أن ياذن أو لا ياذن

(
قوله كوصل المرأة شعرها إلخ ) حاصل مسألة وصل الشعر أنه إن كان بنجس حرم مطلقا وإن كان بطاهر فإن كان من آدمي ولو من نفسها حرم مطلقا وإن كان من غير آدمي فيحرم بغير إذن الزوج ويجوز بإذنه ا هـ شيخنا .

Sejarah Tahun Baru Masehi

Tiap kali menjelang malam pergantian tahun (Kalender Masehi), milyaran orang di penjuru dunia merayakannya. Tiupan terompet, pesta kembang api, hingar bingar pertunjukkan musik, pesta pora di hotel-hotel berbintang atau tempat wisata, hingga ucapan "Selamat Tahun Baru" atau "Happy New Year" berkumandang di mana-mana.

Tapi, tak banyak yang mengetahui sejarah di balik perayaan tahun baru masehi ini. Apa sebenarnya dasar penentuan perayaan tahun baru?

Sejarah Tahun Baru Masehi
 
Tahun baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskkitariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir.

Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.

Setiap perayaan tahun baru pada masa itu diadakan sebagai pemujaan bagi nama-nama dewa bangsa Romawi. Perayaan tahun baru Masehi juga merupakan bagian dari hari suci umat Kristiani, yang waktunya telah ditentukan oleh agama. Bagi orang-orang Kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa, tahun baru Masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa Almasih, sehingga agama Kristen disebut juga agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir disebut tahun sebelum Masehi, dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.

Saat ini, tahun baru 1 Januari telah dijadikan sebagai salah satu hari suci umat Kristen. Namun kenyataannya, tahun baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga Dunia.

Pada mulanya perayaan ini dirayakan baik oleh orang Yahudi yang dihitung sejak bulan baru pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun Romawi dimulai pada tanggal 1 Januari. Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi 1 Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal tersebut.

Perayaan Tahun Baru Zaman Dulu


Seperti kita ketahu, tradisi perayaan tahun baru di beberapa negara terkait dengan ritual keagamaan atau kepercayaan mereka yang tentu saja sangat bertentangan dengan Islam. Contohnya di Brazil. Pada tengah malam setiap tanggal 1 Januari, orang-orang Brazil berbondong-bondong menuju pantai dengan pakaian putih bersih. Mereka menaburkan bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai tanda penghormatan terhadap sang dewa Lemanja, Dewa laut yang terkenal dalam legenda negara Brazil.

Seperti halnya di Brazil, orang Romawi kuno pun saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Menurut sejarah, bulan Januari diambil dari nama dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang).

Sedangkan menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan New Year’s Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan kekurangan pangan selama setahun penuh. Bagi orang kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa, tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.

Pada tanggal 1 Januari orang-orang Amerika mengunjungi sanak-saudara dan teman-teman atau nonton televisi: Parade Bunga Tournament of Roses sebelum lomba futbol Amerika Rose Bowl dilangsungkan di Kalifornia; atau Orange Bowl di Florida; Cotton Bowl di Texas; atau Sugar Bowl di Lousiana. Di Amerika Serikat, kebanyakan perayaan dilakukan malam sebelum tahun baru, pada tanggal 31 Desember, di mana orang-orang pergi ke pesta atau menonton program televisi dari Times Square di jantung kota New York, di mana banyak orang berkumpul. Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang menerikkan “Selamat Tahun Baru” dan menyanyikan Auld Lang Syne. 

Bagi kita, orang Islam, merayakan tahun baru Masehi, tentu saja kuranglah tepat apalagi jika sampai terbawa arus kemaksiatan yang umumnya terjadi pada perayaan malam tersebut. Agama Islam punya tahun sendiri, yaitu Tahun Hijriyah yang harus kita ramaikan jika ada perayaan tahun baru sebagai syi'ar agama. Semoga Allah selalu melindungi dan menjaga kaum muslim di seluruh dunia. (berbagai sumber)

Tuesday, December 30, 2014

Shalatnya Dua Orang Yang Bukan Mahram

Fiqh Menjawab
Tidak dipungkiri banyak dijumpai perbuatan yang berkedok ibadah (akhirat) tidak bernilai pahala bahkan bisa berbuah dosa, juga sebaliknya tidak jarang aktivitas yang terlihat keduniawian tapi malah bernilai ibadah.

Sering terlihat pasangan muda-mudi yang pergi berdua padahal mereka belum terikat dalam hubungan yang halal. Jika mereka melakukan khalwat (berduaan di tempat sepi) sudah pastilah haram hukumnya meskipun yang dibincangkan masalah yang bernilai positif. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ

"Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya." (HR. Ahmad no. 15734)


Bagaimana jika yang dilakukan mereka berdua adalah shalat berjamaah? 

Shalat adalah aktivitas ibadah yang barangsiapa melakukannya maka akan mendapat pahala. Akan tetapi jika yang melaksanakan ibadah shalat tersebut ialah sepasang muda-mudi yang saling berjamaah dalam satu ruangan maka hukumnya berbeda dan diperinci sebagai berikut:
  1. Jika di tempat tersebut banyak lelaki lain, namun wanitanya hanya seorang saja maka hukumnya haram karena dikhawatirkan terjadi fitnah.
  2. Jika lelakinya hanya seorang dan wanitanya pun satu orang maka hukumnya adalah haram karena terjadinya khalwat (berduaan).
  3. Jika lelakinya seorang akan tetapi wanitanya banyak maka boleh asalkan wanitanya bisa dipercaya. (Asnal Mathalib juz 1 hlm 210)
ﺃﺳﻨﻰ ﺍﻟﻤﻄﺎﻟﺐ ﻓﻲ ﺷﺮﺡ ﺭﻭﺽ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ( /1 210) ﻱ َّﻭَﺍﻗْﺘِﺪَﺍﺅُﻫُﻦ ﺑِﺮَﺟُﻞٍ ﺛُﻢَّ ﺧُﻨْﺜَﻰ ﺃَﻓْﻀَﻞُ ﻣﻦ ﺍﻗْﺘِﺪَﺍﺋِﻬِﻦَّ ﺑِﺎﻟْﻤَﺮْﺃَﺓِ ﻟِﻤَﺰِﻳَّﺘِﻬِﻢَﺍ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭَﺫِﻛْﺮُ ﺍﻟْﺨُﻨْﺜَﻰ ﻣﻦ ﺯِﻳَﺎﺩَﺗِﻪِ ﻟَﻜِﻦَّ ﺧَﻠْﻮَﺓَ ﺍﻟْﺄَﺟْﻨَﺒِﻲِّ ﻭَﺇِﻥْ ﺗَﻌَﺪَّﺩَ ﻣﻦ ﺭَﺟُﻞٍ ﺃﻭ ﺧُﻨْﺜَﻰ ﺑﻬﺎ ﺃَﻱْ ﺑِﺎﻟْﻤَﺮْﺃَﺓِ ﺣَﺮَﺍﻡٌ ﻟِﺨَﻮْﻑِ ﺍﻟْﻔِﺘْﻨَﺔِ ﻧﻌﻢ ﺇﻥْ ﻭَﺟَﺪَﻫَﺎ ﻣُﻨْﻘَﻄِﻌَﺔً ﺑِﺒَﺮِّﻳَّﺔٍ ﺃﻭ ﻧَﺤْﻮِﻫَﺎ ﺟَﺎﺯَ ﻟﻪ ﻟِﻠﻀَّﺮُﻭﺭَﺓِ ﺍﺳْﺘِﺼْﺤَﺎﺑُﻬَﺎ ﺑَﻞْ ﻭَﺟَﺐَ ﻋﻠﻴﻪ ﺇﺫَﺍ ﺧَﺎﻑَ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻟﻮ ﺗَﺮَﻛَﻬَﺎ ﻟِﺨَﺒَﺮِ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﻓﻲ ﻗِﺼَّﺔِ ﺍﻟْﺈِﻓْﻚِ ﺫَﻛَﺮَﻩُ ﻓﻲ ﺍﻟْﻤَﺠْﻤُﻮﻉِ ﻭَﺧَﺮَﺝَ ﺑِﻘَﻮْﻝِ ﺍﻟْﻤُﺼَﻨِّﻒِ ﺑﻬﺎ ﺧَﻠْﻮَﺗُﻪُ ﺑِﻬِﻦَّ ﻓَﺠَﺎﺋِﺰٌ ﺇﺫَﺍ ﻛُﻦَّ ﺛِﻘَﺎﺕٍ ﻛﻤﺎ ﺳَﻴَﺄْﺗِﻲ ﻓﻲ ﺍﻟْﻌَﺪَﺩِ ﻓَﻌُﺪُﻭﻟُﻪُ ﻋﻦ ﻗَﻮْﻝِ ﺍﻟْﺄَﺻْﻞِ ﺑِﻬِﻦَّ ﺇﻟَﻰ ﺑﻬﺎ ﺣَﺴَﻦٌ

Meskipun aktivitas yang terlihat berupa ibadah akan tetapi nilai yang didapat hakikatnya bukanlah pahala melainkan bisa berakibat dosa karena pada saat tersebut keimanannya terlepas sehingga tidaklah mungkin maksiat bisa terjadi. Rasulullah saw. juga mengingatkan melalui hadisnya. Beliau bersabda, "Tidaklah seorang pezina itu berzina sedang ia dalam keadaan Mukmin. Tidaklah seorang peminum khamr itu meminum khamr sedang ia dalam keadaan Mukmin. Tidaklah seorang pencuri itu mencuri sedang ia dalam keadaan Mukmin. Dan tidaklah seorang perampok itu merampok dengan disaksikan oleh manusia sedang ia dalam keadaan Mukmin." (HR Bukhari [2475] dan Muslim [57]). 

Monday, December 29, 2014

Kriteria Suami Ideal

Seorang wanita manapun ketika berniat menjalin bahtera rumah tangga berkeinginan besar untuk mempunyai suami yang bisa menjadi imam baginya dan anak-anaknya kelak. Demi tujuan mulia tersebut, seyogyanya calon istri selalu berdoa dan berusaha menyeleksi kriteria laki-laki yang baik untuk dijadikan suaminya. Berikut ini beberapa kriteria suami ideal bagi para calon istri yang membutuhkan pertimbangan sebelum menikah:
  1. Sejak awal menunjukan kejujuran dan sikap terus terang.
  2. Yang dapat membahagiakan istri dengan cinta dan kasih sayang.
  3. Mampu dan mau memberikan hak-hak istri secara wajar sesuai kemampuan.
  4. Memuliakan dan menerima istri seutuhnya dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
  5. Mampu memberikan perlindungan sehingga istri merasa terayomi dan terlindungi.
  6. Bisa memberikan pendidikan, khususnya pendidikan agama, baik masalah akidah, syari’at, dan akhlak.
  7. Mampu memimpin rumah tangga dengan arif dan bijaksana.
  8. Mampu berbicara terhadap istrinya dengan pembicaraan yang bersifat membangun, membimbing dan ucapannya berpengaruh terhadap jiwa istri.
  9. Tidak bersikap cemburu buta, tidak mengumbar prasangka, dan tidak suka memata-matai istri secara berlebihan.
  10. Tampil di hadapan istri dengan penampilan bersih, rapi, dan berwibawa sehingga istri merasa bangga.
  11. Bisa menjaga kerahasiaan rumah tangga.
  12. Mengedepankan musyawarah dengan istri, khususnya dalam hal-hal yang akan dimanfaatkan oleh kedua pihak.
  13. Mau menerima kritikan dari istrinya.

Imam Shalat Orang Yang Fasiq

Para ulama ahli fiqih menetapkan bahwa orang yang adil (orang sholeh) lebih utama dijadikan sebagai imam sholat. Diantara dalil yang mendasarinya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihiu wasallam;
 
ﺇِﻥْ ﺳَﺮَّﻛُﻢْ ﺃَﻥْ ﺗُﻘْﺒَﻞَ ﺻَﻠَﺎﺗُﻜُﻢْ، ﻓَﻠْﻴَﺆُﻣَّﻜُﻢْ ﺧِﻴَﺎﺭُﻛُﻢْ ، ﻓَﺈِﻧَّﻬُﻢْ ﻭُﻓُﻮﺩُﻛُﻢْ ﻓِﻴﻤَﺎ ﺑَﻴْﻨَﻜُﻢْ ﻭَﺑَﻴْﻦَ ﺭَﺑِّﻜُﻢْ ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ 

 
 "Apabila kalian ingin merasa senang dengan diterimanya shalat kalian, maka hendaklah kalian memilih seorang imam yang terbaik diantara kalian, sebab para imam adalah perantara diantara kalian dan Tuhan kalian.” (Al-Mustadrok, no. 4981, Mu’jam Kabir, no. 777, Sunan Daruquthni, no.1882).

Dalam hadits diatas para imam sholat diistilahkan sebagai "Al- Wafd" yang makna aslinya adalah; sekelompok orang yang dipilih untuk menghadap para pembesar’, sebab para imam merupakan penyebab didapatkannya pahala sholat jama’ah bagi para makmum, dan semua itu tergantung dari keadaan imamnya. Karena itulah para ulama menetapkan bahwa orang fasiq dimakruhkan menjadi imam sholat jama’ah, begitu juga dimakruhkan bermakmum pada orang fasiq.

Hanya saja apabila tidak ada pilihan lain selain bermakmum pada orang fasiq, maka hukumnya tidak makruh dan shalatnya tetap sah.

Diantara dalilnya adalah satu hadits yang yang diriwayatkan Imam Syafi’i rahimahullah;
 
ﻋَﻦْ :ٍﻊِﻓﺎَﻧ ﺃَﻥَّ ﺍﺑْﻦَ ﻋُﻤَﺮَ ﺍﻋْﺘَﺰَﻝَ ﺑِﻤِﻨًﻰ ﻓِﻲ ﻗِﺘَﺎﻝِ ﺍﺑْﻦِ ﺍﻟﺰُّﺑَﻴْﺮِ، ﻭَﺍﻟْﺤَﺠَّﺎﺝُ ﺑِﻤِﻨًﻰ ﻓَﺼَﻠَّﻰ ﻣَﻊَ ﺍﻟْﺤَﺠَّﺎﺝِ

“Dari Nafi’, (ia menceritakan) bahwasanya Ibnu Umar memisahkan diri di Mina pada saat peperangan Ibnuz Zubair, kemudian beliau sholat bersama Al-Hajjaj.” (Musnad Syafi’i, no.323/297 dan Sunan Baihaqi, no.5301).

Imam Syafi’i berkata: “Cukuplah Al-Hajjaj (yang dikenal sebagai seorang pemimpin yang fasiq) sebagai contoh orang fasiq”.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan:
1. Bermakmum pada imam yang fasiq (banyak berbuat dosa) hukumnya makruh, jika masih ada pilihan lain.
2. Bermakmum kepada imam yang faiq tidak makruh apabila tidak ada pilihan lain.
3. Sholat jama’ah yang dikerjakan bersama imam yang fasiq hukumnya sah. 

1. Nihayatul Muhtaj & HasyiyahSyibromalsi Jilid: 2 Hal: 179-180
 
ﻭﺍﻟﻌﺪﻝ) ﻭﻟﻮ ﻗﻨﺎ ﻣﻔﻀﻮﻻ ( ﺃﻭﻟﻰ) ﺑﺎﻹﻣﺎﻣﺔ (ﻣﻦ ﺍﻟﻔﺎﺳﻖ) ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥﺣﺮﺍ ﻓﺎﺿﻼ ﻟﻌﺪﻡ ﺍﻟﻮﺛﻮﻕ ﺑﻪ ﻓﻲﺍﻟﻤﺤﺎﻓﻈﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺸﺮﻭﻁ ﻭﻟﺨﺒﺮﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﻭﻏﻴﺮﻩ « ﺇﻥ ﺳﺮﻛﻢ ﺃﻥ ﺗﻘﺒﻞ ﺻﻼﺗﻜﻢ ﻓﻠﻴﺆﻣﻜﻢ ﺧﻴﺎﺭﻛﻢ ، ﻓﺈﻧﻬﻢ ﻭﻓﺪﻛﻢ ﻓﻴﻤﺎ ﺑﻴﻨﻜﻢ ﻭﺑﻴﻦ ﺭﺑﻜﻢ » ،ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺻﺤﺖ ﻟﺨﺒﺮ ﺍﻟﺸﻴﺨﻴﻦ ﺃﻥ ﺍﺑﻦﻋﻤﺮ ﻛﺎﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺧﻠﻒ ﺍﻟﺤﺠﺎﺝ، ﻗﺎﻝﺍﻹﻣﺎﻡ :ﻲﻌﻓﺎﺸﻟﺍ ﻭﻛﻔﻰ ﺑﻪ.ﺎﻘﺳﺎﻓ ﻭﺗﻜﺮﻩ ﺧﻠﻔﻪ 
ﺇﻥ ﺳﺮﻛﻢ) ﺃﻱ ﺃﺭﺩﺗﻢ ﻣﺎﻳﺴﺮﻛﻢ (ﻓﺈﻧﻬﻢ ﻭﻓﺪﻛﻢ) ﺃﻱ ﺍﻟﻮﺍﺳﻄﺔ ﺑﻴﻨﻜﻢ ﻭﺑﻴﻦ .ﻢﻜﺑﺭﻭﻓﻲ ﺍﻟﻤﻮﺍﻫﺐ ﻗﺎﻝ :ﻱﻭﻮﻨﻟﺍﺍﻟﻮﻓﺪ ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﺍﻟﻤﺨﺘﺎﺭﺓ ﻟﻠﺘﻘﺪﻡﻓﻲ ﻟﻘﻲ ﺍﻟﻌﻈﻤﺎﺀ ﻭﺍﺣﺪﻫﻢ .ﺪﻓﺍﻭ.ﻰﻬﺘﻧﺍ ﻭﺫﻟﻚ؛ ﻷﻧﻪ ﺳﺒﺐ ﻓﻲﺣﺼﻮﻝ ﺛﻮﺍﺏ ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﻟﻠﻤﺄﻣﻮﻣﻴﻦ،ﻭﻫﺬﺍ ﻳﺘﻔﺎﻭﺕ ﺑﺘﻔﺎﻭﺕ ﺃﺣﻮﺍﻝ.ﺔﻤﺋﻷﺍ ﻭﻓﻲ ﺍﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﻭﻓﻲ ﻣﺮﺳﻞ « ﺻﻠﻮﺍ ﺧﻠﻒ ﻛﻞ ﺑﺮ ﻭﻓﺎﺟﺮ» ﻭﻳﻌﻀﺪﻩ ﻣﺎ ﺻﺢ ﺃﻥ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﻛﺎﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺇﻟﺦ (ﻭﺗﻜﺮﻩ ﺧﻠﻔﻪ)ﺃﻱ ﺍﻟﻔﺎﺳﻖ، ﻭﺇﺫﺍ ﻟﻢ ﺗﺤﺼﻞ ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﺇﻻ ﺑﺎﻟﻔﺎﺳﻖ ﻭﺍﻟﻤﺒﺘﺪﻉ ﻟﻢ ﻳﻜﺮﻩ ﺍﻻﺋﺘﻤﺎﻡ ﻃﺐ ﻡ ﺭ ﺍﻫـ ﺳﻢﻋﻠﻰ ﻣﻨﻬﺞ

Hakikat Ulang Tahun

Saat manusia merayakan ulang tahun akan kelahirannya yang sering terlihat dengan gegap gempita atau pesta pesta pora, sebenarnya saat itulah jatah umurnya berkurang setahun dari jumlah yang telah ditetapkan oleh Allah swt terhadapnya. Siapakah manusia itu? Dia adalah makhluk kecil yang berasal dari setetes nutfah, namun tidak sedikit darinya yang lupa akan kecilnya keberadaan mereka di alam jagat dengan masihnya membangkang dan menentang perintah-Nya. Sadar atau tidak, mau atau tidak mau bahkan suka atau tidak, sesungguhnya kita akan binasa atau hancur dan kembali kepada Alloh SWT, karena “Sesunggunya setiap segala sesuatu pasti akan hancur (binasa)." (QS Al-Qhasash : 88)

Bukankah kita sering mengharap dengan harapan yang berlebihan dan bertindak pula secara over hingga sering melupakan kewajiban utama manusia yaitu ibadah. Manusia terlalaikan dengan godaan yang membuatnya sibuk dan paranoid tentang kedudukan, status, jabatan, dan kehormatan di dunia yang belum pasti dan bersifat sesaat, sedangkan kita lupa sesuatu yang pasti dan kekal, yaitu mati. Pada dasarnya menikmati dunia, bersenang-senang itu dalam Islam sah-sah dan boleh-boleh saja, asalkan tidak berlebih-lebihan, tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada unsur mubadzir, tidak melampaui batas (isrof) atau bahkan menjurus kemaksiatan dan dosa naudzubillah. Alloh SWT mengingatkan kepada manusia “Dan makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS.
Al-‘Arof: 31)

Ulang tahun, adalah momen untuk muhasabah (intropeksi diri) bagi seseorang mengenai segala amal yang telah diperbuat selama ini, apakah amal perbuatan tersebut sudah sesuai dengan apa yang di perintahkan oleh Alloh swt ataukah malah sebaliknya? Rasulullah saw yang sangat sayang umatnya mengingatkan dalam sebuah hadit:

Dari Syaddan bin Aus ra. berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Orang yang cerdas itu adalah yang menghitung dirinya di dunia sebelum dihitung di hari kiamat. Dan yang bekerja untuk masa sesudah kematiannya. Dan orang yang lemah itu adalah yang mengikuti hawa nafsunya tapi berharap kepada Allah." Juga diriwayatkan bahwa Umar ra berkata, "Hitung-hitunglah dirimu sebelum kamu dihitung di hari kiamat."

 
Namun, sering kita jumpai hari di mana umur kita dikurangi dari tahun ke tahun bukan dipakai untuk bermuhasabah terhadap apa yang telah diperbuat malah justru digunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat bahkan sampai meninggalkan sholat dan maksiat.


Sudah menjadi pemahaman bersama bahwa segala macam tindakan yang kita lakukan sangat tergantung pada niatnya, innamal a’malu bin niyyat. Niat itu sendiri yang akan menentukan nilai kepada tindakan tersebut. Akankah tindakan itu akan bernilai ibadah ataukah hanya sekedar kegiatan semata yang tidak ada unsur 'ubudiyah sama sekali di dalamnya. Begitu pula dengan merayakan hari kelahiran maupun kegiatan lainnya.

Semoga di hari ulang tahun, kita semua bisa meresapi makna yang terkandung, selalu bersyukur atas limpahan rahmat, berterima kasih akan kesempatan menghirup udara di alam ini gratis, menikmati kesehatan jasmani dan ruhani tanpa harus membayarnya.

Masih pantaskah kenikmatan-kenikmatan itu semua jika kita selalu meminta lebih dariNya? 

Sunday, December 28, 2014

Balasan Bagi Yang Memuliakan Maulid Nabi

Sayyid Bakri Syatho’ Ad-Dimyathi dalam I'anahnya mengkisahkan sebuah hikayat akan seorang pemuda yang gemar memuliakan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw.
( وَحُكِيَ ) أَنَّهُ كَانَ فِيْ زَمَانِ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ هَارُوْنَ الرَّشِيْدِ شَابٌّ فِي الْبَصْرَةِ مُسْرِفٌ عَلَى نَفْسِهِ وَكَانَ أَهْلُ الْبَلَدِ يَنْظُرُوْنَ إِلَيْهِ بِعَيْنِ التَّحْقِيْرِ لِأَجْلِ أَفْعَالِهِ الْخَبِيْثَةِ غَيْرَ أَنَّهُ كَانَ إِذَا قَدِمَ شَهْرُ رَبِيْعِ الْأَوَّلِ غَسَلَ ثِيَابَهُ وَتَعَطَّرَ وَتَجَمَّلَ وَعَمِلَ وَلِيْمَةً وَاسْتَقْرَأَ فِيْهَا مَوْلِدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدَامَ عَلَى هَذَا الْحَالِ زَمَانًا طَوِيْلًا ثُمَّ لَمَّا مَاتَ سَمِعَ أَهْلُ الْبَلَدِ هَاتِفًا يَقُوْلُ اُحْضُرُوْا يَا أَهْلَ الْبَصْرَةِ وَاشْهَدُوْا جَنَازَةَ وَلِيٍّ مِنْ أَوْلِيَاءِ اللهِ فَإِنَّهُ عَزِيْزٌ عِنْدِيْ فَحَضَرَ أَهْلُ الْبَلَدِ جَنَازَتَهُ وَدَفَنُوْهُ فَرَأَوْهُ فِي الْمَنَامِ وَهُوَ يَرْفُلُ فِيْ حُلَلِ سُنْدُسٍ وَاِسْتَبْرَقٍ فَقِيْلَ لَهُ بِمَ نِلْتَ هَذِهِ الْفَضِيْلَةَ قَالَ بِتَعْظِيْمِ مَوْلِدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Diceritakan, pada zaman Amirul Mukminin Harun Ar-Rasyid ada seorang anak muda di kota Bashrah. Ia melewati batas dalam perbuatannya (ugal-ugalan), sehingga penduduk kota Bashrah menatapnya dengan pandangan merendahkan karena perbuatannya yang buruk, hanya saja jika setiap kali masuk bulan Rabiul Awal (maulud) ia selalu mencuci baju yang dikenakannya, memakai wewangian, berhias diri. Ia membuat walimah dan meminta agar dibacakan Maulid Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam. Begitulah yang ia lakukan setiap masuk bulan Rabiul Awal.

Kemudian ketika kematian menjemput anak muda tersebut, penduduk kota Bashrah mendengar suara tanpa rupa, berkata: “Wahai penduduk Bashrah, hadirilah dan saksikanlah jenazah wali diantara wali-wali Allah swt, karena dia menurutku adalah orang yang mulia”.

Maka penduduk kota Bashrah pun menghadiri jenazahnya dan menguburnya dengan baik. Kemudian mereka bermimpi bertemu dengan anak muda tersebut, dia berada di dalam kenikmatan besar, dia berpakaian sutera. Kemudian dia ditanyai “Dengan sebab apa engkau mendapat kehormatan ini semua?” dia menjawab, “Berkat mengagungkan kelahiran baginda Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam.” (I’anatuththalibin juz 3 halaman 365)
Sumber : Piss-Ktb

Saturday, December 27, 2014

Nasab dan Sabab

Orang yang hebat adalah orang yang tidak mengandalkan nasab, melainkan orang yang bisa membuktikan usaha dari diri sendiri. Tapi, akan lebih beruntung lagi seseorang yang juga terlahir dari nasab atau keturunan orang yang baik.

Banyak orang belajar ilmu (agama) tanpa berguru dengan orang yang mempunyai jalur keilmuan (sanad) yang jelas, cukup dengan memahami buku dan memanfaatkan teknologi canggih merasa sudah bisa pintar dengan sendirinya. Tapi, akan jauh lebih beruntung lagi orang yang mempunyai guru dengan sanad keilmuan yang jelas.

Firman Allah swt, “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu (dzuriyyah) mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” [QS. Ath Thuur : 21]

Orang-orang yang mempunyai banyak amal baik akan ditinggikan derajatnya dengan dimasukan ke surga. Anugerah Allah tidak berhenti sampai di situ, keturunan (dzuriyyah) dari mereka juga akan ikut menikmati hasilnya sebab perkumpulan (ijtima’) yang tercipta, walaupun belum beramal sebaik seperti amalan mereka. [Jalalain : 367]

Dzuriyyah bukan hanya bil-nasab tapi juga bil-sabab; berupa rasa cinta (mahabbah) lantaran hubungan seorang guru dengan seorang murid dalam proses belajar ilmu. Murid juga merupakan dzuriyyah dari gurunya. Ketika gurunya masuk surga, murid akan ikut merasakannya. [Showi 4 : 170] Di sinilah jalur keilmuan (sanad) seorang guru yang jelas sampai pada Rasulullah saw berperan penting dan kelak benar-benar akan bisa dirasakan di akhirat. Berbahagialah bagi yang ber-nasab dan ber-sabab.

Hukum Cairan Yang Keluar Dari Farji

Macam-macam cairan yang keluar dari farji (alat kelamin) baik laki-laki atau perempuan dapat diperinci sebagai berikut : 

1. Air Kencing.
Hukum cairan tersebut ialah najis dan membatalkan wudlu jika mengeluarkannya akan tetapi tidak mewajibkan mandi. 

2. Mani.
Mani adalah cairan putih yang keluar dengan muncrat-muncrat (mancur) disertai syahwat serta menyebabkan loyo atau lemas setelah keluar.
Ciri-ciri mani ada 3, yaitu :
- Keluarnya dengan muncrat-muncrat.
- Saat keluar terasa nikmat, walaupun tidak secara muncrat-muncrat.
- Jika basah baunya mirip adonan roti dan jika kering baunya seperti putihnya telur.
Jika didapatkan salah satu dari tiga ciri di atas, maka disebut mani. Hal ini berlaku pada laki-laki dan perempuan. Hukum cairan tersebut tidak najis (suci) akan tetapi mewajibkan mandi. (Kitab Bajuri juz 1 hal 107)

3. Madzi.
Madzi adalah cairan putih lembut dan licin yag keluar pada permulaan bergejolaknya syahwat. Istilah madzi untuk laki-laki, namun jika keluar dari perempuan dinamakan qudza. Hukumnya najis dan membatalkan wudhu tapi tidak wajib mandi.

4. Wadi.
Wadi adalah cairan putih keruh dan kental, keluar setelah melaksanakan kencing atau ketika mengangkat beban berat. Hukumnya seperti madzi yaitu najis dan membatalkan wudhu tapi tidak wajib mandi.

Kesimpulan :
- Jika cairan keluar mengandung salah satu ciri-ciri mani, maka dihukumi mani. Namun jika tidak ada dan keluarnya pada mulai gejolaknya syahwat atau sesudah syahwat, maka dihukumi madzi.
- Jika ragu yang keluar mani atau madzi ?, maka boleh memilih antara menjadikannya mani sehingga wajib mandi, atau menjadikannya madzi sehingga hukumnya najis, tidak wajib mandi namun batal wudhu’nya. Paling afdholnya menggabung keduanya yaitu mandi janabah dan menyucikan tempat yang terkena cairan tersebut.
- Wanita juga mengeluarkan mani dengan ciri-ciri sebagaimana di atas. Namun menurut imam Al-Ghozali, mani wanita hanya bercirikan keluar disertai syahwat (kenikmatan)

الفرق بين المني والمذي والودي :
المني : ماء أبيض يتدفق حال خروجه ويخرج بشهوة ويعقب خروجه فتور.
المذي : ماء أبيض رقيق لزج يخرج عند ثوران الشهوة بلا شهوة كاملة
الودي : ماء أبيض ثخين كدر يخرج بعد البول أو عند حمل شيئ ثقيل
الحكم عند خروج أحدها :
المني يوجب الغسل ولا ينقض الوضوء وهو طاهر
المذي والودي حكمهما كالبول فينقضان الوضوء وهما نجسان
علامة المني يجب الغسل إذا وجدت إحدى هذه العلامات ولا يشترط كلها والمرأة مثل الرجل في ذلك وهي ثلاثة :
1. التلذذ بخروجه أي يخرج بشهوة
2. التدفق أي يخرج على دفعات
3. الرائحة إذا كان رطبا كرائحة العجين أو الطلع ، وإذا كان جافا كرائحة بياض البيض
فليس من علامات المني كونه أبيضا أو يعقب خروجه فتور ولكن هذا على سبيل الغالب
كما قال صاحب صفوة الزبد

(Kitab At Taqrirat As Sadidah Al Masail Al Mufidah hal 115-116)

Yang Dilarang Saat Berhubungan Intim

Diperbolehkan bagi seorang suami untuk bersenang-senang (istimta') dengan istrinya dengan cara bagaimanapun dan gaya apapun sesuai dengan yang diinginkan keduanya. Dalam masalah hubungan badan yang tidak diperkenankan ialah melakukan hubungan intim melalui dubur (liwat).

Termasuk diperbolehkan bagi suami untuk menjilat atau menghisap kelentit/ klitoris (bidhr) istrinya (begitu juga sebaliknya), asalkan tidak dilakukan saat istri sedang haid. Namun tetap diusahakan agar tidak sampai menjilat madzi yang biasanya keluar saat istimta', karena madzi hukumnya najis. Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatho Ad-Dimyathi As-Syafi'i dalam kitabnya mengatakan:

وَقَال الْفَنَانِيُّ مِنَ الشَّافِعيَّةِ : يَجُوزُ لِلزَّوْجِ كُل تَمَتُّعٍ مِنْهَا بِمَا سِوَى حَلْقَةِ دُبُرِهَا ، وَلَوْ بِمَصِّ بَظْرِهَا

"Al Fanani dari golongan Syafi'iyyah berkata, 'Diperbolehkan bagi suami bersenang-senang dengan istrinya dengan anggota manapun kecuali melalui duburnya, walaupun dengan cara menghisap alat kelaminnya." (Kitab I'anatut Tholibin juz 3 hal 406)

Syair Terakhir Imam Syafi'i

Diriwayatkan dari Imam al-Muzanniy (murid terdekat Imam asy-Syafi’i), dia bertutur: “Aku membesuk asy-Syafi’i ketika beliau ditimpa sakit yang mengantarkannya pada ajal. Aku pun berkata padanya: ‘Bagaimana keadaanmu wahai guru?’


Beliau menjawab: ‘Keadaanku layaknya seseorang yang akan pergi meninggalkan dunia, yang segera akan berpisah dengan saudara, yang sejenak lagi akan meneguk gelas kematian, yang akan bertemu dengan buruknya amalku, yang akan menghadap Allah. Aku tak tahu, apakah ruhku akan terbang melayang menuju surga, hingga aku pantas mengucapkan selamat padanya, ataukah akan terlempar ke neraka, hingga aku berbelasungkawa atasnya (dengan harapan akan ampunan-Nya)’. Kemudian beliau menengadahkan wajah ke langit, seraya bersenandung:

 إلَيْكَ إلَهِ الْخَلْقِ أَرْفَعُ رَغْبَتِيْ         وَإنْ كُنْتُ يَاذَا الْمَنِّ وَالْجُوْدِ مُجْرِما

وَلَمَّا قَسَى قَلْبِيْ وَضَاقَتْ مَذَاهِبِيْ         جَعَلْتُ الرَّجَا مِنِّيْ لِعَفْوِكَ سُلَّمَا

تَعَـاظَمَنِيْ ذَنْبِيْ فَلَمَّـا قَرِنْتُهُ        بِعَفْوِكَ رَبِّيْ كَانَ عَفْوُكَ أَعْظَمَا

فَمَازَلْتَ ذَا عَفْوٍ عَنِ الذَّنْبِ لَمْ تَزَلْ      تَجُـوْدُ وَتَعْـفُ مِنَّةً وَتَكَـرُّمَا

فَلَوْلاَكَ (لَمْ يَنْجُ مِنْ) إِبْلِيْسَ عَابِـدٌ      فَكَيْفَ وَقَدْ أَغْوَى صَفِيَّكَ آدَمَا

فَإنْ تَعْفُ عَنِّيْ تَعْفُ عَنْ مُتَمَرِّدٍ      ظَلُوْمٍ غَشُوْمٍ مَايَزَايِلُ مَأْثَـمَـا

وَإنْ تَنْتَقِمْ مِنِّيْ فَلَسْتُ بِآيِسٍ      وَلَوْ أَدْخَلْتَ نَفْسِيْ بِجُرْمِيْ جَهَنَّمَا

فَجُرْمِيْ عَظِيْمٌ مِنْ قَدِيْمٍ وَحَادِثٍ         وَعَفْوُكَ يَاذَا الْعَفْوِ أَعْلَى وَأَجْسَمَا

“Hanya pada-Mu, wahai Tuhan segenap makhluk, aku tengadahkan hasratku
“Sekalipun aku, wahai Dzat Pemilik Anugrah, adalah seorang pendosa.
“Tatkala hatiku telah mengeras, dan jalan-jalanku telah menyempit
“Kujadikan harapanku terhadap ampunan-Mu sebagai tangga.
“Betapa besar dosaku, namun ketika kusandingkan dengan
“Ampunan-Mu wahai Rabb-ku, sungguh ampunan-Mu jauh lebih besar.
“Senantiasa Engkau Pemilik Ampunan atas dosa, terus menerus Engkau
“Menderma dan memaafkan (hamba-Mu) sebagai anugerah dan karunia.
“Jika bukan karena-Mu, niscaya tak ada seorang hamba pun yang kan selamat dari Iblis
“Betapa tidak, sungguh dia (Iblis) telah menggelincirkan Adam, kekasih-Mu.
“Jika Engkau memaafkanku, sungguh Engkau telah memaafkan seorang durjana
“yang teramat lalim dan aniaya, lagi senantiasa bergelimang dosa.
“Jikalau Engkau hendak menyiksaku, maka sungguh aku tak’kan pernah putus dari asa
“Kendatipun Engkau akan melemparku ke dalam Jahannam karena kejahatanku.
“Sungguh kejahatanku teramat besar sejak dulu hingga kini
“Namun maaf-Mu wahai Pemilik Ampunan, lebih tinggi lagi agung. 


Lihatlah gambaran rasa takut al-Imam asy-Syafi’i tatkala menghadapi maut. Dengan bekal samudera ilmu dan ibadah yang beliau miliki, masih saja beliau merasa kurang dalam menunaikan hak-hak Allah sebagai Rabb-nya, senantiasa beliau merasa diselimuti oleh dosa. Namun lihatlah bagaimana husnuzh-zhon beliau kepada al-Khaaliq, dengan menjadikan ampunan-Nya sebagai satu-satunya harapan dan sandaran.


Renungkan dan bandingkanlah dengan keadaan kita saat ini yang jauh dari ilmu dan amal namun amat percaya diri dan merasa aman dari siksaan. Ibnul Qayyim (wafat: 751-H) menulis dalam kitabnya al-Jawaabul Kaafi (hal. 40, Cet.-1, Daarul Ma’rifah – 1418):


وَاللَّهُ سُبْحَانَهُ وَصَفَ أَهْلَ السَّعَادَةِ بِالْإِحْسَانِ مَعَ الْخَوْفِ، وَوَصَفَ الْأَشْقِيَاءَ بِالْإِسَاءَةِ مَعَ الْأَمْنِ


“Allah subhaanahu wa ta’aala menyifatkan orang-orang yang berbahagia dengan sifat ihsan (beramal shaleh) yang disertai dengan al-khauf (ketakutan akan tertolaknya amal shaleh tersebut), sementara orang-orang yang celaka disifatkan oleh Allah dengan sifat isaa-ah (berbuat dosa) yang disertai dengan al-amn (rasa aman dari ‘adzab).”