Maulid Nabi Muhammad saw.
Posted by
Unknown
on
Monday, December 15, 2014
with
No comments
Kelahiran seseorang ke dunia merupakan sebuah nikmat yang tak
terhingga yang harus disyukuri. Sebagaimana Rasulullah saw mensyukuri
hari kelahirannya, dengan berpuasa. Dalam sebuah hadits disebutkan,
أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ
الْإِثْنَيْنِ فَقَالَ فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ
“Rasulullah
saw pernah ditanya mengenai puasa hari Senin. Beliau menjawab, ‘Pada
hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.” (HR. Muslim no. 1977)
Perayaan
maulid yang dilaksanakan umat Islam saat ini, walaupun berbeda tata
caranya dengan apa yang dilakukan Rasul, tetapi mempunyai makna yang
sama. Yakni bergembira dan bersyukur atas kelahiran Rasulullah saw,
sebagai sebuah nikmat yang amat besar bagi kita semua, umat manusia.
Perayaan maulid sebagaimana yang kita kenal saat ini biasanya diisi dengan membaca kisah kehidupan Nabi saw seperti al-Barzanji, ad-Dibai dan simthuth durar menghidangkan makanan, memperbanyak salawat, mau’idhoh hasanah
dan lain-lain. Dengan menjelajahi seluk beluk kehidupan Nabi saw banyak
hal yang dapat kita pelajari baik dari sisi kemanusiaan, sosial dan
keadilan. Karena beliaulah manusia terbaik dan teladan kita yang akan
membawa kita pada jalan kebahagiaan dunia akherat. Alloh swt berfirman,
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُوْ
اللهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا
"Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab : 21)
Imam
Jalaluddin as-Suyuthi mengatakan bahwa orang yang pertama kali
mengadakan perayaan maulid Nabi saw secara meriah adalah penguasa Irbil,
Raja Muzhaffar Abu Sa’id al-Kukbury bin Zainuddin Ali bin Buktikin
(wafat th 630 H), seorang raja yang mulia, luhur dan pemurah. Beliau
merayakan maulid Nabi saw yang mulia pada bulan Rabiul Awal dengan
perayaan yang meriah.
Hukum Merayakan Maulid Nabi saw
Hukumnya
adalah bid'ah hasanah. Sekitar lima abad yang lalu, Al Hafizh Ibnu
Hajar (wafat tahun 852 H) berkata, sebagaimana diterangkan oleh al
Hafizh As Suyuthi (wafat tahun 911 H) pernah menjawab polemik mengenai
perayaan maulid. Beliau menjelaskan:
وَ
قَدْ ظَهَرَ لِي تَخْرِيجُهَا عَلَى أَصْلٍ ثَابِتٍ وَهُوَ مَا ثَبَتَ
فِي الصَّحِيحَيْنِ مِنْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ { قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ يَصُومُونَ يَوْمَ
عَاشُورَاءَ فَسَأَلَهُمْ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ أَغْرَقَ اللَّهُ فِيهِ
فِرْعَوْنَ وَنَجَّى فِيهِ مُوسَى فَنَحْنُ نَصُومُهُ شُكْرًا للهِ
تَعَالَى }
"Telah jelas bagi saya, mengeluarkan
(mendasarkan) amaliyah maulid atas landasan yang kuat, yaitu hadits
dalam hadist shahihain (shahih Bukhari dan shahih Muslim) bahwa
Rasulullah datang ke Madinah, beliau menemukan orang Yahudi berpuasa
pada hari ‘Asyura, maka beliau bertanya kepada mereka, dan mereka
menjawab, “Itu hari dimana Allah menenggelamkan Firaun, menyelamatkan
Musa, kami berpuasa sebagai ungkapan syukur kepada Allah Ta’ala.” (Al Hawi lil-Fatawi juz I: 282)
“Perayaan
maulid Nabi, dimana orang-orang berkumpul, membaca Al Quran dan
kisah-kisah keteledanan Nabi saw semenjak kelahirannya sampai perjalanan
kehidupannya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmati bersama,
setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua
itu termasuk bid’ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala
karena mengagungkan derajat Nabi saw, menampakkan suka cita dan
kegembiraan atas kelahiran beliau yang mulia.” (Al Hawi lil-Fatawi juz I: 251-252)
Berikut riwayat Imam Muslim tentang berpuasa Asyura yang dilakukan oleh orang Yahudi:
أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَدِمَ الْمَدِينَةَ
فَوَجَدَ الْيَهُوْدَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَقَالَ لَهُمْ
رَسُوْلُ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - « مَا هَذَا
الْيَوْمُ الَّذِى تَصُومُونَهُ ». فَقَالُوْا هَذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ
أَنْجَى الهُْ فِيْهِ مُوْسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ
فَصَامَهُ مُوْسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُوْمُهُ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ
-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- « فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى
بِمُوْسَى مِنْكُمْ ». فَصَامَهُ رَسُوْلُ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ - وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.
"Sesungguhnya
Rasulullah tiba di Madinah mendapati kaum Yahudi berpuasa pada hari
Asyura. Maka Rasulullah bersabda: “Hari apakah ini sehingga kalian
berpuasa padanya?” Mereka menjawab: ”Ini adalah hari agung dimana Allah
menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun beserta
kaumnya, lalu Musa berpuasa pada hari itu sebagai ungkapan syukur
sehingga kamipun berpuasa.” Maka Rasulullah bersabda: ”Kami lebih
berhak atas Musa daripada kalian. Maka Rasulullah-pun berpuasa dan
menyuruh berpuasa hari Asyura.” (HR. Muslim)
Peringatan maulid juga sejalan dengan firman Alloh swt,
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا
"Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.” (QS. Yunus:58)
Hukum membaca al-Barzanji, ad-Diba’i dan Simthuth-Durar
وَقَدْ
وَرَدَ فِى الْأَثَرِ عَنْ سَيِّدِ الْبَشَرِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُ قَالَ مَنْ وَرَّخَ مُؤْمِنًا فَكَأَنَّمَا أَحْيَاهُ وَمَنْ
قَرَأَ تَارِيْخَهُ فَكَأَنَّمَا زَارَهُ فَقَدِ اسْتَوْجَبَ رِضْوَانَ
اللهِ فِى حُرُوْرِ الْجَنَّةِ
Tersebut dalam sebuah
atsar bahwa Rosululloh saw bersabda, “Siapa membuat (menyusun) cerita
sejarah orang mukmin (yang sudah meninggal) sama artinya menghidupkannya
kembali. Siapa membacakan sejarahnya seolah-olah ia sedang
mengunjunginya (menziarahinya). Siapa yang mengunjunginya, Alloh akan
memberinya surga.” (Bughyah al-Mustarsyidin: 97)
Berdiri ketika mahalul qiyam pada saat pembacaan maulid, juga disinggung oleh Imam Ibnu Hajar, "Selama
ini dinilai baik melakukan shalawat sambil berdiri sebagai penghormatan
terhadap Nabi. Hal tersebut berdasarkan pada pendapat Imam An-Nawawi
yang menganggap berdiri untuk menghormati seseorang yang punya keutamaan
adalah bagian dari amal sunnah jika dilakukan tidak untuk riya atau
pamer." (Al-Fatawa al-Haditsiyyah li Ibni Hajar hlm 125). File Dokumen Fiqh Menjawab
Categories:
Syariah
0 komentar :
Post a Comment