(Mungkin) Alibi Pacaran
Posted by
Unknown
on
Wednesday, December 17, 2014
with
No comments
Mungkin, alibi orang yang pacaran itu agar bisa saling mengetahui
karakter masing-masing, ngerti akan kelebihan dan kekurangan, tahu
seberapa besar rasa cinta dan sayang dari pasangannya dan masih banyak
lagi alasan yang dijadikan tedeng. Itu semua sebagai bahan pertimbangan sebelum nantinya mengikat
dengan sebuah tali pernikahan yang indah dan sah.
Kalau boleh
saya menilai, tujuan di atas sangatlah mulia dan mungkin sejalan
dengan pesan-pesan Rasulullah dalam hadis beliau:
Mencari karakter yang baik dari pasangan ?
Dalam hadis Rasul bersabda, "Wanita dinikahi karena empat perkara, yaitu
karena harta bendanya, kedudukannya,
kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang memiliki agama
(yang kuat agamanya) niscaya kamu beruntung."
Mencari pasangan yang mencintai dan menyayangi ?
Nabi pernah bersabda, "Nikahilah perempuan yang subur (al walud) dan penyayang (al wadud), sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat."
Bagaimana caranya ?
Dalam sebuah hadis dikatakan, "Nabi saw pernah bertanya kepada seseorang yang akan menikahi seorang wanita: "Apakah engkau telah melihatnya?" Ia menjawab: "Belum." Beliau bersabda: "Pergi dan lihatlah dia." (dalam batas-batas dan tujuan serta waktu yang diperbolehkan).
Ketika petani menghendaki hasil panen yang baik dan selamat, pastilah proses yang akan dilakukannya butuh pemikiran, strategi, dan langkah yang baik pula, serta diperbolehkan oleh ajaran agama. Begitu juga dengan nikah, butuh proses untuk sebuah tujuan.
Jadi, bukanlah masalah pembahasan suatu hubungan (status) dengan (kata) pacaran, ta'arufan (yang mungkin dikira lebih Islami), atau diganti dengan istilah-istilah lain yang mungkin lebih wah seperti, Backstreet, HTS (Hubungan Tanpa Status), TTM (Teman Tapi Mesra), LDR (Long Distance Relationship) dan sebagainya. Itu semua tidak ada ajaran dalam syari'at, bahkan merupakan larangan agama.
Tapi, tujuan dan proses secara agamalah yang harus dipikirkan dan dijalankan demi mendapatkan hakikat dan tujuan nikah yang luhur.
Nabi pernah bersabda, "Nikahilah perempuan yang subur (al walud) dan penyayang (al wadud), sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat."
Bagaimana caranya ?
Dalam sebuah hadis dikatakan, "Nabi saw pernah bertanya kepada seseorang yang akan menikahi seorang wanita: "Apakah engkau telah melihatnya?" Ia menjawab: "Belum." Beliau bersabda: "Pergi dan lihatlah dia." (dalam batas-batas dan tujuan serta waktu yang diperbolehkan).
Ketika petani menghendaki hasil panen yang baik dan selamat, pastilah proses yang akan dilakukannya butuh pemikiran, strategi, dan langkah yang baik pula, serta diperbolehkan oleh ajaran agama. Begitu juga dengan nikah, butuh proses untuk sebuah tujuan.
Jadi, bukanlah masalah pembahasan suatu hubungan (status) dengan (kata) pacaran, ta'arufan (yang mungkin dikira lebih Islami), atau diganti dengan istilah-istilah lain yang mungkin lebih wah seperti, Backstreet, HTS (Hubungan Tanpa Status), TTM (Teman Tapi Mesra), LDR (Long Distance Relationship) dan sebagainya. Itu semua tidak ada ajaran dalam syari'at, bahkan merupakan larangan agama.
Tapi, tujuan dan proses secara agamalah yang harus dipikirkan dan dijalankan demi mendapatkan hakikat dan tujuan nikah yang luhur.
Categories:
Tausyiyah
0 komentar :
Post a Comment