Syair Terakhir Imam Syafi'i
Posted by
Unknown
on
Saturday, December 27, 2014
with
No comments
Diriwayatkan dari Imam al-Muzanniy (murid terdekat Imam asy-Syafi’i), dia bertutur: “Aku
membesuk asy-Syafi’i ketika beliau ditimpa sakit yang mengantarkannya
pada ajal. Aku pun berkata padanya: ‘Bagaimana keadaanmu wahai guru?’
Beliau menjawab: ‘Keadaanku layaknya seseorang yang akan pergi
meninggalkan dunia, yang segera akan berpisah dengan saudara, yang
sejenak lagi akan meneguk gelas kematian, yang akan bertemu dengan
buruknya amalku, yang akan menghadap Allah. Aku tak tahu, apakah ruhku
akan terbang melayang menuju surga, hingga aku pantas mengucapkan
selamat padanya, ataukah akan terlempar ke neraka, hingga aku
berbelasungkawa atasnya (dengan harapan akan ampunan-Nya)’. Kemudian beliau menengadahkan wajah ke langit, seraya bersenandung:
إلَيْكَ إلَهِ الْخَلْقِ أَرْفَعُ رَغْبَتِيْ وَإنْ كُنْتُ يَاذَا الْمَنِّ وَالْجُوْدِ مُجْرِما
وَلَمَّا قَسَى قَلْبِيْ وَضَاقَتْ مَذَاهِبِيْ جَعَلْتُ الرَّجَا مِنِّيْ لِعَفْوِكَ سُلَّمَا
تَعَـاظَمَنِيْ ذَنْبِيْ فَلَمَّـا قَرِنْتُهُ بِعَفْوِكَ رَبِّيْ كَانَ عَفْوُكَ أَعْظَمَا
فَمَازَلْتَ ذَا عَفْوٍ عَنِ الذَّنْبِ لَمْ تَزَلْ تَجُـوْدُ وَتَعْـفُ مِنَّةً وَتَكَـرُّمَا
فَلَوْلاَكَ (لَمْ يَنْجُ مِنْ) إِبْلِيْسَ عَابِـدٌ فَكَيْفَ وَقَدْ أَغْوَى صَفِيَّكَ آدَمَا
فَإنْ تَعْفُ عَنِّيْ تَعْفُ عَنْ مُتَمَرِّدٍ ظَلُوْمٍ غَشُوْمٍ مَايَزَايِلُ مَأْثَـمَـا
وَإنْ تَنْتَقِمْ مِنِّيْ فَلَسْتُ بِآيِسٍ وَلَوْ أَدْخَلْتَ نَفْسِيْ بِجُرْمِيْ جَهَنَّمَا
فَجُرْمِيْ عَظِيْمٌ مِنْ قَدِيْمٍ وَحَادِثٍ وَعَفْوُكَ يَاذَا الْعَفْوِ أَعْلَى وَأَجْسَمَا
وَلَمَّا قَسَى قَلْبِيْ وَضَاقَتْ مَذَاهِبِيْ جَعَلْتُ الرَّجَا مِنِّيْ لِعَفْوِكَ سُلَّمَا
تَعَـاظَمَنِيْ ذَنْبِيْ فَلَمَّـا قَرِنْتُهُ بِعَفْوِكَ رَبِّيْ كَانَ عَفْوُكَ أَعْظَمَا
فَمَازَلْتَ ذَا عَفْوٍ عَنِ الذَّنْبِ لَمْ تَزَلْ تَجُـوْدُ وَتَعْـفُ مِنَّةً وَتَكَـرُّمَا
فَلَوْلاَكَ (لَمْ يَنْجُ مِنْ) إِبْلِيْسَ عَابِـدٌ فَكَيْفَ وَقَدْ أَغْوَى صَفِيَّكَ آدَمَا
فَإنْ تَعْفُ عَنِّيْ تَعْفُ عَنْ مُتَمَرِّدٍ ظَلُوْمٍ غَشُوْمٍ مَايَزَايِلُ مَأْثَـمَـا
وَإنْ تَنْتَقِمْ مِنِّيْ فَلَسْتُ بِآيِسٍ وَلَوْ أَدْخَلْتَ نَفْسِيْ بِجُرْمِيْ جَهَنَّمَا
فَجُرْمِيْ عَظِيْمٌ مِنْ قَدِيْمٍ وَحَادِثٍ وَعَفْوُكَ يَاذَا الْعَفْوِ أَعْلَى وَأَجْسَمَا
“Hanya pada-Mu, wahai Tuhan segenap makhluk, aku tengadahkan hasratku
“Sekalipun aku, wahai Dzat Pemilik Anugrah, adalah seorang pendosa.
“Tatkala hatiku telah mengeras, dan jalan-jalanku telah menyempit
“Kujadikan harapanku terhadap ampunan-Mu sebagai tangga.
“Betapa besar dosaku, namun ketika kusandingkan dengan
“Ampunan-Mu wahai Rabb-ku, sungguh ampunan-Mu jauh lebih besar.
“Senantiasa Engkau Pemilik Ampunan atas dosa, terus menerus Engkau
“Menderma dan memaafkan (hamba-Mu) sebagai anugerah dan karunia.
“Jika bukan karena-Mu, niscaya tak ada seorang hamba pun yang kan selamat dari Iblis
“Betapa tidak, sungguh dia (Iblis) telah menggelincirkan Adam, kekasih-Mu.
“Jika Engkau memaafkanku, sungguh Engkau telah memaafkan seorang durjana
“yang teramat lalim dan aniaya, lagi senantiasa bergelimang dosa.
“Jikalau Engkau hendak menyiksaku, maka sungguh aku tak’kan pernah putus dari asa
“Kendatipun Engkau akan melemparku ke dalam Jahannam karena kejahatanku.
“Sungguh kejahatanku teramat besar sejak dulu hingga kini
“Namun maaf-Mu wahai Pemilik Ampunan, lebih tinggi lagi agung.
Lihatlah gambaran rasa takut al-Imam asy-Syafi’i tatkala menghadapi
maut. Dengan bekal samudera ilmu dan ibadah yang beliau miliki, masih
saja beliau merasa kurang dalam menunaikan hak-hak Allah sebagai
Rabb-nya, senantiasa beliau merasa diselimuti oleh dosa. Namun lihatlah
bagaimana husnuzh-zhon beliau kepada al-Khaaliq, dengan menjadikan ampunan-Nya sebagai satu-satunya harapan dan sandaran.
Renungkan dan bandingkanlah dengan keadaan kita saat ini yang jauh
dari ilmu dan amal namun amat percaya diri dan merasa aman dari siksaan.
Ibnul Qayyim (wafat: 751-H) menulis dalam kitabnya al-Jawaabul Kaafi (hal. 40, Cet.-1, Daarul Ma’rifah – 1418):
وَاللَّهُ سُبْحَانَهُ وَصَفَ أَهْلَ السَّعَادَةِ
بِالْإِحْسَانِ مَعَ الْخَوْفِ، وَوَصَفَ الْأَشْقِيَاءَ بِالْإِسَاءَةِ
مَعَ الْأَمْنِ
“Allah subhaanahu wa ta’aala menyifatkan orang-orang yang
berbahagia dengan sifat ihsan (beramal shaleh) yang disertai dengan
al-khauf (ketakutan akan tertolaknya amal shaleh tersebut), sementara
orang-orang yang celaka disifatkan oleh Allah dengan sifat isaa-ah
(berbuat dosa) yang disertai dengan al-amn (rasa aman dari ‘adzab).”
Video : http://youtu.be/Ihn9nYz9DhM
Categories:
Hikmah
0 komentar :
Post a Comment