Kawin Kontrak (Nikah Mut'ah)
Posted by
Unknown
on
Monday, December 15, 2014
with
No comments
Nikah mut’ah atau kawin kontrak ialah perkawinan antara seorang
lelaki dan wanita dengan maskawin tertentu untuk jangka waktu terbatas
yang berakhir dengan habisnya masa tersebut, dimana suami tidak
berkewajiban memberikan nafkah, dan tempat tinggal kepada istri, serta
tidak menimbulkan pewarisan antara keduanya.
Ada 6 perbedaan prinsip antara nikah mut’ah dan nikah sunni (syar’i):
- Nikah mut’ah dibatasi oleh waktu, nikah sunni tidak dibatasi oleh waktu.
- Nikah mut’ah berakhir dengan habisnya waktu yang ditentukan dalam akad atau fasakh, sedangkan nikah sunni berakhir dengan talaq atau meninggal dunia
- Nikah mut’ah tidak berakibat saling mewarisi antara suami istri, nikah sunni menimbulkan pewarisan antara keduanya.
- Nikah mut’ah tidak membatasi jumlah istri, nikah sunni dibatasi dengan jumlah istri hingga maksimal 4 orang.
- Nikah mut’ah dapat dilaksanakan tanpa wali dan saksi, nikah sunni harus dilaksanakan dengan wali dan saksi.
- Nikah mut’ah tidak mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri, nikah sunni mewajibkan suami memberikan nafkah kepada istri.
Dalil-Dalil Haramnya Nikah Mut’ah
- Hadis Rasulullah
Hadis-hadis yang menjelaskan larangan tersebut banyak dijumpai, antara lain di kitab Bulughul Marom hal 214-215
َوَعَنْ
سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ رضي الله عنه قَالَ رَخَّصَ رَسُولُ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَامَ أَوْطَاسٍ فِي اَلْمُتْعَةِ , ثَلَاثَةَ
أَيَّامٍ , ثُمَّ نَهَى عَنْهَا
Dari Salamah Ibnu
Al-Akwa' berkata: "Rasulullah saw pernah memberi kelonggaran untuk
nikah mut'ah selama tiga hari pada tahun Authas (tahun penaklukan kota
Mekkah), kemudian bleiau melarangnya." (HR. Muslim)
وَعَنْ عَلَيٍّ رضي الله عنه قَالَ نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ اَلْمُتْعَةِ عَامَ خَيْبَرَ
Dari Ali ra berkata: "Rasulullah saw melarang nikah mut'ah pada waktu perang khaibar." (HR. Bukhori Muslim)
َوَعَنْهُ
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهى عَنْ
مُتْعَةِ النِّسَاءِ وَعَنْ أَكْلِ الْحُمُرِ اْلأَهْلِيَّةِ يَوْمَ
خَيْبَرَ اخرجه السبعة إلا أبا داود
Dari Ali
Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah saw melarang menikahi perempuan
dengan mut'ah dan memakan keledai negeri pada waktu perang khaibar."
(Riwayat Imam Tujuh kecuali Abu Dawud)
َوَعَنْ
رَبِيْعِ ابْنِ سَبُرَةَ عَنْ أَبِيْهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( إِنِّى كُنْتُ
أَذِنْتُ لَكُمْ فِى اْلإِسْتِمْتَاعِ مِنَ النِّسَاءِ وَإِنَّ اللهَ قَدْ
حَرَّمَ ذَالِكَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ فَمَنْ كَانَ عِنْدَهُ
مِنْهُنَّ شَيْئٌ فَلْيُحَلِّ سَبِيْلَهَا وَلاَ تَأْخُذُوْا مِمَّا
أتَيْتُمُوْاهُنَّ شَيْئًا) أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ وَأَبُوْا دَاوُدَ
وَالنَّسَائِىُّ وَابْنُ مَاجَهُ وَأَحْمَدُ وَابْنُ حِبَّانَ
Dari
Rabi' Ibnu Saburah, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
saw bersabda: "Aku dahulu telah mengizinkan kalian menikahi perempuan
dengan mut'ah dan sesungguhnya Allah telah mengharamkan cara itu hingga
hari kiamat. maka barangsiapa yang masih mempunyai istri dari hasil
nikah mut'ah, hendaknya ia membebaskannya dan jangan mengambil apapun
yang telah kamu berikan padanya." (Riwayat Muslim, Abu Dawud, Nasa'i,
Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnu Hibban)
- Pendapat Para Ulama
Berdasarkan hadits-hadits tersebut diatas, para ulama berpendapat sebagai berikut:
•
Dari Madzhab Hanafi, Imam Syamsuddin Al-Sarkhasi (wafat 490 H) dalam
kitabnya Al-Mabsuth (V/152) mengatakan: “Nikah mut’ah ini bathil menurut
madzhab kami. Demikian pula Imam Ala Al Din Al-Kasani (wafat 587 H)
dalam kitabnya Bada’i Al-Sana’i fi Tartib Al-Syara’i (II/272)
mengatakan, “Tidak boleh nikah yang bersifat sementara, yaitu nikah
mut’ah”
• Dari Madzhab Maliki, Imam Ibnu Rusyd (wafat
595 H) dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid
(IV/325 s.d 334) mengatakan, “hadits-hadits yang mengharamkan nikah
mut’ah mencapai peringkat mutawatir” Sementara itu Imam Malik bin Anas
(wafat 179 H) dalam kitabnya Al-Mudawanah Al-Kubra (II/130) mengatakan,
“Apabila seorang lelaki menikahi wanita dengan dibatasi waktu, maka
nikahnya batil.”
• Dari Madzhab Syafi’, Imam Syafi’i
(wafat 204 H) dalam kitabnya Al-Umm (V/85) mengatakan, “Nikah mut’ah
yang dilarang itu adalah semua nikah yang dibatasi dengan waktu, baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang, seperti ucapan seorang
lelaki kepada seorang perempuan, aku nikahi kamu selama satu hari,
sepuluh hari atau satu bulan.” Sementara itu Imam Nawawi (wafat 676 H)
dalam kitabnya Al-Majmu’ (XVII/356) mengatakan, “Nikah mut’ah tidak
diperbolehkan, karena pernikahan itu pada dasarnya adalah suatu aqad
yang bersifat mutlaq, maka tidak sah apabila dibatasi dengan waktu.”
Dalam kitab I'anatutholibin juz 3 hal 121-122 juga disebutkan
(
و ) لا مع ( تأقيت ) للنكاح بمدة معلومة أو مجهولة فيفسد لصحة النهي عن
نكاح المتعة وهو المؤقت ولو بألف سنة وليس منه ما لو قال زوجتكها مدة حياتك
أو حياتها لأنه مقتضى العقد بل يبقى أثره بعد الموت ويلزمه في نكاح
المتعة المهر والنسب والعدة ويسقط الحد إن عقد بولي وشاهدين فإن عقد بينه
وبين المرأة وجب الحمد إن وطىء وحيث وجب الحد لم يثبت المهر ولا ما بعده. (
والحاصل ) إن نكاح المتعة كان مباحا ثم نسخ يوم خيبر ثم أبيح يوم الفتح
ثم نسخ في أيام الفتح واستمر تحريمه إلى يوم القيامة
"Tidak
sah nikah dengan membatasi waktu yang ditentukan atau tidak ditentukan,
maka hukum nikahnya rusak dan tidak sah. Hal ini karena ada larangan
dari nikah mut'ah; yaitu pernikahan dengan dibatasi waktu walaupun
semisal dibatasi waktu 1000 tahun..."
• Dari Madzhab
Hambali, Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H) dalam kitabnya Al-Mughni
(X/46) mengatakan, “Nikah Mut’ah ini adalah nikah yang bathil.” Ibnu
Qudamah juga menukil pendapat Imam Ahmad bin Hambal (wafat 242 H) yang
menegaskan bahwa nikah mut’ah adalah haram.
Salah satu golongan yang melegalkan atau memperbolehkan nikah mut'ah adalah Syi'ah, maka berhati-hatilah dengan ajakannya. Wallahu a'lam bish showwab.
File Dokumen Fiqh Menjawab
Categories:
Syariah
0 komentar :
Post a Comment