Mengucapkan Selamat Natal
Posted by
Unknown
on
Monday, December 15, 2014
with
No comments
Marry Chrismast. Tanggal 25 Desember merupakan moment hari
raya bagi Umat Kristen, yang menurut keyakinan mereka tanggal tersebut
adalah hari kelahiran Nabi Isa Al Masih.
Sikap kita
sebagai seorang muslim yang hidup berdampingan dengan agama-agama lain
demi terciptanya toleransi atau kerukunan diantara sesama adalah:
-
Tetap berkeyakinan bahwa Isa Al Masih bukanlah Tuhan melainkan salah
satu Nabi utusan Allah yang wajib kita imani. Ketika kita meyakini Nabi
Isa adalah Tuhan seperti keyakinan mereka, maka kita dihukumi kufur. Dan
keyakinan kita orang yang disalib itu bukanlah Nabi Isa melainkan orang
lain yang telah diserupakan mirip dengannya oleh Allah. Firman Allah
swt
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا
Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi." (QS. Maryam : 30)
وَبِكُفْرِهِمْ
وَقَوْلِهِمْ عَلَى مَرْيَمَ بُهْتَانًا عَظِيمًا وَقَوْلِهِمْ إِنَّا
قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا
قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ
اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلا
اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا
"Dan
karena kekafiran mereka (terhadap Isa), dan tuduhan mereka terhadap
Maryam dengan kedustaan besar (zina), dan karena ucapan mereka:
"Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul
Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya,
tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan 'Isa bagi
mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang
(pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh
itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu,
kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa
yang mereka bunuh itu adalah Isa." (QS. An Nisa : 156-157)
لَقَدْ
كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي
وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ
عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ
أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang
yang berkata: "Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam", padahal
Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku
dan Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan)
Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya
ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong
pun.” (QS. Al Maidah : 72)
لَقَدْ
كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلاثَةٍ وَمَا مِنْ
إِلَهٍ إِلا إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنْ لَمْ يَنْتَهُوا عَمَّا يَقُولُونَ
لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya
kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari
yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka
katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa
siksaan yang pedih.” (QS. Al Maidah : 73)
-
Toleransi antar umat beragama sebenarnya "tidak harus" dengan
mengucapkan selamat natal atau ikut menghadiri perayaan. Sikap dan
tingkah laku sehari-hari secara islami yang penuh dengan kasih saying
terhadap sesama sudah sangat mencerminkan toleransi.
Hukum Muslim Mengucapkan Natal
(مسألة
: ي) : حاصل ما ذكره العلماء في التزيي بزي الكفار أنه إما أن يتزيا بزيهم
ميلاً إلى دينهم وقاصداً التشبه بهم في شعائر الكفر ، أو يمشي معهم إلى
متعبداتهم فيكفر بذلك فيهما ، وإما أن لا يقصد كذلك بل يقصد التشبه بهم في
شعائر العيد أو التوصل إلى معاملة جائزة معهم فيأثم ، وإما أن يتفق له من
غير قصد فيكره كشد الرداء في الصلاة.
(Kitab Bughyah al-Mustarsyidiin juz I hlm 528)
فالحاصل
أنه إن فعل ذلك بقصد التشبه بهم في شعار الكفر كفر قطعاً أو في شعار العيد
مع قطع النظر عن الكفر لم يكفر، ولكنه يأثم وإن لم يقصد التشبه بهم أصلاً
ورأساً فلا شيء عليه
Kesimpulannya adalah :
1.
Bila perbuatan tersebut dilakukan karena adanya rasa senang, dengan
tujuan meniru mereka dalam rangka (ikut serta) syiar atas kekufuran
mereka maka hukumnya kufur secara pasti.
2. Bila bertujuan ikut meramaikan hari rayanya orang kafir (tanpa memandang kekufuran mereka) hukumnya berdosa.
3. Bila tidak bertujuan seperti tersebut di atas maka hukumnya makruh.
(Kitab Fataawy Ibni Hajar Al Haytamy juz VI hlm 153)
Walaupun pendapat di atas bisa jadi pegangan, tapi ada beberapa pertimbangan yang perlu dipikirkan lagi;
Pertama,
ucapan selamat biasanya diucapkan ketika seseorang bersuka cita atau
menerima kesenangan yang dibenarkan dalam agama seperti ketika hari raya
idul fitri, kelahiran anak, pernikahan dan lain-lain. Hal ini seperti
kita baca dalam kitab Wushul al-Amani fi Ushul al-Tahani, karya al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi, dalam himpunan kitabnya al-Hawi lil-Fatawi juz 1.
Kedua,
ucapan selamat juga diucapkan ketika seseorang bersuka cita karena
menerima kenikmatan atau terhindar dari malapetaka, seperti dikemukakan
oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitabnya, Juz’ fi al-Tahni’ah bil-A’yad. Dalam konteks ini beliau berkata:
يستدل لعموم التهنئة لما يحدث من النعم او يندفع من النقم سجود الشكر لمن يقول به وهو الجمهور ومشروعية التعزية لمن أصيب بالإخوان
"Keumuman
ucapan selamat terhadap kenikmatan yang terjadi atau malapetaka yang
terhindar menjadi dalil sujud syukur bagi orang yang berpendapat
demikian, yaitu mayoritas ulama dan dianjurkannya bertakziyah bagi
orang-orang yang ditimpa malapetaka.” (Al-Hafizh Ibnu Hajar, Juz’ fi
al-Tahni’ah fil-‘Id, hal. 46).
Ketiga, para
ulama menganggap hari raya non Muslim, bukan termasuk hari raya yang
baik dan mendatangkan kebaikan bagi umat Islam. Dalam konteks ini
al-Hafizh Jalaluddin al-Suyuthi berkata dalam kitabnya al-Amru bil-Ittiba’ wa al-Nahyu ‘anin al-Ibtida’ hal 141sebagai berikut:
ومن
البدع والمنكرات مشابهة الكفار وموافقتهم في أعيادهم ومواسمهم الملعونة
كما يفعله كثير من جهلة المسلمين من مشاركة النصارى وموافقتهم فيما يفعلونه
في خميس البيض الذي هو اكبر اعياد النصارى
Berdasarkan
pertimbangan tersebut, maka selayaknya ucapan selamat natal dihukumi
hsuatu larangan dan harus dihindari oleh umat Islam. Dalam konteks ini,
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah al-Hanbali berkata:
وأما
التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق مثل أن يهنئهم بأعيادهم
وصومهم فيقول عيد مبارك عليك أو تهنأ بهذا العيد ونحوه فهذا إن سلم قائله
من الكفر فهو من المحرمات وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب بل ذلك أعظم
إثما عند الله وأشد مقتا من التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس وارتكاب الفرج
الحرام ونحوه ... وإن بلي الرجل بذلك فتعاطاه دفعا لشر يتوقعه منهم فمشى
إليهم ولم يقل إلا خيرا ودعا لهم بالتوفيق والتسديد فلا بأس بذلك وبالله
التوفيق
"Adapun ucapan selamat dengan simbol-simbol
yang khusus dengan kekufuran maka adalah haram berdasarkan kesepakatan
ulama, seperti mengucapkan selamat kepada kafir dzimmi dengan hari raya
dan puasa mereka. Misalnya ia mengatakan, hari raya berkah buat Anda,
atau Anda selamat dengan hari raya ini dan sesamanya. Ini jika yang
mengucapkan selamat dari kekufuran, maka termasuk perbuatan haram.
Ucapan tersebut sama dengan ucapan selamat dengan bersujud kepada salib.
Bahkan demikian ini lebih agung dosanya menurut Allah dan lebih
dimurkai daripada ucapan selamat atas minum khamr, membunuh seseorang,
perbuatan zina yang haram dan sesamanya. .. Apabila seseorang memang
diuji dengan demikian, lalu melakukannya agar terhindar dari keburukan
yang dikhawatirkan dari mereka, lalu ia datang kepada mereka dan tidak
mengucapkan kecuali kata-kata baik dan mendoakan mereka agar memperoleh
taufiq dan jalan benar, maka hal itu tidak lah apa-apa.” (Ibnu Qayyimil
Jauziyyah, Ahkam Ahl al-Dzimmah, juz 1 hal. 442).
Dari
berbagai perbedaan diantara para Ulama dalam masalah ini, dan demi
kehati-hatian serta agar tidak menimbulkan persepsi negatif, maka tidaklah usah mengucapkannya.
Hukum Muslim Masuk ke Gereja
Hukumnya diperinci atau ditafsil:
-
Boleh apabila kedatangannya sebatas melihat tanpa ada perasaan senang
terhadap mereka atau agamanya atau munkarat-munkarat yang lain.
- Haram bahkan bisa menjadi kufur apabila kedatangannya disertai perasaan seperti di atas.
واعلم
أن كون المؤمن موالياً للكافر يحتمل ثلاثة أوجه أحدها : أن يكون راضياً
بكفره ويتولاه لأجله ، وهذا ممنوع منه لأن كل من فعل ذلك كان مصوباً له في
ذلك الدين ، وتصويب الكفر كفر والرضا بالكفر كفر ، فيستحيل أن يبقى مؤمناً
مع كونه بهذه الصفة . وثانيها : المعاشرة الجميلة في الدنيا بحسب الظاهر ،
وذلك غير ممنوع منه . والقسم الثالث : وهو كالمتوسط بين القسمين الأولين هو
أن موالاة الكفار بمعنى الركون إليهم والمعونة ، والمظاهرة ، والنصرة إما
بسبب القرابة ، أو بسبب المحبة مع اعتقاد أن دينه باطل فهذا لا يوجب الكفر
إلا أنه منهي عنه ، لأن الموالاة بهذا المعنى قد تجره إلى استحسان طريقته
والرضا بدينه ، وذلك يخرجه عن الإسلام
"Ketahuilah bahwa orang mukmin menjalin sebuah ikatan (toleransi) dengan orang kafir berkisar pada tiga hal. Pertama,
ia rela atas kekufurannya dan menjalin ikatan karena faktor tersebut.
Hal ini dilarang karena kerelaan terhadap kekufuran merupakan bentuk
kekufuran tersendiri.
Kedua, interaksi sosial yang baik dalam kehidupan di dunia sebatas dzahirnya saja.
Ketiga,
tolong-menolong yang disebabkan jalinan kekerabatan atau karena
kesenangan, disertai sebuah keyakinan bahwa agama kekafirannya adalah
agama yang tidak benar. Hal tersebut tidak menjerumuskan seorang mukmin
pada kekafiran, tetapi ia tidak diperbolehkan (menjalin ikatan di atas).
Sebab jalinan yang semacam ini (nomer 3) terkadang memberi pengaruh
untuk memuluskan jalan kekafiran dan kerelaan terhadapnya. Dan faktor
inilah yang dapat mengeluarkannya dari Islam”.
(Kitab Tafsir Nawawi juz 1 hlm 94, Tafsir Razi juz 8 hlm 10-11)
Al-Imam Abu al-Qasim Hibatullah al-Thabari al-Syafi’i, seorang ulama fiqih madzhab Syafi’i berkata:
قال
أبو القاسم هبة الله بن الحسن بن منصور الطبري الفقيه الشافعي ولا يجوز
للمسلمين أن يحضروا أعيادهم لأنهم على منكر وزور وإذا خالط أهل المعروف أهل
المنكر بغير الإنكار عليهم كانوا كالراضين به المؤثرين له فنخشى من نزول
سخط الله على جماعتهم فيعم الجميع نعوذ بالله من سخطه
Telah
berkata Abu al-Qasim Hibatullah bin al-Hasan bin Manshur al-Thabari,
seorang faqih bermadzhab Syafi’i: "Kaum Muslimin tidak boleh (haram)
menghadiri hari raya non Muslim, karena mereka melakukan kemunkaran dan
kebohongan. Apabila orang baik bercampur dengan orang yang melakukan
kemungkaran, tanpa melakukan keingkaran kepada mereka, maka berarti
mereka rela dan memilih (mendahulukan) kemungkaran tersebut, maka
dikhawatirkan turunnya kemurkaan Allah atas jamaah mereka (non-Muslim)
lalu menimpa seluruhnya, kita berlindung dari murka Allah."
Demi kehati-hatian dan agar tidak menimbulkan persepsi negatif, maka janganlah melakukannya.
File Dokumen Fiqh Menjawab
Categories:
Syariah
0 komentar :
Post a Comment