Media Islam online untuk pemberitaan, syi'ar Islam, dakwah dan kajian.

Tuesday, March 25, 2014

Hukum Facebook

Berikut ini adalah salah satu hasil bahtsul masail diniyyah atau pembahasan masalah keagamaan oleh Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-Jawa Timur di Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadiat Lirboyo Kediri 20-21 Mei 2009 lalu. Beberapa media massa sempat memberitakan bahwa forum ini mengharamkan Facebook, sebuah jaringan komunikasi dunia maya. Ternyata tidak sesederhana itu.

Dewasa ini, perubahan yang paling ngetop dengan terciptanya fasilitas komunikasi ini adalah tren hubungan muda-mudi (ajnabi) via HP yang begitu akrab, dekat dan bahkan over intim. Dengan fasilitas audio call, video call, SMS, 3G, Chatting, Friendster, Facebook, Twitter, dan lain-lain. Jarak ruang dan waktu yang tadinya menjadi rintangan terjalinnya keakraban dan kedekatan hubungan lawan jenis nyaris hilang dengan hubungan via HP.

Lebih dari itu, nilai kesopanan dan keluguan seseorang bahkan ketabuan sekalipun akan sangat mudah ditawar menjadi suasana fair dan vulgar tanpa batas dalam hubungan ini. Tren hubungan via HP ini barangkali dimanfaatkan sebagai media menjalin hubungan lawan jenis untuk sekedar "main-main" atau justru lebih ekstrim dari itu. Sedangkan bagi mereka yang sudah mengidap "syndrome usia," hubungan lawan jenis via HP sangat efektif untuk dimanfaatkan sebagai media PDKT (pendekatan) untuk menjajaki atau mengenali karakteristik kepribadian seseorang yang dihasrati yang pada gilirannya akan ia pilih sebagai pasangan hidup atau hanya berhenti pada hubungan sahabat.

Pertanyaan pertama:

Bagaimana hukum PDKT via HP (telpon, SMS, 3G, chatting, friendster, facebook, dan lain-lain) dengan lawan jenis dalam rangka mencari jodoh yang paling ideal atau untuk penjajakan dan pengenalan lebih intim tentang karakteristik kepribadian seseorang yang diminati untuk dijadikan pasangan hidup, baik sebelum atau pasca khitbah (pertunangan)?

Jawaban:

Komunikasi via HP pada dasarnya sama dengan komunikasi secara langsung. Hukum komunikasi dengan lawan jenis tidak diperbolehkan kecuali ada hajat seperti dalam rangka khitbah, muamalah, dan lain sebagainya.

Mengenai pengenalan karakter dan penjajakan lebih jauh terhadap lawan jenis seperti dalam deskipsi tidak dapat dikategorikan hajat karena belum ada ‘azm (keinginan kuat untuk menikahi orang tertentu). Sedang hubungan via 3G juga tidak diperbolehkan bila menimbulkan syahwat atau fitnah.

(Kitab-kitab rujukan: Bariqah Mahmudiyyah juz. IV hal. 7, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah juz. I hal. 12763,  Ihya ‘Ulumiddin juz III hal. 99, Hasyiyah al-Jamal juz. IV hal. 120, Is’adur Rafiq juz II hal. 105, Al-Fiqhul Islamy juz. IX  hal. 6292, I’anatut Thalibin juz. III hal. 301, Qulyuby ‘Umairah juz. III hal. 209, I’anatut Thalibin juz. III hal. 260, Al-Fatawi al-Fiqhiyyah al-Kubra juz. I hal. 203, Tausyih ‘ala ibn Qosim hal.197)

Pertanyaan kedua:

Mempertimbangkan ekses negatif yang ditimbulkan, kontak via HP (telpon, SMS, 3G, chatting, Friendster, facebook, dan lain-lain) dengan ajnaby (bukan muhrim), bisakah dikategorikan atau semakna dengan khalwah (mojok) jika dilakukan di tempat-tempat tertutup?

Jawaban:

Kontak via HP atau sejenisnya sebagaimana dalam deskripsi di atas yang dapat menimbulkan syahwat atau fitnah tidak dapat dikategorikan khalwah namun hukumnya haram jika tanpa hajat yang memperbolehkannya.

(Beberapa kitab yang dirujuk: Hasyiyah Al-Jamal juz. IV hal. 125, Al-Qamus al-Fiqhy juz. I hal. 122, Bughyatul  Mustarsyidin hal. 200, Asnal Mathalib juz. IV hal. 179, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah juz. IXX hal. 267, Hasyiyah Al-Jamal juz IV hal. 467, Al-Fatawi al-Fiqhiyyah al-Kubra juz. IV hal. 107-107, Hasyiyah Jamal juz. IV hal. 121, Is’adur Rafiq juz II hal. 93, dan Hasyiyah Al-Jamal juz. IV hal. 121 I’anatut Thalibin juz III hal. 301, Qulyuby ‘Umairah juz III hal. 209)

حاشية القليوبي وعميرة ج : 3 ص : 210
والنظر بشهوة حرام قطعا لكل منظور إليه من محرم وغيره , غير زوجته وأمته والتعرض له هنا بعض المسائل ليس للاختصاص بل لحكمة تظهر بالتأمل . (والنظر بشهوة حرام قطعا ) هو مفهوم كلام المصنف قبله الذي هو محل الخلاف , ومراد الشارح بذلك دفع ما يقال تقييدا لمصنف بعدم الشهوة لا محل له لأن الحرمة معها أيضا , وحاصل الدفع أن الحرمة مع الشهوة معلومة لا تحتاج إلى تنبيه , والتعرض لها ليس لأجل اعتبار مفهوم , وإنما هو لأجل حكمة تتوقف على التأمل , والمراد بكل منظور إليه مما هو محل الشهوة لا نحو بهيمة وجدار قاله شيخنا الزيادي ولم يوافقه بعض مشايخنا , وجعله شاملا حتى للجماد وفيه نظر ظاهر , وكلام الشارح ظاهر في الأول فتأمله اهـ .

إعانة الطالبين - (ج 3 / ص 263)
وضابط الشهوة كما في الإحياء إن كل من تأثر بجمال صورة الأمرد بحيث يظهر من نفسه الفرق بينه وبين الملتجي فهو لا يحل له النظر ولو انتفت الشهوة وخيف الفتنة حرم النظر أيضا  قال ابن الصلاح وليس المعنى بخوف الفتنة غلبة الظن بوقوعها بل يكفي أن لا يكون ذلك نادرا  وما ذكره من تقييد الحرمة بكونه بشهوة هو ما عليه الرافعي والمعتمد ما عليه النووي من حرمة النظر إليه مطلقا سواء كان بشهوة أو خوف فتنة أم لا
 
إحياء علوم الدين ومعه تخريج الحافظ العراقي - (3 / 338)
وتحصيل مظنة المعصية معصية ونعني بالمظنة ما يتعرض الإنسان به لوقوع المعصية غالبا بحيث لا يقدر على الانكفاف عنها فإذا هو على التحقيق حسبة على معصية راهنة لا على معصية منتظرة الركن

File Dokumen Fiqh Menjawab

Adab Berhubungan Badan (Jimak)

Salah satu ibadah bagi pasangan suami istri adalah melakukan hubungan badan. Dalam salah satu hadis disebutkan,


وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ بِسْمِ اَللَّهِ اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا اَلشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ اَلشَّيْطَانُ أَبَدًا.  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Seandainya salah seorang di antara kamu ingin menggauli istrinya lalu membaca doa (artinya: Dengan nama Allah, Ya Allah jauhkanlah setan dari kami dan jauhkanlah setan dari apa yang engkau anugerahkan pada kami), maka jika ditakdirkan dari pertemuan keduanya itu menghasilkan anak, setan tidak akan mengganggunya selamanya." (HR. Bukhari Muslim)

Prof. Dr. Wahbah Zuhaili dalam kitabnya menjelaskan bahwa kesunnahan-kesunnahan dalam berhubungan badan sangat banyak, diantaranya adalah:
  1. Disunnah membaca basmalah sebelum melakukan.
  2. Membaca surat al-ikhlas terlebih dahulu.
  3. Membaca takbir “allahu akbar”.
  4. Membaca tahlil “laa ilaaha illallah
  5. Membaca “bismillah al-‘aliyyi al-‘adzim, allahummaj’alhaa dzurriyyatan thoyyibah in kunta qodarta an takhruja dzalika min shulbi” yang artinya, “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Luhur dan Maha Agung, ya Allah jadikanlah ia keturunan yang baik jika engkau menentukan keluar keturunan dari tulang rusukku” dan membaca “allahumma jannibni as- syaithon wa jannibi as-syaithon maa rozaqtanii” yang artinya “ya Allah jauhkanlah setan dariku, dan jauhkan setan kepada apa yang telah engkau berikan rizki kepadaku”.
  6. Tidak membelakangi kiblat.
  7. Tidak menghadap kea rah kiblat.
  8. Menutupi dirinya dan istrinya dengan penutup atau semisal selimut dan tidak telanjang karena hal ini hukumnya makruh.
  9. Memulainya dengan bermain-main dan berpelukan serta berciuman.
  10. Jika suami sudah mencapai puncaknya syahwat maka hendaknya menunggu istri mencapai puncak syahwatnya, karena puncak syahwat dari perempuan biasanya lebih akhir.
  11. Dimakruhkan terlalu banyak berbicara ketika melakukan bersetubuh.
  12. Melakukan hubungan badan dalam waktu empat hari sekali kecuali jika istri dalam keadaan haidl atau udzur.
  13. Jika istri dalam keadaan haid dan suami ingin bersenang- senang dengan sang istri, maka hendaknya si istri memakai penutup antara pusar sampai lutut.
  14. Jika ingin bersetubuh untuk kesekian kalinya maka hendaknya membasuh kemaluannya dan berwudlu terlebih dahulu, karena dengan wudlu akan menambah semangat dan lebih menjaga kebersihan.
  15. Tidak ada dalil atau keterangan hadist tentang ketentuan bersetubuh pada malam-malam tertentu, seperti malam Senin atau malam Jum’at, akan tetapi sebagian ulama ada yang mensunnahkannya pada malam Jum’at.
  16. Bagi penganti yang melakukan hubungan pada  malam pertama di sunnahkan bagi suami memegang rambut bagian depan kepala istrinya dan berdo’a “allahumma inni as’aluka min khoirihaa wa khoiri maa jabaltuhaa alaih, wa a’ udzu bika min syarrihaa wa syarri maa jabaltuhaa ilaih.” yang artinya, “ya Allah saya memohon kepadamu dari kebaikannya dan kebaikan yang aku ambil darinya, dan aku berlindung kepadaMu dari kejelekannya dan kejelekan yang aku ambil darinya”. (al Fiqh al Islami wa Adilatuhu)
 ﺁﺩﺍﺏ ﺍﻟﺠﻤﺎﻉ
ﻟﻠﺠﻤﺎﻉ ﺁﺩﺍﺏ ﻛﺜﻴﺮﺓ ﺛﺎﺑﺘﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺍﻟﻨﺒﻮﻳﺔ ﻣﻨﻬﺎ ﻣﺎﻳﺄﺗﻲ ﺗﺴﺘﺤﺐ ﺍﻟﺘﺴﻤﻴﺔ ﻗﺒﻠﻪ ، ﻭﻳﻘﺮﺃ ﻗﻞ ﻫﻮ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﺣﺪ  ﻭﻳﻜﺒﺮ ، ﻭﻳﻬﻠﻞ ، ﻭﻳﻘﻮﻝ ﻭﻟﻮ ﻣﻊ ﺍﻟﻴﺄﺱ ﻋﻦ ﺍﻟﻮﻟﺪ: » ﺑﺎﺳﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻌﻠﻲ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ ، ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺍﺟﻌﻠﻬﺎ ﺫﺭﻳﺔ ﻃﻴﺒﺔ ، ﺇﻥ ﻛﻨﺖ ﻗﺪﺭﺕ ﺃﻥ ﺗﺨﺮﺝ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺻﻠﺒﻲ « » ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺟﻨِّﺒﻨﻲ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ، ﻭﺟﻨﺐ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ﻣﺎ ﺭﺯﻗﺘﻨﻲ « ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺑﻮ ﺩﺍﻭﺩ . ﻭﻳﻨﺤﺮﻑ ﻋﻦ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ، ﻭﻻﻳﺴﺘﻘﺒﻞ ﺍﻟﻘﺒﻠﺔ ﺑﺎﻟﻮﻗﺎﻉ ، ﺇﻛﺮﺍﻣﺎً ﻟﻠﻘﺒﻠﺔ . ﻭﺃﻥ ﻳﺘﻐﻄﻰ ﻧﻔﺴﻪ ﻫﻮ ﻭﺃﻫﻠﻪ ﺑﻐﻄﺎﺀ ، ﻭﺃﻻ ﻳﻜﻮﻧﺎ ﻣﺘﺠﺮﺩﻳﻦ ﻓﺬﻟﻚ ﻣﻜﺮﻭﻩ ﻛﻤﺎ ﺳﻴﺄﺗﻲ . ﻭﺃﻥ ﻳﺒﺪﺃ ﺑﺎﻟﻤﻼﻋﺒﺔ ﻭﺍﻟﻀﻢ ﻭﺍﻟﺘﻘﺒﻴﻞ . ﻭﺇﺫﺍ ﻗﻀﻰ ﻭﻃﺮﻩ ، ﻓﻠﻴﺘﻤﻬﻞ ﻟﺘﻘﻀﻲ ﻭﻃﺮﻫﺎ ، ﻓﺈﻥ ﺇﻧﺰﺍﻟﻬﺎ ﺭﺑﻤﺎ ﺗﺄﺧﺮ . ﻭﻳﻜﺮﻩ ﺍﻹﻛﺜﺎﺭ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﺣﺎﻝ ﺍﻟﺠﻤﺎﻉ ، ﻭﻻﻳﺨﻠﻴﻬﺎ ﻋﻦ ﺍﻟﺠﻤﺎﻉ ﻛﻞ ﺃﺭﺑﻊ ﻟﻴﺎﻝ ﻣﺮﺓ ﺑﻼ ﻋﺬﺭ . ﻭﺗﺄﺗﺰﺭ ﺍﻟﺤﺎﺋﺾ ﺑﺈﺯﺍﺭ ﻣﺎﺑﻴﻦ ﺍﻟﺴﺮﺓ ﻭﺍﻟﺮﻛﺒﺔ ﺇﺫﺍ ﺃﺭﺍﺩ ﺍﻻﺳﺘﻤﺘﺎﻉ ﺑﻬﺎ . ﻭﻣﻦ ﺃﺭﺍﺩ ﺃﻥ ﻳﺠﺎﻣﻊ ﻣﺮﺓ ﺛﺎﻧﻴﺔ ، ﻓﻠﻴﻐﺴﻞ ﻓﺮﺟﻪ ، ﻭﻳﺘﻮﺿﺄ؛ ﻷﻥ ﺍﻟﻮﺿﻮﺀ ﻳﺰﻳﺪ ﻧﺸﺎﻃﺎً ﻭﻧﻈﺎﻓﺔ . ﻭﻟﻴﺲ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺍﺳﺘﺤﺒﺎﺏ ﺍﻟﺠﻤﺎﻉ ﻓﻲ ﻟﻴﺎﻝ ﻣﻌﻴﻨﺔ ﻛﺎﻻﺛﻨﻴﻦ ﺃﻭ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ ، ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻣﻦ ﺍﺳﺘﺤﺐ ﺍﻟﺠﻤﺎﻉ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺠﻤﻌﺔ . ﻭﻳﻜﺮﻩ ﺍﻟﻮﻁﺀ ﻭﻫﻤﺎ ﻣﺘﺠﺮﺩﺍﻥ . ﻟﻤﺎ ﺭﻭﻯ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﻋﻦ ﻋﺘﺒﺔ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﻝ : »ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﺇﺫﺍ ﺃﺗﻰ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﺃﻫﻠﻪ ﻓﻠﻴﺴﺘﺘﺮ ، ﻭﻻ ﻳﺘﺠﺮﺩﺍﻥ ﺗﺠﺮﺩ ﺍﻟﻌَﻴْﺮﻳﻦ « ﻭﺍﻟﻌَﻴْﺮ: ﺣﻤﺎﺭ ﺍﻟﻮﺣﺶ ، ﺷﺒﻬﻬﻤﺎ ﺑﻪ ﺗﻨﻔﻴﺮﺍً ﻋﻦ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﺤﺎﻟﺔ . ﻭﻳﻜﺮﻩ ﺗﺤﺪﺛﻬﻤﺎ ﺑﻤﺎ ﺟﺮﻯ ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ، ﻭﺣﺮﻣﻪ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻟﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺇﻓﺸﺎﺀ ﺍﻟﺴﺮ ، ﻭﻫﻮ ﺣﺮﺍﻡ . ﻭﻣﻦ ﺍﻵﺩﺍﺏ ﺃﻻ ﻳﺤﻠﻖ ﺷﻌﺮﻩ ، ﻭﻻ ﻳﻘﻠﻢ ﺃﻇﻔﺎﺭﻩ ، ﻭﻻ ﻳﺨﺮﺝ ﺩﻣﺎً ، ﻭﻫﻮ ﺟﻨﺐ . ﻭﻳﺴﺘﺤﺐ ﻓﻲ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﻟﺰﻓﺎﻑ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺠﻤﺎﻉ ﺃﻥ ﻳﺄﺧﺬ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺑﻨﺎﺻﻴﺔ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻭﻳﻘﻮﻝ: »ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺇﻧﻲ ﺃﺳﺄﻟﻚ ﻣﻦ ﺧﻴﺮﻫﺎ ﻭﺧﻴﺮ ﻣﺎ ﺟﺒﻠﺘﻬﺎ ﻋﻠﻴﻪ ، ﻭﺃﻋﻮﺫ ﺑﻚ ﻣﻦ ﺷﺮﻫﺎ ﻭﺷﺮ ﻣﺎ ﺟﺒﻠﺘﻬﺎ ﻋﻠﻴﻪ

File Dokumen Fiqh Menjawab

Wanita Haid Masuk Masjid

Seorang wanita yang sedang mengalami haid atau seorang yang junub diharamkan baginya untuk masuk ke dalam masjid, akan tetapi jika hanya sekedar lewat di dalamnya dan tidak khawatir akan menetesnya darah haid maka hukumnya boleh tapi makruh.

واما المكث فحرام عليهما ومثله التردد لقوله صلى الله عليه وسلم لا احل المسجد لحائض ولا لجنب رواه ابو داود

"Adapun berdiam diri di masjid maka haram bagi keduanya (orang haid dan junub), seperti halnya haram berdiam diri yaitu mondar-mandir di dalam masjid, hal ini karena ada hadis Nabi saw. 'Tidak dihalalkan masjid bagi orang yg haid dan orang yg junub.' [HR. Abu Dawud]." (al Bajuri juz 1 hlm 114-115)

Tentang keharaman orang junub atau orang haid berdiam diri di masjid menurut pendapat madzhab:

- Menurut Madzhab Syafii (al Bajuri juz 1 hlm 114-115, al Iqna' juz 1 hlm 101):

وقوله الخمس دخول المسجد) ولو بمجرد العبور لغلط حدثها وبهذا فارقت الجنب حيث لم يحرم فى حقه مجرد العبور وأما المكث فحرام عليهما ومثله التردد لقوله صلى الله عليه وسلم لا أحل المسجد لحائض ولا لجنب رواه أبو داود عن عائشة ومن المسجد سطحه ورحبته وروشنه وخرج به غيره كالربط والمدارس والخانقاه وهي معبد الصوفية فلا يحرم دخولها إلا إن نجستها بالفعل وأما ملك الغير فيجوز تنجيسه بما جرت به العادة كتربية دجاج ونحوه بخلاف تنجيسه بما لم تجر به العادة (قوله للحائض)إلا حاجة اليه لأن الكلام فى الحائض لكنه صرح به للإيضاح وليشعر بمخالفتها للخنب فى مجرد الدخول كما علمت (قوله إن خافت تلويثه) بالمثلثة لا بالنون لأنها متى خافت التلويث حرم عليه الدخول وإن لم يوجد التلويث لقلة الدم والمراد بالخوف ما يشمل التوهم فإن لم تخف تلويثه بل أمنته لم يحرم بل يكره لها حينئذ وهو خلاف الأولى للجنب إلا لعذر فيهما فتنتفي الكراهة لها وكونها خلاف الأولى للجنب للعذر ومثلها كل ذي نجاسة فإن خاف التلويث المسجد حرم وإلا كره إلا لحاجة

الإقناع للشربيني - (ج 1 / ص 101)( و ) الخامس ( دخول المسجد ) بمكث أو تردد لقوله تعالى { لا تقربوا الصلاة وأنتم سكارى حتى تعلموا ما تقولون ولا جنبا إلا عابري سبيل حتى تغتسلوا } قال ابن عباس وغيره أي لا تقربوا مواضع الصلاة لأنه ليس فيها عبور سبيل بل في مواضعها وهو المسجد ونظيره قوله تعالى { لهدمت صوامع وبيع وصلوات } ولقوله صلى الله عليه وسلم لا أحل المسجد لحائض ولا لجنب رواه أبو داود عن عائشة رضي الله تعالى عنها وخرج بالمكث والتردد العبور للآية المذكورة إذا لم تخف الحائض تلويثه وخرج بالمسجد المدارس والربط ومصلى العيد ونحو ذلك

- Menurut Madzhab Maliki (adz Dzahirah juz 1 hlm 314):

الذخيرة - (ج 1 / ص 314) الرابع قال في الكتاب لا يجوز عبوره ولبثه في المسجد

- Menurut Madzhab Hanafi (al Muhith al Burhany juz 1 hlm 81):

المحيط البرهاني للإمام برهان الدين ابن مازة - (ج 1 / ص 81) ومنها دخول المسجد وإنها ثابتة بالسنّة عندنا وهو قوله عليه السلام: «إني لا أحل المسجد لجنب ولا حائض». وعند الشافعي بالكتاب وهو قوله تعالى: {ولا جنباً إلا عابري سبيل} (النساء: 43) حتى يجوز له الدخول في المسجد عنده على سبيل العبور دون القعود.وعندنا لا يجوز له الدخول في المسجد أصلاً لا للعبور ولا للقعود لأنه لا فصل في السنة

- Menurut Madzhab Hanbali (Manar as Sabil juz 1 hlm 57):

منار السبيل - (ج 1 / ص 57) [واللبث في المسجد] لقوله صلى الله عليه وسلم: "لا أحل المسجد لجنب، ولا حائض" رواه أبو داود. [وكذا المرور فيه إن خافت تلويثه] فإن أمنت تلويثه لم يحرم، لقوله صلى الله عليه وسلم لعائشة: "ناوليني الخمرة من المسجد" فقالت: إني حائض فقال: "إن حيضتك ليست في يدك" رواه الجماعة، إلا البخاري

File Dokumen Fiqh Menjawab

Friday, March 21, 2014

Mahram


Mahram adalah orang yang haram dinikah dan tidak membatalkan wudlu jika bersentuhan kulit. Firman Alloh dalam Al Qur'an :

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا 

Artinya : "Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An Nisaa : 23)


Tentang siapa saja yang menjadi mahram, para ulama membaginya menjadi dua klasifikasi besar. Pertama  mahram yang bersifat abadi, yaitu keharaman yang tetap akan terus melekat selamanya antara laki-laki dan perempuan, apa pun yang terjadi antara keduanya. Kedua mahram yang bersifat sementara, yaitu kemahraman yang sewaktu-waktu berubah menjadi tidak mahram, tergantung tindakan-tindakan tertentu yang terkait dengan syariah yang terjadi.

Mahram Yang Bersifat Abadi

Para ulama membagi mahram yang bersifat abadi ini menjadi tiga kelompok berdasarkan penyebabnya. Yaitu karena sebab hubungan nasab (bin nasab), karena hubungan pernikahan (bil mushaharah), dan karena hubungan akibat persusuan (bir rodho').

Mahram Karena Nasab

1. Ibu kandung dan seterusnya keatas seperti nenek, ibunya nenek.
2. Anak wanita dan seteresnya ke bawah seperti anak perempuannya anak perempuan.
3. Saudara kandung wanita.
4. `Ammat / Bibi (saudara wanita ayah).
5. Khaalaat / Bibi (saudara wanita ibu).
6. Banatul Akhi / Anak wanita dari saudara laki-laki.
7. Banatul Ukhti / anak wnaita dari saudara wanita.

Mahram Karena Mushaharah (besanan/ipar) Atau Sebab Pernikahan

1. Ibu dari istri (mertua wanita).
2. Anak wanita dari istri (anak tiri).
3. Istri dari anak laki-laki (menantu peremuan).
4. Istri dari ayah (ibu tiri).

Mahram Karena Penyusuan

1. Ibu yang menyusui.
2. Saudara wanita sepersusuan.

Mahram Yang Bersifat Sementara

Kemahraman ini bersifat sementara, bila terjadi sesuatu, laki-laki yang tadinya menikahi seorang wanita, menjadi boleh menikahinya. Diantara para wanita yang termasuk ke dalam kelompok haram dinikahi secara sementara waktu saja adalah :

Saudara ipar, atau saudara wanita dari istri. Tidak boleh dinikahi tapi juga tidak boleh khalwat atau melihat sebagian auratnya. Hal yang sama juga berlaku bagi bibi dari istri. Namun bila hubungan suami istri dengan saudara dari ipar itu sudah selesai, baik karena meninggal atau pun karena cerai, maka ipar yang tadinya haram dinikahi menjadi boleh dinikahi. Demikian juga dengan bibi dari istri.

File Dokumen Fiqh Menjawab

Seputar Qurban

Pengertian Qurban atau udhiyyah menurut Imam Zakariya Al Anshori dalam Fathul Wahhabnya,

وهي ما يذبح من النعم تقربا إلى الله تعالى من يوم عيد النحر إلى آخر أيام التشريق

“Qurban adalah hewan ternak yang disembelih sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah pada hari raya nahr (tanggal 10 Dzulhijjah) sampai akhir hari tasyriq (tanggal 13 Dzulhijjah).”

Hukum qurban adalah sunnah muakad bagi muslim yang sudah mampu melaksanakannya. Dan berqurban untuk dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal hukumnya sah dan diperbolehkan.

(ولا) تضحية (عن ميت لم يوص بها) لقوله تعالى “وان ليس للانسان الا ما سعي ” فان اوصى بها جاز الى ان قال وقيل تصح التضحية عن الميت وان لم يوص بها لانها ضرب من الصدقة وهى تصح عن الميت وتنفعه

“Tidak sah berkorban atas nama mayit yang tidak mewasiatkannya, karena firman Allah swt, ”Dan sesungguhnya bagi manusia hanyalah apa yang ia usahakan.” Jadi, jika ia mewasiatkannya maka boleh . -sampai ungkapan Dikatakan- : Sah berkorban atas nama mayit walaupun dia tidak mewasiatkannya, karena berkurban merupakan bagian daripada shadaqah dan shadaqah atas nama mayit adalah sah dan dapat memberi manfaat.” (Kitab Mugnil Muhtaj juz 4 hal 293)


Menggabungkan antara qurban dan aqiqah pada seekor ternak terdapat perbedaan pendapat diantara ulama, menurut Imam Ibnu Hajar hukumnya tidak boleh sedangkan menurut Imam Romli boleh dan keduanya bisa mendapatkan pahala atau hasil.

مسئلة) لو نوي العقيقة والضحية لم تحصل غير واحد عند حج ويحصل الكل عند مر

“(Persoalan) Apabila seseorang meniati aqiqah dan qurban, maka tidak hasil kecuali satu (niat) menurut Imam Ibnu Hajar dan bisa hasil keseluruhannya menurut Imam Romli.” (Kitab Itimadul ‘Ain hal 77 atau Kitab Qulyubi syarh Al Mahally juz 4 hal 256)


Daging qurban wajib disedekahkan dalam keadaan mentah dan boleh bagi orang yang berqurban memakan sebagiannya, kecuali jika qurban itu dinadzarkan (quran wajib) maka tidak boleh ikut memakannya dan harus disedekahkan keseluruhannya.

ويشترط فى اللحم ان يكون نيأ ليتصرف فيه من يأخذه بما شاء من بيع وغيره

“Disyaratkan untuk daging qurban agar dibagikan dalam kondisi masih mentah agar orang yang menerima bebas mentasarufkan dengan sekehendaknya apakah akan dijual atau untuk keperluan yang lain.” (Kitab Bajuri juz 2 hal 302)

Qurban dilihat dari macamnya ada 2 : qurban wajib dan qurban sunnah.
- Qurban wajib yaitu qurban yang di nadzari atau ditentukan, dan hukumnya haram memakan dagingnya bagi orang yang berqurban dan wajib menyedekahkan semuanya kepada faqir miskin.
- Hewan qurban sunnah adalah qurban tanpa dinadzari wajib mensedekahkan dagingnya namun boleh bagi orang yang menyembelihnya untuk memakan sedikit dari daging tersebut asal tidak melebihi sepertiganya.

ولا يأكل المضحى شيأ من الأضحية المنذورة (قوله ولا يأكل) اى لايجوزله الأكل فان أكل شيأ غرمه (قوله المضحى ) وكذا من تلزمه

“Orang yang berqorban tidak boleh memakan sedikitpun dari qurban yang dinadzarkan. Yakni ia tidak boleh memakannya, lalu jika memakannya sedikit saja maka wajib mengganti. Begitu juga orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya maka haram memakan qurban tersebut.

Adapun yang berhak menerima daging qurban adalah orang faqir sebgaimana yang dijelaskan oleh al-Qur’an:

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

“Maka makanlah sebagian daripadanya dan berikanlah (sebagian yang lain) untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (QS. Al Hajj : 27)

Menurut ijtihad para fuqaha’ tentang pembagian daging qurban ini setidaknya ada tiga pendapat :
1. Disedekahkan seluruhnya kecuali sekedar untuk lauk-pauk.
2. Dimakan sendiri sebagian dan disedekahkan sebagian yang lainnya.
3. Sepertiga dimakan sendiri, sepertiga dihadiahkan dan sepertiga lagi disedekahkan. (Kitab Kifayatul Akhyar juz 2 hal 241)

Memindahkan daging qurban ke daerah lain atau disalurkan kepada masyarakat yang lebih membutuhkan hukumnya diperbolehkan.

فرع) محل التضحية بلد المضحى وفى نقل الاضحية وجهان يخرجان من نقل الزكاة والصحيح هنا الجواز

“Tempat penyembelihan qurban adalah ditempat orang yang berkorban. Dalam hal memindah qurban terdapat dua pendapat ulama yang ditakhrij dari masalah memindah zakat dan menurut pendapat yang shahih dalam hal qurban adalah diperbolehkan.” (Kitab Kifayatul Akhyar juz 2 hal 242)

Menjual atau menjadikan sebagai ongkos dengan menggunakan kulit, kepala, kaki , atau yang again lainnya dari hewan oleh pihak orang yang berqurban maupun wakil/panitia hukumnya adalah tidak boleh, bahkan untuk qurban wajib/nadzar wajib disedekahkan keseluruhannya dan sama sekali tidak boleh memanfaatkan semisal kulitnya. Beda halnya dengan qurban sunat, walaupun juga tidak boleh menjual sedikitpun tetapi memanfaatkan semisal kulitnya masih diperbolehkan.

(قوله ولايبيع) اى يحرم على المضحى بيع شيئ (من الاضحية ) اى من لحمها اوشعرها اوجلدها ويحرم ايضا جعله اجرة للجزار ولوكانت الاضحية تطوعا)

“(Tidak boleh menjual), maksudnya haram atas orang yang berqurban (mudlahhi) menjual sedikit saja (dari qurban) baik dagingnya, bulunya atau kulitnya. Haram juga menjadikannya sebagai ongkos penyembelih walaupun qurban itu qurban sunat.” (Kitab Bajuri juz 1 hal 311)

ولايجوز بيع شيئ من الهدي والأضحية نذرا كان او تطوعا  )

“Tidak diperbolehkan menjual sedikitpun dari hewan hadiah dan qurban baik itu nadzar ataupun sunat.” (Kitab Majmu’ juz 1 hal 150)

Berbeda jika yang menjual kulit itu adalah orang yang sudah menerima bagian dari qurban, maka baginya boleh menjualnya.

Kesimpulannya :

Hukum penjualan daging, kulit atau bagian lain dari qurban adalah tafsil :
1. Haram dan tidak sah, apabila yang menjualnya adalah mudlohhi (orang yang qurban) atau orang kaya yang telah menerima daging atau kulit dari mudlohhi. Selain itu ia wajib menggantinya apabila dijual kepada selain mustahiq (orang faqir), dan bila dijual kepada mustahiq maka ia wajib mengembalikan uangnya dan daging atau kulit yang telah diterima menjadi sodaqoh.
2. Boleh dan Sah, apabila yang menjualnya adalah si penerima qurban dan juga orang yang  faqir atau miskin.

(قوله ولا بيع لحم اضحية الخ) ومثل اللحم الجلد والشعر والصوف ومحل امتناع ذلك فى حق المضحى اما من انتقل اليه اللحم او نحوه فان كان فقيرا جاز له البيع او غنيا فلا -إلى أن قال- ولا فرق فى الاضحية بين الواجبة والمندوبة. اهـ

(Kitab Syarqowi juz 3 hal 21)

وللفقير التصرف فيه ببيع وغيره بخلاف الغنى اذا أرسل اليه شيئ او اعطيه فانما يتصرف فيه بنحو اكل وتصدق وضيافة لان غايته انه كالمضحى والقول بانهم اى الاغنياء يتصرفون فيه بما شاؤا ضعيف. اهـ

(Kitab Al-Mauhibah Dzawil Fadlol juz 4 hal 295)

(ولا يبيع) اى يحرم على المضحى بيع شيئ (من الاضحية) اى من لحمها او شعرها او جلدها. (قوله ولا يبيع) اى ولا يصح البيع مع الحرمة -إلى أن قال- لكن البيع صورة يقع الموقع ان كان المشترى من اهلها بان كان فقيرا فيقع صدقة له ويسترد الثمن من البائع. اهـ

(Kitab Bajuri juz 2 hal 301)

ولا يجوز له ان يأكل منها شيئا قياسا على جزاء الصيد ودماء الجبرنات فلو اكل منها شيئا غرم ولا يغرمه اراقة دم ثانيا لانه قد فعله

(Kitab Kifayatul Akhyar juz 2 hal 295)

Akan tetapi realita yang banyak terjadi di sekitar masyarakat menyebutkan bahwa mereka menjual kulit hewan qurban dan hasil dari penjualan kulit tersebut ada yang untuk kepentingan pribadi ataupun untuk kepentingan bersama seperti dialokasikan ke masjid, musholla atau madrasah dan sebagainya.

Solusinya adalah kulit tersebut diberikan kepada salah satu panitia yang berhak menerima qurban, selanjutnya panitia tersebut diperbolehkan menjual kulit kurban dan kemudian hasil penjualan dibagikan kepada seluruh panitia atau diberikan pada masjid atau madrasah.

File Dokumen Fiqh Menjawab

Thursday, March 20, 2014

Bersentuhan Kulit Yang Membatalkan Wudlu

Persentuhan kulit laki-laki dewasa dengan wanita dewasa yang bukan mahram tanpa adanya penghalang dapat membatalkan wudhu.

الرابع (لمس الرجل المرأة الأجنبية) غير المحرم ولو ميتة، والمراد بالرجل والمرأة ذكر وأنثى بلغا حد الشهوة عرفاً، والمراد بالمحرم من حرم نكاحها لأجل نسب أو رضاع أو مصاهرة وقوله: (من غير حائل) يخرج ما لو كان هناك حائل فلا نقض حينئذ

"(Hal yang membatalkan wudlu) yang keempat adalah bersentuhan kulit antara laki-laki dan wanita lain yang bukan mahramnya walaupun berupa mayit. Yang dimaksud laki-laki dan wanita adalah mereka yang sudah baligh (dewasa) yang umumnya sudah bisa menimbulkan syahwat. Yang dimaksud mahram adalah orang yang haram dinikah sebab nasab, persusuan, atau pernikahan. Persentuhan tersebut juga dengan tanpa adanya penghalang. Maka, ketika ada penghalang (seperti kain) tidak membatalkan wudlu." (Kitab Fathul Qarib hlm 7)

 (أو لامستم النساء) أي لمستم كما قرئ به لا جامعتم لانه خلاف الظاهر. واللمس الجس باليد بغيرها أو الجس باليد وألحق غيرها بها وعليه الشافعي....... والمعنى في النقض به أنه مظنة التلذذ المثير للشهوة وسواء في ذلك اللامس والملموس

"Dasar kebatalan ini adalah ayat أو لامستم النساء yang maknanya bukanlah jimak. Lamsu itu bermakna sentuhan atau pukulan dengan tangan atau lainnya, ini menurut Imam Syafi'i....... Dan yang dihukumi batal wudlu dengan adanya persentuhan adalah adanya timbul rasa nikmat yang disebabkan syahwat, baik itu orang yang menyentuh maupun orang yang disentuh."

والبشرة ظاهر الجلد وفي معناه اللحم كلحم الاسنان. وخرج بها الحائل ولو رقيقا والشعر والسن والظفر، إذ لا يلتذ بلمسها

"Yang dihukumi bagian kulit (yang membatalkan wudlu) adalah kulit bagian luar. Maka daging juga dihukumi seperti kulit, dan gusi (daging gigi) juga dihukumi kulit. Dikecualikan dari kulit adalah penghalang (kain) walaupun tipis, rambut, gigi, kuku (maka tidak membatalkan wudlu jika bersentuhan dengan bagian tersebut), hal ini karena jika bersentuhan tidak menimbulkan rasa nikmat/syahwat."

(بكبر) أي مع كبرهما بأن بلغا حد الشهوة عرفا. وإن انتفت لهرم ونحوه اكتفاء بمظنتها بخلاف التلاقي مع الصغر لا ينقض
لانتفاء مظنتها

"(Dewasa) syarat bisa membatalkan adalah adanya baligh atau dewasa antara keduanya, yang umumnya hal itu sudah menimbulkan syahwat, walaupun tidak menyebabkan syahwat disebabkan tua atau lainnya. Hal ini karena diperkirakan masih menimbulkan syahwat. Berbeda halnya jika bersentuhan dengan anak kecil, mkaa tidak batal wudlunya karena tidak menimbulkan syahwat."

(Kitab Fathul Wahhab juz 1 hlm 10)

Bersentuhannya Suami dan Istri

Dijelaskan dalam hadits dari Muadz bin Djabal.

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أتاه رجل فقال: يارسول الله ما تقول فى رجل لقي امرأة لايعرفها وليس يأتى الرجل من امرأته شيئا إلاأتاه منها غير أنه لم يجامعها قال فأنزل الله عز وجل هذه الأية أقم الصلاة  طرفي النهار وزلفا من الليل, قال فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم : توضاء ثم صل..! قال معاذ فقلت يارسول الله أله خاصة أم للمؤمنين عامة؟ فقال:بل للمؤمنين عامة

"Rasulullah saw kedatangan seorang lelaki lalu berkata: 'ya Rasulullah, apa pendapatmu tentang seorang lelaki bertemu dengan perempuan yang tak dikenalnya. Dan mereka bertemu tidak seperti layaknya suimi-istri, tidak juga bersetubuh. Namun, hanya itu saja (bersetubuh) yang tidak dilakukannya. Kata Rawi Maka turunlah ayat       أقم الصلاة طرفي النهار وزلفا من الليل . Rawi bercerita: Maka rasulullah saw bersabda: 'berwudhulah kamu kemudian shalatlah.' Muadz berkata 'wahai Rasulullah apakah perintah ini hanya untuk orang ini, atau umum untuk semua orang mu’min?' Rasulullah saw menjawab, 'untuk semua orang mu’min’." (HR. Ahmad dan Daruquthni)

Ada juga hadits lain yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar dari ayahnya:

قبلة الرجل امرأته وجسه بيده من الملامسة فمن قبل امرأته أوجسها بيده فعليه الوضوء (رواه مالك فى الموطأ والشافعى )

"Sentuhan tangan seorang laki-laki terhadap istrinya dan kecupannya termasuk pada bersentuhan (mulamasah). Maka barangsiapa mencium istrinya atau menyentuhnya dengan tangan, wajiblah atasnya berwudhu." (HR. Malik dalam Muwattha’ dan as-Syafi’i)

Hadits ini jelas menerangkan bahwa bersentuhan dengan istri itu membatalkan wudhu seperti halnya batalnya wudhu karena mencium istri sendiri.

File Dokumen Fiqh Menjawab

Hukum Menepuk Pundak Saat Shalat

Tidak jarang kita jumpai seorang makmum masbuk yang menepuk pundak atau punggung orang lain yang akan dijadikan sebagai imamnya.

 Hukum memukulnya ditafshil sebagai berikut :
- Mubah (boleh), kalau hanya menyentuh semata.
- Haram, kalau mengakibatkan imam sangat terkejut.
- Makruh, kalau mengakibatkan imam terkejut sedikit atau membuat persepsi dari orang lain bahwa menyentuh tersebut hukumnya sunah atau wajib.
- Sunah, kalau tidak sampai menyebabkan imam terkejut atau bahkan dapat mengingatkan imam agar dia niat menjadi imam.

(ويحرم ) على كل أحد ( الجهر ) في الصلاة وخارجها ( إن شوش على غيره)  من نحو مصل أو قارىء أو نائم للضرر ويرجع لقول المتشوش ولو فاسقا لأنه لا يعرف إلا منه وما ذكره من الحرمة ظاهر لكن ينافيه كلام المجموع وغيره فإنه كالصريح في عدمها إلا أن يجمع بحمله على ما إذا خاف التشويش

قوله على ما إذا خاف التشويش) اي وما ذكره المصنف من الحرمة علي ما اذا اشتد وعبارة الايعاب ينبغي حمل قول المجموع وان اذى جاره علي ايذاء خفيف يتسامح به بخلاف جهر يعطله عن القراءة بالكلية فينبغي حرمته

(Minhaj al-Qawiim juz 1 hlm 255)

فائدة كل مباح يؤدي إلى زعم الجهال سنية أمر أو وجوبه فهو مكروه

(Tanqiih al-Fataawaa al-Haamidiyyah juz 2 hlm 334)

( ونية إمامة ) أو جماعة ( سنة لإمام في غير جمعة ) لينال فضل الجماعة… وإن نواه في الأثناء حصل له الفضل من حينئذ

(Fath al-Mu’iin juz 2 hlm 20)

File Dokumen Fiqh Menjawab

Penjelasan Seputar 'Iddah

I. Pengertian Iddah, Hukum dan Dalil Asalnya

Dalil asal disyari’atkannya Iddah yaitu Firman Alloh Swt:

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاَثَةَ قُرُوءٍ

Artinya: "Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru' (persucian)". (QS. Al-Baqarah : 228).

Dan sabda Nabi Saw:

عَنِ زَيْنَبَ بِنْتِ اُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ اُمُّ حَبِيْبَةَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ لاَ يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْاَخِرِ تَحِدُّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ اِلاَّ عَلَى زَوْجٍ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَعَشْرًا

Dari Zainab binti Ummu Salamah dari Ummu Habibah ra. Berkata: “aku mendengar Rasulullah saw bersabda:” tidak dihalalkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir, berkabung atas orang yang mati lebih dari tiga hari, kecuali atas kematian suaminya, maka masa berkabungnya selama empat bulan sepuluh hari.” (HR. Bukhari Muslim)

Pengertian iddah

Kata Iddah berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti perhitungan.
Sedangkan menurut istilah ulama-ulama seperti Imam Syarbini Khatib dalam kitabnya yaitu Mugnil Muhtaj mendifinisikan Iddah adalah masa menunggu bagi seorang perempuan dengan menggunakan masa iddah tiga kali suci, beberapa bulan, atau dengan melahirkan untuk mengetahui kekosongan rahimnya atau karena sedih atas meninggalnya suami.

Hukum iddah

Masa iddah sebenarnya sudah dikenal dimasa jahiliyah. Ketika Islam datang, masalah ini tetap diakui dan dipertahankan. Oleh karena itu para Ulama sepakat bahwa ‘iddah itu hukumnya wajib, berdasarkan al-Qur`ân dan Sunnah yang tertulis di atas.

II. Macam-macam Iddah dan Wanita yang memiliki iddah

Wanita yang memiliki masa Iddah ada dua macam:

1. Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya.
Apabila wanita tersebut dalam keadaan hamil maka masa iddahnya sampai ia melahirkan kandungan, sampai lahirnya bayi yang kedua jika melahirkan bayi kembar. Allah Swt berfirman:

وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ

Artinya: “Dan wanita-wanita yang hamil, waktu ‘iddah mereka ialah sampai mereka melahirkan kandungannya." (QS. Ath-Thalaaq : 4)

Apabila wanita tersebut tidak dalam keadaan hamil, maka masa iddahnya menggunakan empat bulan qomariyah sepuluh hari. Namun jika dia ditinggal mati suaminya di tengah-tengah bulan, maka setengah bulan pertama disempurnakan dengan bulan kelima hingga mencapai jumlah 30 hari, kemudian baru ditambah sepuluh hari.

Contoh: Wanita ditinggal mati suaminya tanggal 10 Muharrom, maka masa iddahnya mulai tanggal 11 sampai tanggal 30 berjumlah 20 hari, kemudian bulan Shofar, R Awal, R Tsani, kemudian ditambah 10 hari untuk menyempurnakan bulan pertama, selanjutnya ditambah 10 hari.

Sebagaimana firman Allah Ta'ala:

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا

Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) 4 bulan sepuluh hari.” (Al-Baqarah : 234)

2. Wanita yang diceraikan oleh suaminya.

Apabila ia dalam keadaan hamil, maka masa iddahnya dengan melahirkan kandungannya.
Apabila ia tidak dalam keadaan hamil dan dia termasuk wanita yang masih megeluarkan darah haidl (bukan anak kecil dan bukan menopause), maka masa iddahnya tiga kali suci (tsalasatulquru’). Sebagaimana firman Allah Ta'ala:

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ

Artinya: “Wanita-wanita nan ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) 3 kali quru'.” (QS. Al-Baqarah : 228)

Namun jika wanita tersebut masih kecil (belum menstruasi) atau Sudah menopause (putus darah haidnya/sudah tidak bisa haidl lagi), maka masa iddahnya adalah tiga bulan. Allah Ta'ala berfirman:

وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِن نِّسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ

Artinya: “Dan perempuan-perempuan nan putus asa dari haid di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah 3 bulan, dan begitu (pula) perempuan-perempuan nan tak haid. ” (QS. Ath-Thalaaq : 4)

3. Wanita yang dicerai sebelum disetubuhi, maka ia tidak memiliki masa ‘iddah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah (hadiah untuk membuat mereka senang) dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.” (QS. Al-Ahzab : 49).

III. Larangan Bagi Wanita Yang Sedang Menjalani Masa ‘Iddah.

Di antara yang tidak boleh dilakukan oleh wanita yang sedang ber`iddah adalah:
1. Tidak boleh menerima khitbah (lamaran) dari laki-laki lain kecuali dalam bentuk sindiran.
2. Tidak boleh menikah. Allah Swt berfirman,

وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ

Artinya: “Dan janganlah kamu berazam (bertekadi) untuk melakukan akad nikah, sampai masa iddah telah habis.” (QS. Al Baqarah: 235).

3. Tidak boleh keluar rumah.
Namun dalam kitab Al-Baijuri juz Tsani hal 257-258, menjelaskan bahwa diperbolehkan bagi wanita yang masih dalam masa iddah keluar rumah disebabkan hajat yaitu untuk mencari nafkah kalau memang tidak ada yang menafkahi dirinya dan keluarganya (anak-anaknya).

Juga diperbolehkan bagi wanita yang sedang iddah keluar rumah untuk membeli makanan, khawatir terhadap dirinya, badannya, hartanya  ataupun anaknya karena disebabkan sakit dan sebagainya yang sekiranya bisa membahayakan.

) إلَّا لِحَاجَةٍ ( أَيْ فَيَجُوزُ لَهَا الْخُرُوجُ فِي عِدَّةِ وَفَاةٍ وَعِدَّةِ وَطْءِ شُبْهَةٍ وَنِكَاحٍ فَاسِدٍ وَكَذَا بَائِنٌ وَمَفْسُوخٌ نِكَاحُهَا وَضَابِطُ ذَلِكَ كُلُّ مُعْتَدَّةِ لَا تَجِبُ نَفَقَتُهَا وَلَمْ يَكُنْ لَهَا مَنْ يَقْضِيهَا حَاجَتَهَا لَهَا الْخُرُوجُ فِي النَّهَارِ لِشِرَاءِ طَعَامٍ وَقُطْنٍ وَكَتَّانٍ وَبَيْعِ غَزْلٍ وَنَحْوِهِ لِلْحَاجَةِ إلَى ذَلِكَ

4. Tidak Berhias diri (Al-hidad/Al-Ihtidad)
Seorang wanita yang sedang dalam masa iddah dilarang untuk berhias atau mempercantik diri. Dan diantara kategori berhias itu antara lain adalah:
- Menggunakan alat perhiasan seperti emas, perak atau sutera
- Menggunakan parfum atau wewangian
- Menggunakan celak mata, kecuali ada sebagian ulama yang membolehkannya memakai untuk malam hari karena darurat.
- Memakai pewarna kuku seperti pacar kuku (hinna‘) dan bentuk-bentuk pewarna lainnya.
- Memakai pakaian yang berparfum atau dicelup dengan warna-warna seperti merah dan kuning. Dll.

IV. Ancaman bagi wanita yang tidak menjalani masa iddah.

Sesuai kewajiban iddah yang diambil berdasarkan dalil al-Qur’an dan sunnah di atas, tentunya wanita yang berkewajiban menjalani masa iddah dengan larangan-larangn di atas, maka ia berdosa dan durhaka kepada Alloh Swt dan Nabiyulloh pembawa syari’at jika tidak melakukannya.  

وَاعْلَمْ أَنَّ تَرْكَ الْإِحْدَادِ كُلَّ الْمُدَّةِ اَوْ بَعْضَهَا كَبِيْرَةٌ فَتَعْصِي بِهِ إِنْ عَلِمَتْ حُرْمَةَ التَّرْكِ

Artinya: “ Ketauhilah bahwa sesungguhnya meninggalkan Ihdad (tidak berhias diri) baik seluruh masa atau sebagian masa adalah dosa besar. Maka wanita tersebut durhaka (kepada Alloh Swt) jika memang dia mengetahui tentang haramnya meninggalkan ihdad (berhias diri).”(Kitab I’anatutholibin juz 4 hal 51)

أَوْجَبَ الشَّارِعُ عَلَى الْمُعْتَدَّةِ أَنْ تَعْتَدَّ فِي الْمَنْزِل الَّذِي يُضَافُ إِلَيْهَا بِالسُّكْنَى حَال وُقُوعِ الْفُرْقَةِ أَوِ الْمَوْتِ ، وَالْبَيْتِ الْمُضَافِ إِلَيْهَا فِي قَوْله تَعَالَى ( لاَ تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ ) هُوَ الْبَيْتُ الَّذِي تَسْكُنُهُ وَلاَ يَجُوزُ لِلزَّوْجِ وَلاَ لِغَيْرِهِ إِخْرَاجُ الْمُعْتَدَّةِ مِنْ مَسْكَنِهَا . وَلَيْسَ لَهَا أَنْ تَخْرُجَ وَإِنْ رَضِيَ الزَّوْجُ بِذَلِكَ ، لِأَنَّ فِي الْعِدَّةِ حَقًّا لِلَّهِ تَعَالَى ، وَإِخْرَاجُهَا أَوْ خُرُوجُهَا مِنْ مَسْكَنِ الْعِدَّةِ مُنَافٍ لِلْمَشْرُوعِ ، فَلاَ يَجُوزُ لِأَحَدٍ إِسْقَاطُهُ

Artinya: “Hukum Syara' mewajibkan bagi wanita yang menjalani masa iddah menetap dalam rumah saat terjadinya furqah atau mati suaminya berdasarkan firman Allah “Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang". Dan tidak diperbolehkan bagi suami juga selain suami mengeluarkannya dari rumah tersebut, juga tidak boleh baginya keluar rumah meskipun seizin suaminya karena dalammasa iddah terdapat HAK ALLAH, mengeluarkannya atau keluarnya dari rumah iddahnya berarti menentang apa yang telah menjadi ketetapan syara' karenanya tidak boleh bagi seseorang menggugurkan hukum tersebut”. (Kitab Almausuu'ah al-Fiqhiyyah IV hal 248)

V. Hikmah Disyari‘atkannya ‘Iddah

1. Memberikan kesempatan kepada suami isteri untuk kembali kepada kehidupan rumah tangga, apabila keduanya masih melihat adanya kebaikan di dalam hal itu.
2. Untuk mengetahui adanya kehamilan atau tidak pada isteri yang diceraikan. Untuk selanjutnya memelihara jika terdapat bayi di dalam kandungannya, agar menjadi jelas siapa ayah dan bayi tersebut.
3. Agar isteri yang diceraikan dapat ikut merasakan kesedihan yang dialami keluarga suaminya dan juga anak-anak mereka serta menepati permintaan suami. Hal ini jika iddah tersebut di karenakan oleh kematian suami. Wallohu A’lam.

File Dokumen Fiqh Menjawab

Bagaimana Mendapatkan Jawaban dari Shalat Istikharah

Adalah tabiat manusia manakala dihadapkan pada dua pilihan atau lebih yang sangat sulit atau di luar kemampuan analisanya untuk memilih, maka ia akan cenderung meminta pertolongan dari kekuatan supranatural atau mencari tanda-tanda dari alam dalam menentukan pilihannya.

Ketika datang Islam, kebiasaan itu diluruskan dengan diajarkannya shalat Istikharah. Istikharah artinya meminta pilihan. Sholat istikharah adalah shalat untuk meminta pilihan kepada Allah.

Manusia adalah makluk yang dengan kesempurnaannya tetap memiliki kekurangan, terutama dalam menentukan pilihan yang di luar kemampuan analisanya. Ia tidak mampu melihat kegaiban masa depan apakah itu baik atau buruk nantinya. Inilah hikmah dari disunnahkannya Istikharah, agar manusia tetap menjalin hubungan dengan Tuhannya saat akan menentukan pilihan, meminta pertolonganNya agar ia bisa memilih dengan baik dan tepat. Allah berfirman: ”Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-sekali tidak ada pilihan bagi mereka (apabila Allah telah menentukan). Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan. Dan Tuhamnu mengetahui apa yang disembunyikan dalam dada mereka dan apa yang mereka nyatakan. Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagiNyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagiNyalah segala penentuan dan hanya kepadaNyalah kami dikembalikan." (QS. al-Qhasas 68-70).

Hukum Istikharah

Para ulama sepakat mengatakan bahwa shalat istikharah hukumnya sunnah pada saat seorang muslim dihadapkan pada permasalahan yang memerlukan keputusan untuk memilih.

Dalil Shalat Istikharah

Dalil shalat Istikharah adalah sbb:

1. عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال: ( كان رسول الله ( يعلمنا الاستخارة في الأمور كلها كما يعلمنا السورة من القرآن، يقول: (إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ هَذَا الْأَمْرَ ثُمَّ تُسَمِّيهِ بِعَيْنِهِ خَيْرًا لِي فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ قَالَ أَوْ فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهُ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ رَضِّنِي بِهِ)

Artinya: Dari Jabir bin Abdullah r.a. berkata: Rasulullah saw mengajarkan kepada kami istiharah pada semua perkara sebagaimana beliau mengajarkan al-Quran. Beliau bersabda:”Apabila salah satu dari kalian dihadapkan pada permasalahan maka hendaknya ia shalat dua rakaat selain shalat fardlu, kemudian hendaknya ia berdoa (artinya) Ya Allah sesungguhnya aku meminta pilihanMu dengan ilmuMu, dan meminta keputusan dengan ketentuanMu, Aku meminta kemurahanMu, sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan aku tidak ada daya untuk menentukan, Engkaulah yang mengetahui dan aku tidaklah tahu apa-apa, Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara gaib. Ya Allah sekiranya Engkau mengetahui bahwa perkara ini (lalu menyebutkan masalahnya) adalah baik bagiku saat ini dan di waktu yang akan datang, atau baik bagi agamaku dan kehidupanku serta masa depanku maka tentukanlah itu untukku dan mudahkanlah ia bagiku lalu berkatilah. Ya Allah apabila Engkau mengetahui bahwa perkara itu buruk bagiku untuk agamaku dan kehidupanku dan masa depan perkaraku, atau bagi urusanku saat ini dan di masa mendatang, maka jauhkanlah ia dariku dan tentukanlah bagiku perkara yang lebih baik darinya, apapun yang terjadi, lalu ridlailah ia untukku.” (HR. Bukhari)

2. Dalil lain shalat Istikharah adalah hadis riwayat Muslim yang menceritakan pada saat Zainab ra akan dipersunting leh Rasulullah saw, beliau menjawab “Aku belum bisa memberi jawaban hingga aku melakukan istikharah kepada Tuhanku. Lalu beliau memasuki tempat shalatnya dan turunlah al-Qur’an.

Tata cara Shalat Istikharah

Para ulama menjelaskan bahwa tatacara shalat istikharah adalah seperti sholat sunnah biasa, dijalankan dalam dua rakaat. Tidak ada waktu khusus untuk melaksanakannya, namun shalat istikharah disunnahkan serta merta saat seseorang menghadapi masalah. Imam Nawawi, Ibnu Hajar dan Imam Iraqi mengatakan, sah melaksanakan istikharah yang dibarengkan dengan sholat sunnah lainnya asalkan dengan niat. Misalkan seseorang hendak melaksanakan sholat sunnah rawatib lalu ia juga niat untuk istikharah maka itu sah. (Fathul Bari juz 11 hlm 221).

Selesai melaksakan shalat lalu membaca doa di atas. Tidak ada bacaan khusus atau surat khusus dalam shalat Istikharah. Beberapa referensi menyebutkan aada raka'at pertama, setelah membaca al-Fatihah disunatkan membaca surat al-Kaafiruun, dan pada raka'at kedua (setelah al-Fatihah) membaca surat al-Ikhlas. Itu mengikuti shalat hajat karena Istikharah termasuk shalat hajat. Begitu juga diperbolehkan mengulang-ulang shalat Istikharah karena itu termasuk doa dan dalam beberapa riwayat Rasulullah saw mengulang doa terkadang sampai tiga kali. Bagi yang berhalangan melaksanakan shalat, misalnya perempuan yang sedang datang bulan, maka diperbolehkan baginya untuk hanya membaca doa Istikharah.

Dalam Istikharah siapakah yang memilih?

Allah memberi kita karunia akal dan nalar yang bebas. Dengan akal dan nalar kita bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan dengan akal dan nalar tersebut kita mempunyai kemampuan untuk menganalisa dan menentukan pilihan dalam perkara dunia. Selain itu banyak petunjuk agama yang mengajarkan kepada manusia bagaimana menentukan perkara apakah itu baik atau buruk. Rasulullah saw bersabda:

الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَاطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي الْقَلْبِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ

"Kebaikan adalah apa yang membuat hati tenang dan mejadikan nafsu tenang, keburukan adalah apa yang membuat hati gelisah dan menimbulkan keraguan.” (HR Ahmad ) Dalam masalah jodoh, Rasulullah saw bersabda:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

"Seorang perempuan dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya. Carilah yang mempunyai agama niscaya kamu beruntung.” (HR. Muslim ).
Kedua hadist tersebut menunjukkan bahwa memilih adalah pekerjaan manusia. Agama memberikan petunjuk rambu-rambu untuk memilih dengan baik.
Rasulullah saw juga mencontohkan dalam sebuah hadist

مَا خُيِّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ أَحَدُهُمَا أَيْسَرُ مِنْ الْآخَرِ إِلَّا اخْتَارَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَكُنْ إِثْمًا فَإِنْ كَانَ إِثْمًا كَانَ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْهُ

"Rasulullah saw ketika dihadapkan dua pilihan, beliau selalu memilih yang termudah selama itu tidak mengandung dosa, apabila itu mengandung dosa maka beliau menjauhinya.” (HR. Muslim).

Beliau pun ketika memilih sesuatu menggunakan analisa dan nalar beliau, namun selalu mengutamakan yang mudah.

Begitu juga ketika seorang hamba dihadapkan kepada dua pilihan yang sulit dan kemudian dia melaksanakan shalat istikharah sesuai ajaran Rasulullah, tidak berarti ia lantas menyuruh Allah memilihkan pilihannya dan ia hanya cukup berdoa saja dan menunggu petunjuk dan berpangku tangan. Itu adalah anggapan yang kurang tepat.

Ilustrasinya sbb: ketika kita seorang mahasiswa atau murid memasuki ruang ujian biasanya kita selalu berdoa agar bisa mengerjakan dengan baik dan memilih jawaban dengan tepat. Apakah mengerjakan ujian dan memilih jawaban tersebut cukup dengan doa tadi? Tentu tidak. Jawaban ujian dan memilih jawaban ujian hanya bisa dilakukan melalui belajar sebelumnya, sedangkan fungsi dia adalah agar ketika mengerjakan ujian dan memilih jawaban tersebut kita diberi kekuatan dan kemampuan sehingga bisa mengerjakan dengan tepat. 

Begitu juga sholat istikharah adalah doa agar dalam kita memilih, kita diberikan kekuatan oleh Allah dan tidak salah pilih, namun pekerjaan memilih itu sendiri harus kita lakukan dengan baik melalui analisa, kajian, penyelidikan, musyawarah dll. Setelah proses tersebut kita matangkan, maka dengan disertai doa yaitu shalat istikharah mudah-mudahan pilihan kita tidak salah.

Yang lebih salah lagi, manakala pilihan itu ternyata kurang sesuai dengan yang diharapkan, ia mulai menyalahkan istikharahnya atau na'udzubillah kalau sampai menyalahkan Tuhannya.

Pada masalah apa kita disunnahkan shalat istikharah?

Sebenarnya shalat istikharah disunnahkan ketika kita menghadapi pilihan perkara yang halal, seperti pekerjaan, pernikahan, perdagangan dll. Itu yang seharusnya dilaksanakan oleh seorang hamba. Rasulullah saw bersabda:

من سعادة ابن آدم استخارته إلى الله ، ومن شقاوة ابن آدم تركه استخارة الله

"Termasuk kemuliaan bani Adam adalah ia mau beristikharah kepada Allah, dan termasuk kedurhakaannya adalah manakala ia tidak mau beristikharah kepada Allah.” (HR. Hakim).

Dalam hadist shalat istikharah di atas juga disebutkan “Rasulullah saw mengajarkan istikharah kepada kami dalam semua perkara.” Ini menunjukkan pentingnya istikharah dalam semua perkara yang kita hadapi. Maka sebaiknya kita sering melaksanakan shalat ini manakala menghadapi semua masalah dunia. Dan kurang tepat kiranya kalau kita melaksanakan shalat istkhoroh hanya ketika hendak menikah.

Ibnu Hajar menukil ungkapan Abu Jumrah mengatakan bahwa shalat Istikharah tidak dilakukan untuk perkara wajib dan sunnah. Begitu juga istikharah tidak dilakukan untuk memilih perkara makruh dan haram. Kecuali apalagi terjadi dilema antara dua perkara wajib atau sunnah, misalnya seseorang yang mampu melaksanakan ibadah haji, ia beristikharah apakah berangkat tahun ini atau tahun depan.

Jawaban Istikharah

Tidak ada dalil yang menunjukkan tanda-tanda jawaban dari shalat istikharah. Ini memperkuat uraian di atas bahwa yang memilih adalah kita, bukan Allah memilihkan kita, tetapi kita berdoa agar Allah memberikan kekuatan kita dalam memilih.

Ulama besar Syafi'iyyah, Syaikh 'Iz bin Abdussalam mengatakan setelah istikharah seorang hamba hendaknya mengambil keputusan yang diyakininya dengan pasti. Ulama lain Kamaluddin Zamlakani mengatakan selesai shalat istikharah hendaknya seseorang mengambil keputusan yang sesuai keyakinannya, baik itu sesuai dengan bisikan hatinya atau tidak, karena kebaikan adalah pada apa yang ia yakini, bukan dari apa yang cocok di hatinya. Bisikan hati kadang dipengaruhi oleh perasaan subyektif dan tidak ada dalil yang menyatakan seperti itu.

Imam Qurtubi juga mengatakan hal yang sama dan menambahkan hendaknya hatinya dibersihkan dari hal-hal yang mempengaruhinya. Ibnu Hajar juga mengatakan bahwa sebaiknya tidak mengikuti kecenderungan hati karena biasanya itu dipengaruhi oleh hal lain sebelum melaksanakan shalat istkharah. Itu benar, misalnya seseorang yang sudah dirundung rasa cinta mendalam terhadap seseorang, mana mungkin ketika dia istikharah akan mendapatkan jawaban untuk tidak memilihnya.

Setelah memilih dengan analisa dan pertimbangannya yang matang, hendaknya juga diikuti sikap tawakkal, bahwa itu mudah-mudahan pilihan yang tepat dan mudah-mudahan Allah akan memudahkan semuanya.

Banyak orang menanti jawaban istikharah melalui mimpi, atau melalui membuka Quran secara acak lalu mencoba mencari jawabannya melalui ayat yang tak sengaja terbuka, atau dengan butiran-butiran tasbih dan lain-lain. Itu semua tidak mempunyai landasan dalil dan hadist.

File Dokumen Fiqh Menjawab

Wednesday, March 19, 2014

Tradisi Setelah Kematian

Banyak dijumpai disekitar masyarakat kita tradisi yang biasa dilakukan setelah ada orang yang meninggal, diantaranya : 

A. 7 Hari dan 40 Hari

Imam Ahmad ibn Hambal dalam kitab al-Zuhd menyatakan bahwa bersedekah selama tujuh hari adalah perbuatan sunah, karena merupakan salah satu bentuk do’a dan pertolongan untuk mayit yang sedang diuji di dalam kubur selama 7 hari atau 40 hari.

قَالَ طَاوُسُ إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُوْنَ فِىْ قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ أَنْ يُطْعِمُوْا عَنْهُمْ تِلْكَ الْأَيَّامِ

Artinya: Imam Thawus berkata: “Sesungguhnya orang-orang yang meninggal dunia diuji selama tujuh hari dalam kubur mereka. Oleh karena itu ulama salaf mensunahkan bersedekah makanan (atas nama oraang yang meninggal dunia) pada hari-hari tersebut.”

وَعَنْ عُبَيْدِ ابْنِ عُمَيْرٍ قَالَ يُفْتَنُّ رَجُلاَنِ مَؤْمِنٌ وَمُنَافِقٌ فَأَمَّا الْمُؤْمِنُ فَيُفْتَنُّ سَبْعًا وَأَمَّا الْمُنَافِقُ فَيُفْتَنُّ أَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا

Artinya: Dari Ubaid ibn Umair, ia berkata: “Dua orang akan mendapatkan fitnah atau ujian, yaitu orang mukmin dan orang munafik. Orang mukmin mendapatkan fitnah selama 7 hari, sedangkan orang munafik mendapatkan fitnah selama 40 pagi (hari).”

Dalam menjelaskan dua Atsar tersebut, As-suyuthi menyatakan bahwa perawi Thawus (w. 110an H) termasuk kategori perawi Hadits-hadits Shahih. Thawus dikenal sebagai generasi pertama Ulama Yaman dan pemuka tabi'in yang sempat menjumpai 50 orang shahabat Nabi.

Sedang 'Ubaid bin 'Umair (w. 78 H) disini adalah al-Laitsi, seorang ahli mauidzah pertama di kota Makkah dalam masa pemerintahan Umar bin khatab RA. Menurut Imam Muslim, beliau dilahirkan di zaman Rasulullah saw. Bahkan menurut riwayat lain, beliau sempat melihat Rasulullah.

Perlu diketahui,dilihat dari dirayahnya bahwa tiap riwayat seorang Shahabat Nabi yang tak bisa di ijtihadi (ma ruwiya mimma la al-majal li ar-ra'yi fih) maka hukumnya Marfu' (riwayat sampai nabi), bukan mauquf (riwayat terhenti sampai shahabat). (Dikutip dari kitab ad-dur al-mantsur fi ta’wil bil ma’tsur karya Jalaludin As-Suyuthi)  

Masalah 7 hari ini, bahkan diperkuat oleh Syeh Nawawi al-Bantani dalam Nihayah az Zain-nya;

والتصدق عن الميت بوجه شرعي مطلوب ولا يُتقيد بكونه فى سبعة أيام أو أكثر أو أقل, والتقييد ببعض الأيام من العوائد فقط, فقد أفتى بذالك السيد أحمد دحلان: وقد جرت عادة الناس بالتصدق عن الميت فى ثالث من موته وفى سابع وفى تمام العشرين وفى الأربعين وفى المائة وبعد ذالك يفعل كل سنة حولاً فى يوم الموت, كما افاده شيخنا السنبلاويني

"Dan bersedekah untuk mayit dengan cara syar'i itu dianjurkan. Pelaksanaanya tak dibatasi 7 hari, lebih atau kurang. Pembatasan dengan hari-hari tertentu ini hanyalah tradisi ('awaid) saja. Sebagaimana fatwa sayid ahmad dahlan: "Telah berlaku tradisi masyarakat bersedekah dari mayit pada hari ke 3, 7, 20, 40 kematiannya. Setelah itu tiap tahun mereka menyelenggarakan haul yang bertepatan hari kematiannya". Seperti yang telah dikemukakan oleh guruku, as-Sunbulawini."

B. Haul

Mengenai peringatan haul sebenarnya sudah diajarkan Rosululloh sebagaimana tersebut dalam hadits berikut:

حَدَّثَنَا الْوَاقِدِى قَالَ قَدْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُوْرُهُمْ فِى كُلِّ حَوْلٍ وَإِذَا تَفَوَّهَ الشِّعْبَ رَفَعَ صَوْتَهُ فَيَقُوْلُ سَلاَمٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَ الدَّارِ ثُمَّ أَبُوْ بَكْرٍ كُلَّ حَوْلٍ يَفْعَلُ مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ ثُمَّ عُثْمَانُ

Artinya: “Nabi saw menziarahi mereka (para syuhada yang gugur dalam perang Uhud) setiap tahun (haul), dan ketika Beliau sampai di bukit, Beliau mengeraskan suaranya seraya mengucapkan “Semoga keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian. Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan (surga) itu.” Kemudian Abu Bka ra melakukan hal yang serupa, kemudian Umar ibn Khattab ra, dan kemudian Utsman ibn Affan ra.” (HR. Al Baihaqi dalam kitab Syarah Ash-Shudur hal: 92)

C. Nyatus dan Nyewu

Adapun peringatan 100 hari (nyatusi), dan 1000 hari (nyewu) adalah sebatas ritual tradisi saja, dan belum ditemukan dalil nash maupun fatwa ulama yang mendasri tradisi ini. Namun, bukan berarti tradisi ini tidak boleh dilaksanakan atau dilarang. Yang jelas, tradisi ini dinilai baik karena di dalamnya terdapat kegiatan-kegiatan yang positif seperti membaca Al Qur’an, dzikir, sholawat dan lain-lain. Apalagi bila dilengkapi dengan suatu pengajian (mauidloh hasanah) yang pastinya mengandung seruan-seruan kebaikan.

Kesimpulannya: Anjuran syara’ pada tradisi ini terletak pada amalan-amalan yang terkandung di dalamnya bukan wujud peringatan pada hari ke-100 atau ke-1000.

File Dokumen Fiqh Menjawab

Menikahi Wanita Hamil

Wanita hamil dibagi dua :

1. Wanita hamil lalu ditinggal mati suaminya atau dicerai.

Hukum menikah wanita tersebut tidak boleh pada saat hamil harus menunggu selesainya masa 'iddah yaitu menunggu sampai lahirnya bayi tersebut. Alloh swt berfirman :

 واللائي يئسن من المحيض من نسائكم إن ارتبتم فعدتهن ثلاثة أشهر واللائي لم يحضن وأولات الأحمال أجلهن أن يضعن حملهن ومن يتق الله يجعل له من أمره يسرا

Artinya : "Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya."  (QS. At Talaq : 4)

2. Wanita hamil karena zina.

Hukumnya boleh dinikah dan nikahnya sah. Dalil diperbolehkannya menikahi wanita hamil :

- Kitab Fiqh ala Madzahibil Arbaah juz 4 halaman 533

أَمَّا وَطْءِ الزِّنَا فَإنَّهُ لاَ عِدَّةَ فِيْهِ وَيَحِلُّ التَّزْوِيْجُ بِالحَامِلِ مِنَ الزِّنَا وَوَطْءِهَا وَهِيَ حَامِلٌ عَلَى الأصَحِّ وَهَذَا عِنْدَ الشَّافِعِى

"Adapun hubungan seksual dari perzinaan, maka sesungguhnya tidak ada 'iddah padanya. Halal mengawini wanita yang hamil dari perzinaan dan halal menyetubuhinya sedangkan wanita tersebut dalam keadaan hamil menurut pendapat yang lebih kuat. Pendapat ini adalah pendapat Syafii."

- Kitab Al-Muhadzdzab juz 2 halaman 113

وَيَجُوزُ نِكَاحُ الحَامِلِ مِنَ الزِّنَا لأَنَّ حَمْلَهَا لاَيَلْحَقُ بِأَحَدٍ فَكَانَ وُجُودُهُ كَعَدَمِهِ

"Boleh menikahi wanita hamil dari perzinaan, karena sesungguhnya kehamilannya itu tidak dapat dipertemukan kepada seseorangpun, sehingga wujud dari kehamilan tersebut adalah seperti ketiadaannya."

- Kitab Bughyatul Musytarsyidin halaman 201

(مَسْأَلَةُ ش) وَيَجُوزُ نِكَاحُ الحَامِلِ مِنَ الزِّنَا سَوَاءُ الزَّانِى وَغَيْرِهِ وَوَطْءُهَا حِيْنَئِذٍ مَع الكَرَاهَةِ

"Boleh menikahi wanita yang hamil dari perzinaan, baik oleh laki-laki yang menzinainya atau oleh lainnya (bukan yang menzinai) dan menyetubuhi wanita pada waktu hamil dari zina tersebut adalah makruh."

File Dokumen Fiqh Menjawab

Nikah Beda Agama

A. Nikah antara Muslim dengan Kafir Musyrik

Allah ta'ala berfirman: 

 ولا تنكحوا المشركات حتى يؤمن ولأمة مؤمنة خير من مشركة ولو أعجبتكم ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو أعجبكم أولئك يدعون إلى النار والله يدعو إلى الجنة والمغفرة بإذنه ويبين ءاياته للناس لعلهم يتذكرون

Artinya: "Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran." (QS. al Baqarah : 221) 

Berdasarkan ayat ini dan dalil-dalil yang lain, para ulama menyepakati (ijma) keharaman pernikahan antara seorang laki-laki atau perempuan muslim dengan orang-orang kafir musyrik laki-laki maupun perempuan.

B. Nikah antara Lelaki Muslim dengan Perempuan Kafir Ahli Kitab
     
 Allah ta'ala berfirman: 

 اليوم أحل لكم الطيبات وطعام الذين أوتوا الكتاب حل لكم وطعامكم حل لهم والمحصنات من المؤمنات والمحصنات من الذين أوتوا الكتاب من قبلكم إذا ءاتيتموهن أجورهن محصنين غير مسافحين ولا متخذي أخدان ومن يكفر بالإيمان فقد حبط عمله
وهو في الآخرة من الخاسرين

Artinya: "Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang ahli kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak pula menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi ." (QS. al Maidah:5)

Berdasarkan ayat ini dan dalil-dalil yang lain, mayoritas para ulama  berpendapat bolehnya pernikahan antara seorang laki-laki muslim dengan perempuan Ahli Kitab, yahudi dan nasrani saja.  Hanya saja menurut Imam Syafi'i perempuan Ahli Kitab yang dimaksud (yang boleh dinikahi) adalah mereka yang memang memiliki nenek moyang yahudi sebelum diutusnya Nabi Isa dan yang memiliki nenek moyang nasrani sebelum diutusnya Nabi Muhammad.

Sebagian ulama melarang lelaki muslim menikahi perempuan Ahli Kitab karena memang mengharamkannya dan sebagian lagi melarang dalam artian menganjurkan dan menasehatkan (Min Bab an-Nashihah wa at-Taujiih wa al Irsyad) agar tidak melakukan hal itu lebih karena alasan kemaslahatan. Mereka menganggap pernikahan semacam ini sedikit banyak akan membawa bahaya dan yang lebih besar maslahatnya adalah menghindari model pernikahan semacam ini.

Pernikahan dengan perempuan Ahli Kitab ini dilakukan oleh para sahabat Nabi saw, di antaranya: Utsman ibn 'Affan menikah dengan Ibnatul Farafishah al Kalabiyyah, seorang nasrani kemudian masuk Islam. Thalhah ibn Ubaidillah menikahi perempuan dari Bani Kulayb nasrani atau yahudi. Hudzaifah ibn al Yaman menikahi seorang perempuan yahudi. (Semua diiriwayatkan oleh al Bayhaqi dengan sanad yang sahih).

C. Nikah antara Perempuan Muslimah dengan Lelaki Kafir Musyrik atau Kafir Ahli Kitab

Allah ta'ala berfirman: 

فإن علمتموهن مؤمنات فلا ترجعوهن إلى الكفار لا هن حل لهم ولا هم يحلون لهن

Artinya: "Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka benar-benar beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka…". (QS. al Mumtahanah : 10)

Berdasarkan ayat ini dan dalil-dalil yang lain, para ulama menyepakati (ijma) keharaman pernikahan antara seorang perempuan muslim dengan  laki-laki kafir, baik musyrik maupun Ahli Kitab. Orang yang menghalalkan model pernikahan semacam ini berarti telah mendustakan al Qur'an dan telah keluar dari Islam.

File Dokumen Fiqh Menjawab

Sunday, March 16, 2014

Terjemah Safinatunnaja Part 14

(Ngaji Kitab Safinatunnaja ke-58, Selasa 4 Februari 2014)

(Fasal Enam Puluh Empat)
Hal yang bisa membatalkan puasa, yaitu:
1. Sebab murtad (keluar dari Islam)
2. Haidh
3. Nifas
4. Melahirkan
5. Gila sekalipun hanya sebentar
6. Sebab pingsan atau mabuk yang dilakukan dengan sengaja dan terjadi dalam durasi waktu yang lama sampai menghabiskan seluruh waktu di siang hari.

فصل. يبطل الصوم : بردة وحيض ونفاس أو ولادة وجنون ولو لحظة وبإغماء وسكر تعدى به إن عمَّا جميع النهار

Link : https://www.facebook.com/groups/fiqhmenjawab/permalink/454790297983479/

(Ngaji Kitab Safinatunnaja ke-59, Sabtu 22 Februari 2014)

(Fasal Enam Puluh Empat)
Batal puasa seseorang dengan beberapa macam sebab, yaitu:
- Murtad (keluar dari Islam)
- Haidh
- Nifas
- Melahirkan
- Gila sekalipun sebentar
- Pingsan dan mabuk yang dilakukan dengan sengaja yang terjadi pada semua waktu di siang hari.

فصل. يبطل الصوم بردة وحيض ونفاس أو ولادة وجنون ولو لحظة وبإغماء وسكر تعدى به إن عمَّا جميع النهار

(Fasal Enam Puluh Lima)
Membatalkan puasa di siang hari pada bulan Ramadhan terbagi menjadi empat macam, yaitu:
1. Diwajibkan, sebagaimana terhadap wanita yang haid atau nifas.
2. Diperbolehkan, sebagaimana orang yang bepergian (musafir) dan orang yang sakit.
3. Tidak diwajibkan dan tidak diperbolehkan, sebagaimana orang yang gila.
4. Diharamkan, sebagaimana orang yang menunda qadha Ramadhan, padahal apabila dikerjakan sampai waktu qhadha tersebut habis maka tidak mencukupi.
Kemudian orang-orang yang batal puasanya dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Orang yang diwajibkan qadha dan fidyah, seperti perempuan yang membatalkan puasanya karena khawatir terhadap orang lain saperti bayinya. Dan seperti orang yang menunda qadha puasanya sampai tiba Ramadhan berikutnya.
2. Orang yang diwajibkan mengqadha tanpa membayar fidyah, macamnya banyak seperti orang yang pingsan.
3. Orang yang diwajibkan terhadapnya fidyah tanpa mengqadha, seperti orang yang sangat tua yang tidak mampu berpuasa.
4. Orang yang tidak diwajibkan mengqadha dan membayar fidyah, seperti orang gila yang tidak disengaja.

فصل. الإفطار في رمضان أربعة انواع واجب كما في الحائض والنفساء، وجائز كما في المسافر والمريض و لا و لا كما في المجنون، ومحرم كمن أخر قضاء رمضان تمكنه حتى ضاق الوقت عنه .
وأقسام الإفطار أربعة : أيضا ما يلزم فية القضاء والفدية وهو اثنان الأول الإفطار لخوف على غيرة ، والثاني الإفطار مع تأخير قضاء مع إمكانه حتى يأتي رمضان آخر ، وثانيها مايلزم فية القضاء دون الفدية وهو يكثر كمغمى علية ، وثالثهما ما يلزم فيه الفدية دون القضاء وهو شيخ كبير ، ورابعها لا و لا وهو المجنون الذي لم يتعد بجنونه

Link : https://www.facebook.com/groups/fiqhmenjawab/permalink/463439983785177/

(Ngaji Kitab Safinatunnaja ke-60, Ahad 23 Februari 2014)

(Fasal Terakhir - Fasal Enam Puluh Enam)
Perkara-perkara yang tidak membatalkan puasa walaupun sudah masuk sampai ke rongga mulut ada tujuh macam, yaitu:
1. Ketika kemasukan sesuatu seperti makanan ke rongga mulut sebab lupa
2. Atau tidak tahu hukumnya
3. Atau dipaksa orang lain
4. Ketika kemasukan sesuatu ke dalam rongga mulut, sebab air liur yang mengalir diantara gigi-giginya, sedangkan ia tidak mungkin mengeluarkannya
5. Ketika kemasukan debu jalanan ke dalam rongga mulut
6. Ketika kemasukan sesuatu dari ayakan tepung ke dalam rongga mulut
7. Ketika kemasukan lalat yang sedang terbang ke dalam rongga mulut.

فصل. الذي لا يفطِر مما يصل إلى الجوف سبعة أفراد : مايصل إلى الجوف بنسيان أو جهل أو إكراة وبجريان ريق بما بين أسنانه وقد عجز عن مجه لعذره وما وصل إلى الجوف وكان غبار طريق ، وما وصل إلية وكان غربلة دقيق ، أوذبابا طائرا أو نحوه

Link : https://www.facebook.com/groups/fiqhmenjawab/permalink/464041863724989/

(Ngaji Kitab Safinatunnaja ke-61, Senin 24 Februari 2014)

IKHTITAM

Hanya Allah lah yang mengetahui kebenarannya. Kami akhiri dengan memohon kepada Tuhan Yang Karim dengan berkah beginda Nabi Muhammad shollallahu alaihi wa sallam yang wasim, supaya mengakhiri hidupku dengan memeluk agama Islam, juga orang tuaku, orang yang aku sayangi dan semua keturunanku. Dan mudah-mudahan Dia mengampuniku serta mereka dari segala kesalahan dan dosa.

Semoga rahmat Tuhan selalu tercurah keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad bin 'Abdullah bin 'Abdul Mutholib bin Abdi Manaf bin Hasyim yang menjadi utusan Alloh kepada sekalian makhluk Rosulul malahim, kekasih Alloh yang membuka pintu rahmat, menutup pintu kenabian, serta keluarga dan sahabat sekalian.
Segala puji hanya bagi Tuhan seluruh alam.

والله اعلم بالصواب نسأل الله الكريم بجاه نبيه الوسيم، أن يخرجني من الدنيا مسلما، ووالدي وأحبائي ومن إلي انتمي، وان يغفر لي ولهم مقحمات ولمما ، وصلى الله على سيدنا محمد بن عبد الله بن عبد المطلب بن هاشم بن عبد مناف رسول الله إلى كافة الخلق رسول الملاحم ،حبيب الله الفاتح الخاتم ،وآله وصحبه أجمعين والحمد لله رب العالمين .

Dengan penuh syukur dan mengucap alhamdulillahi rabbil 'alamin paripurna sudah kajian Kitab Safinatunnaja di Fiqh Menjawab dengan penuh harap semoga ada kemanfaatan yang didapat bagi kita semua.

Dari mulai Ngaji Safinatunnaja ke-1 (Rabu 10 Oktober 2012) sampai ke-60 (Senin 24 Februari 2014) tentulah banyak kekurangan, kami mohon maaf yang setulus-tulusnya. Meski hanya melalui media Facebook, semoga tidak mengurangi sedikitpun barakah dan do'a Syekh Salim bin Abdullah bin Sa'ad bin Sumair Al-Hadhrami penyusun Kitab Safinatunnaja.

Wallahu a'lam bish shawwab. Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Link : https://www.facebook.com/groups/fiqhmenjawab/permalink/464428543686321/

File Dokumen Fiqh Menjawab