Jilbab Punuk Unta
Posted by
Unknown
on
Saturday, March 01, 2014
with
No comments
Sudah berjilbab saja masuk neraka, apalagi yang enggan memakai jilbab ?
Dari Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat:
1. Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan,
2. Para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)
Penjelasan:
1). Yang dimaksud dengan "kaum yg memiliki cambuk seperti ekor sapi yg dipakai untuk menymbuk manusia" adalah mereka para penguasa yang menghukum rakyatnya yg tidak bersalah, atau menghukum tanpa alasan (bi ghoiril haq). Dikatakan seperti ekor sapi, ibarat dari para penguasa yang mempunyai kekuasaan, sebab cambuk seperti ekor sapi itu sangat besar dan ditafsirkan sebagai kekuasaan.
2). "Berpakaian tapi telanjang" terdapat dua tafsir, pertama: perempuan itu berpakaian rapi, akan tetapi hatinya tidak ada iman dan tdk punya rasa malu. Kedua; Perempuan itu memakai pakaian, namun terlalu ketat sehingga terlihat lekuk-lekuk tubuhnya atau pakaian tipis yang memperlihatkan warna kulitnya.
"Berjalan berlenggak-lenggok" adalah para wanita yg memamerkan hiasannya dan auratnya, berhias serta berwangi-wangian, serta berjalan di depan orang lain (laki-laki) yg bukan mahrom.
"Kepala mereka bagaikan punuk unta" adalah wanita yg membuat model rambutnya bergelung tinggi, sehingga dapat bergerak ke kanan dan ke kiri, atau wanita yg memakai sorban tinggi seperti laki-laki. (Lihat: Tafsir Ghorib ma fi ash-Shahihain al-Bukhari wa Muslim)
Mengenai makna dari lafadz -Kaasiyaat- ada beberapa pendapat, yaitu:
1. Orang yang berpakaian dengan nikmat2 Allah tapi telanjang dengan tidak mensyukurinya.
2. Orang yang menutupi sebagian anggota tubuhnya tetapi membuka sebagian yang lain dengan tujuan untuk menampakkannya.
3. Orang yang memakai pakaian tetapi masih menampakkan warna tubuhnya.
Makna dari lafadz -Maailaat- adalah wanita yang melenceng dari mentaati Allah dan melenceng dari apa-apa yang diwajibkan baginya.
Makna dari lafadz -Mumiilaat- adalah wanita yang memberitahukan kepada selainnya tentang keburukan yang telah dilakukannya. Menurut pendapat yang lain maknanya adalah wanita yang berjalan melenggak-lenggok dan menggoyang-goyangkan pundaknya. Menurut pendapat yang lain maknanya adalah wanita yang menata rambutnya dengan penataan rambut yang miring, yang mana penataan tersebut adalah penataan rambut wanita pelacur.
Ma’na kalimat -ru'usuhunna ka asnimatil buhti al mailah- adalah wanita yang memperbesar penataan rambutnya dengan cara menggulungnya dengan sorban atau yang lainnya. (Lihat: Syarh an-Nawawi ‘ala Muslim).
Kerudung sanggul termasuk larangan yg ada pada hadits. Hal ini berdasarkan ibarat di bawah ini:
يكبرنها ويعظمنها بلف العمامة او الاصابة او نحو ذلك
"(Maksudnya) memperbesar kepalanya dengan mengikatkan surban atau kain dan sejenisnya"
Atau dalam ibarat lain mengatakan:
ترفع شعر رأشها وتضع على رأسها عمامة حتى ترتفع الخمار
"Menaikkan rambut kepala dan meletakkan di atas kepalanya surban sehingga kerudungnya menjadi naik (menonjol).
Inti dari pada hadits tersebut, seorang wanita memamerkan perhiasannya dalam hal ini (rambut) di hadapan umum dan hal tersebut dapat mengundang fitnah. Meskipun rambut itu dikerudungi, namun karena ditonjolkan (diperliahtkan bentuknya), maka tetap masuk kategori larangan. Hal ini sama dgn menutup aurat dgn menggunakan pakaian ketat sehingga terlihat lekuk-lekuk tubuhnya. (Lihat : Syarh Riyadl Ash-Sholihin, bab Tahriimu Tasyabbuh Ar-rijaal bi an-Nisaa')
Dalam Fathul Bari, syaikh Ibnu Hajar al-Asqalani menyatakan:
وفي رواية قتادة عن سعيد عند مسلم " نهى عن الزور " وفي آخره ألا وهذا الزور قال قتادة : يعني ما تكثر به النساء أشعارهن من الخرق . وهذا الحديث حجة للجمهور في منع وصل الشعر بشيء آخر سواء كان شعرا أم لا ، ويؤيده حديث جابر " زجر رسول الله - صلى الله عليه وسلم - أن تصل المرأة بشعرها شيئا " أخرجه مسلم . وذهب الليث ونقله أبو عبيدة عن كثير من الفقهاء أن الممتنع من ذلك وصل الشعر بالشعر ، وأما إذا وصلت شعرها بغير الشعر من خرقة وغيرها فلا يدخل في النهي ، وأخرج أبو داود بسند صحيح عن سعيد بن جبير قال : لا بأس بالقرامل ; وبه قال أحمد والقرامل جمع قرمل بفتح القاف وسكون الراء نبات طويل الفروع لين ، والمراد به هنا خيوط من حرير أو صوف يعمل ضفائر تصل به المرأة شعرها ، وفصل بعضهم بين ما إذا كان ظاهرا ، فمنع قوم الأول فقط لما فيه من التدليس وهو قوي ، ومنهم من أجاز الوصل مطلقا سواء كان بشعر آخر أو بغير شعر إذا كان بعلم الزوج وبإذنه ، وأحاديث الباب حجة عليه . ويستفاد من الزيادة في رواية قتادة منع تكثير شعر الرأس بالخرق كما لو كانت المرأة مثلا قد تمزق شعرها فتضع عوضه خرقا توهم أنها شعر . وقد أخرج مسلم عقب حديث معاوية هذا حديث أبي هريرة وفيه ونساء كاسيات عاريات رءوسهن كأسنمة البخت ، قال النووي يعني يكبرنها ويعظمنها بلف عمامة أو عصابة أو نحوها ، قال : وفي الحديث ذم ذلك .
"Dalam riwayatnya Qatadah dari Sa'id menurut Imam Muslim "Rasulullah mencegah perbuatan Az-Zur dan dalam akhirnya perlu diingat yag dimaksud az-zuur menurut Qatadah adalah sesuatu yang digunakan para wanita untuk memperbanyak rambutnya, seperti kain. Hadits ini sebagi Hujjah bagi mayoritas ulama dalam hukum dilarangnya menyambung rambut dengan sesuatu baik berupa rambut atau tidak. Pendapat ini dikuatkan oleh hadits dari Jabir; "Rasulullah SAW melarang perempuan menyambung rambutnya dengan sesuatu". (HR. Muslim).
Sedangkan menurut Al-Laits yg dinuqil oleh Abu Ubaidah dari para ulama ahli fikih, sesungguhnya yg dilarang adalah menyambung rambut dengan rambut, sedangkan apa bila disambung dengan selain rambut, seperti kain dsb, maka tidak dilarang.
Abu Dawud meriwayatkan hadits shahih dari Sa'id bin Jabir, beliau berkata; "Tidak dilarang menyambung rambut dengan qaramil". Dan demikianlah Ahmad berkata. Yang dimaksud dengan Qaramil adalah rumput yg daunnya dan lentur. Yang dikehendaki adalah benang-benang sutra atau bulu yg disambungkan rambut kepala wanita.
Sebagian Ulama memperinci jika terlihat maka dilarang, dan jika tidak terlarang, maka tidak dilarang.
Sebagian ulama ada yang memperbolehkan menyambung rambut, baik dengan rambut atau bukan, apabila dengan izin suami.
Dapat diambil kesimpulan dari tambahan hadits riwayat Qatadah, dilarang menyambung rambut dengan kain, sebagaimana jika ada wanita yang rontok rambutnya, kemudian diletakkan kain agar dikira rambut. Dan Imam Muslim telah meriwayatkan hadits setelah hadits Mu'awiyyah, yaitu hadits dari Abu hurairah:
ونساء كاسيات عاريات رءوسهن كأسنمة البخت
Imam An-Nawawi barkata: Perempuan itu membesarkan dan menonjolkan rambutnya dgn membalut atau menyambungkan dengan surban atau kain, atau sejenisnya. Kemudian Imam An-nawawi berkata: Hadits ini melarang perbuatan itu". (Lihat : Fathul Bari)
Kesimpulan
Kesimpulan ibarat di atas adalah, terjadi perbedaan pendapat tentang hukum menyambung rambut:
1. Jumhur Ulama: Dilarang secara mutlak baik dgn rambut atau dgn kain, dan sejenisnya.
2. Abu Laits (Al-laits): Dilarang hanya apa bila menyambung dgn rambut lain. Jika bukan rambut, maka boleh. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu dawud bahwa tdk dilarang menyambung rambut dgn Qaramil.
3. Sebagian Ulama; Boleh jika sambungan tersebut tdk terlihat, dan tidak boleh apa bila terlihat.
4. Sebagian ulama: Boleh menyambung rambut secara mutlak, baik memakai rambut atau tidak.
5. Syekh An-Nawawi: Haram secara mutlak baik dgn rambut atau dgn kain. dan itu yg dimaksud dgn "seperti punuk unta".
File Dokumen Fiqh Menjawab
Dari Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat:
1. Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan,
2. Para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)
Penjelasan:
1). Yang dimaksud dengan "kaum yg memiliki cambuk seperti ekor sapi yg dipakai untuk menymbuk manusia" adalah mereka para penguasa yang menghukum rakyatnya yg tidak bersalah, atau menghukum tanpa alasan (bi ghoiril haq). Dikatakan seperti ekor sapi, ibarat dari para penguasa yang mempunyai kekuasaan, sebab cambuk seperti ekor sapi itu sangat besar dan ditafsirkan sebagai kekuasaan.
2). "Berpakaian tapi telanjang" terdapat dua tafsir, pertama: perempuan itu berpakaian rapi, akan tetapi hatinya tidak ada iman dan tdk punya rasa malu. Kedua; Perempuan itu memakai pakaian, namun terlalu ketat sehingga terlihat lekuk-lekuk tubuhnya atau pakaian tipis yang memperlihatkan warna kulitnya.
"Berjalan berlenggak-lenggok" adalah para wanita yg memamerkan hiasannya dan auratnya, berhias serta berwangi-wangian, serta berjalan di depan orang lain (laki-laki) yg bukan mahrom.
"Kepala mereka bagaikan punuk unta" adalah wanita yg membuat model rambutnya bergelung tinggi, sehingga dapat bergerak ke kanan dan ke kiri, atau wanita yg memakai sorban tinggi seperti laki-laki. (Lihat: Tafsir Ghorib ma fi ash-Shahihain al-Bukhari wa Muslim)
Mengenai makna dari lafadz -Kaasiyaat- ada beberapa pendapat, yaitu:
1. Orang yang berpakaian dengan nikmat2 Allah tapi telanjang dengan tidak mensyukurinya.
2. Orang yang menutupi sebagian anggota tubuhnya tetapi membuka sebagian yang lain dengan tujuan untuk menampakkannya.
3. Orang yang memakai pakaian tetapi masih menampakkan warna tubuhnya.
Makna dari lafadz -Maailaat- adalah wanita yang melenceng dari mentaati Allah dan melenceng dari apa-apa yang diwajibkan baginya.
Makna dari lafadz -Mumiilaat- adalah wanita yang memberitahukan kepada selainnya tentang keburukan yang telah dilakukannya. Menurut pendapat yang lain maknanya adalah wanita yang berjalan melenggak-lenggok dan menggoyang-goyangkan pundaknya. Menurut pendapat yang lain maknanya adalah wanita yang menata rambutnya dengan penataan rambut yang miring, yang mana penataan tersebut adalah penataan rambut wanita pelacur.
Ma’na kalimat -ru'usuhunna ka asnimatil buhti al mailah- adalah wanita yang memperbesar penataan rambutnya dengan cara menggulungnya dengan sorban atau yang lainnya. (Lihat: Syarh an-Nawawi ‘ala Muslim).
Kerudung sanggul termasuk larangan yg ada pada hadits. Hal ini berdasarkan ibarat di bawah ini:
يكبرنها ويعظمنها بلف العمامة او الاصابة او نحو ذلك
"(Maksudnya) memperbesar kepalanya dengan mengikatkan surban atau kain dan sejenisnya"
Atau dalam ibarat lain mengatakan:
ترفع شعر رأشها وتضع على رأسها عمامة حتى ترتفع الخمار
"Menaikkan rambut kepala dan meletakkan di atas kepalanya surban sehingga kerudungnya menjadi naik (menonjol).
Inti dari pada hadits tersebut, seorang wanita memamerkan perhiasannya dalam hal ini (rambut) di hadapan umum dan hal tersebut dapat mengundang fitnah. Meskipun rambut itu dikerudungi, namun karena ditonjolkan (diperliahtkan bentuknya), maka tetap masuk kategori larangan. Hal ini sama dgn menutup aurat dgn menggunakan pakaian ketat sehingga terlihat lekuk-lekuk tubuhnya. (Lihat : Syarh Riyadl Ash-Sholihin, bab Tahriimu Tasyabbuh Ar-rijaal bi an-Nisaa')
Dalam Fathul Bari, syaikh Ibnu Hajar al-Asqalani menyatakan:
وفي رواية قتادة عن سعيد عند مسلم " نهى عن الزور " وفي آخره ألا وهذا الزور قال قتادة : يعني ما تكثر به النساء أشعارهن من الخرق . وهذا الحديث حجة للجمهور في منع وصل الشعر بشيء آخر سواء كان شعرا أم لا ، ويؤيده حديث جابر " زجر رسول الله - صلى الله عليه وسلم - أن تصل المرأة بشعرها شيئا " أخرجه مسلم . وذهب الليث ونقله أبو عبيدة عن كثير من الفقهاء أن الممتنع من ذلك وصل الشعر بالشعر ، وأما إذا وصلت شعرها بغير الشعر من خرقة وغيرها فلا يدخل في النهي ، وأخرج أبو داود بسند صحيح عن سعيد بن جبير قال : لا بأس بالقرامل ; وبه قال أحمد والقرامل جمع قرمل بفتح القاف وسكون الراء نبات طويل الفروع لين ، والمراد به هنا خيوط من حرير أو صوف يعمل ضفائر تصل به المرأة شعرها ، وفصل بعضهم بين ما إذا كان ظاهرا ، فمنع قوم الأول فقط لما فيه من التدليس وهو قوي ، ومنهم من أجاز الوصل مطلقا سواء كان بشعر آخر أو بغير شعر إذا كان بعلم الزوج وبإذنه ، وأحاديث الباب حجة عليه . ويستفاد من الزيادة في رواية قتادة منع تكثير شعر الرأس بالخرق كما لو كانت المرأة مثلا قد تمزق شعرها فتضع عوضه خرقا توهم أنها شعر . وقد أخرج مسلم عقب حديث معاوية هذا حديث أبي هريرة وفيه ونساء كاسيات عاريات رءوسهن كأسنمة البخت ، قال النووي يعني يكبرنها ويعظمنها بلف عمامة أو عصابة أو نحوها ، قال : وفي الحديث ذم ذلك .
"Dalam riwayatnya Qatadah dari Sa'id menurut Imam Muslim "Rasulullah mencegah perbuatan Az-Zur dan dalam akhirnya perlu diingat yag dimaksud az-zuur menurut Qatadah adalah sesuatu yang digunakan para wanita untuk memperbanyak rambutnya, seperti kain. Hadits ini sebagi Hujjah bagi mayoritas ulama dalam hukum dilarangnya menyambung rambut dengan sesuatu baik berupa rambut atau tidak. Pendapat ini dikuatkan oleh hadits dari Jabir; "Rasulullah SAW melarang perempuan menyambung rambutnya dengan sesuatu". (HR. Muslim).
Sedangkan menurut Al-Laits yg dinuqil oleh Abu Ubaidah dari para ulama ahli fikih, sesungguhnya yg dilarang adalah menyambung rambut dengan rambut, sedangkan apa bila disambung dengan selain rambut, seperti kain dsb, maka tidak dilarang.
Abu Dawud meriwayatkan hadits shahih dari Sa'id bin Jabir, beliau berkata; "Tidak dilarang menyambung rambut dengan qaramil". Dan demikianlah Ahmad berkata. Yang dimaksud dengan Qaramil adalah rumput yg daunnya dan lentur. Yang dikehendaki adalah benang-benang sutra atau bulu yg disambungkan rambut kepala wanita.
Sebagian Ulama memperinci jika terlihat maka dilarang, dan jika tidak terlarang, maka tidak dilarang.
Sebagian ulama ada yang memperbolehkan menyambung rambut, baik dengan rambut atau bukan, apabila dengan izin suami.
Dapat diambil kesimpulan dari tambahan hadits riwayat Qatadah, dilarang menyambung rambut dengan kain, sebagaimana jika ada wanita yang rontok rambutnya, kemudian diletakkan kain agar dikira rambut. Dan Imam Muslim telah meriwayatkan hadits setelah hadits Mu'awiyyah, yaitu hadits dari Abu hurairah:
ونساء كاسيات عاريات رءوسهن كأسنمة البخت
Imam An-Nawawi barkata: Perempuan itu membesarkan dan menonjolkan rambutnya dgn membalut atau menyambungkan dengan surban atau kain, atau sejenisnya. Kemudian Imam An-nawawi berkata: Hadits ini melarang perbuatan itu". (Lihat : Fathul Bari)
Kesimpulan
Kesimpulan ibarat di atas adalah, terjadi perbedaan pendapat tentang hukum menyambung rambut:
1. Jumhur Ulama: Dilarang secara mutlak baik dgn rambut atau dgn kain, dan sejenisnya.
2. Abu Laits (Al-laits): Dilarang hanya apa bila menyambung dgn rambut lain. Jika bukan rambut, maka boleh. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu dawud bahwa tdk dilarang menyambung rambut dgn Qaramil.
3. Sebagian Ulama; Boleh jika sambungan tersebut tdk terlihat, dan tidak boleh apa bila terlihat.
4. Sebagian ulama: Boleh menyambung rambut secara mutlak, baik memakai rambut atau tidak.
5. Syekh An-Nawawi: Haram secara mutlak baik dgn rambut atau dgn kain. dan itu yg dimaksud dgn "seperti punuk unta".
File Dokumen Fiqh Menjawab
Categories:
Syariah
0 komentar :
Post a Comment