Tradisi Setelah Kematian
Posted by
Unknown
on
Wednesday, March 19, 2014
with
No comments
Banyak dijumpai disekitar masyarakat kita tradisi yang biasa dilakukan setelah ada orang yang meninggal, diantaranya :
A. 7 Hari dan 40 Hari
Imam
Ahmad ibn Hambal dalam kitab al-Zuhd menyatakan bahwa bersedekah selama
tujuh hari adalah perbuatan sunah, karena merupakan salah satu bentuk
do’a dan pertolongan untuk mayit yang sedang diuji di dalam kubur selama
7 hari atau 40 hari.
قَالَ
طَاوُسُ إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُوْنَ فِىْ قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا
فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ أَنْ يُطْعِمُوْا عَنْهُمْ تِلْكَ الْأَيَّامِ
Artinya:
Imam Thawus berkata: “Sesungguhnya orang-orang yang meninggal dunia
diuji selama tujuh hari dalam kubur mereka. Oleh karena itu ulama salaf
mensunahkan bersedekah makanan (atas nama oraang yang meninggal dunia)
pada hari-hari tersebut.”
وَعَنْ
عُبَيْدِ ابْنِ عُمَيْرٍ قَالَ يُفْتَنُّ رَجُلاَنِ مَؤْمِنٌ وَمُنَافِقٌ
فَأَمَّا الْمُؤْمِنُ فَيُفْتَنُّ سَبْعًا وَأَمَّا الْمُنَافِقُ
فَيُفْتَنُّ أَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا
Artinya: Dari
Ubaid ibn Umair, ia berkata: “Dua orang akan mendapatkan fitnah atau
ujian, yaitu orang mukmin dan orang munafik. Orang mukmin mendapatkan
fitnah selama 7 hari, sedangkan orang munafik mendapatkan fitnah selama
40 pagi (hari).”
Dalam menjelaskan dua Atsar tersebut, As-suyuthi menyatakan bahwa perawi Thawus
(w. 110an H) termasuk kategori perawi Hadits-hadits Shahih. Thawus
dikenal sebagai generasi pertama Ulama Yaman dan pemuka tabi'in yang
sempat menjumpai 50 orang shahabat Nabi.
Sedang 'Ubaid
bin 'Umair (w. 78 H) disini adalah al-Laitsi, seorang ahli mauidzah
pertama di kota Makkah dalam masa pemerintahan Umar bin khatab RA.
Menurut Imam Muslim, beliau dilahirkan di zaman Rasulullah saw. Bahkan
menurut riwayat lain, beliau sempat melihat Rasulullah.
Perlu diketahui,dilihat dari dirayahnya bahwa tiap riwayat seorang Shahabat Nabi yang tak bisa di ijtihadi (ma ruwiya mimma la al-majal li ar-ra'yi fih)
maka hukumnya Marfu' (riwayat sampai nabi), bukan mauquf (riwayat
terhenti sampai shahabat). (Dikutip dari kitab ad-dur al-mantsur fi
ta’wil bil ma’tsur karya Jalaludin As-Suyuthi)
Masalah 7 hari ini, bahkan diperkuat oleh Syeh Nawawi al-Bantani dalam Nihayah az Zain-nya;
والتصدق
عن الميت بوجه شرعي مطلوب ولا يُتقيد بكونه فى سبعة أيام أو أكثر أو أقل,
والتقييد ببعض الأيام من العوائد فقط, فقد أفتى بذالك السيد أحمد دحلان:
وقد جرت عادة الناس بالتصدق عن الميت فى ثالث من موته وفى سابع وفى تمام
العشرين وفى الأربعين وفى المائة وبعد ذالك يفعل كل سنة حولاً فى يوم
الموت, كما افاده شيخنا السنبلاويني
"Dan
bersedekah untuk mayit dengan cara syar'i itu dianjurkan.
Pelaksanaanya tak dibatasi 7 hari, lebih atau kurang. Pembatasan dengan
hari-hari tertentu ini hanyalah tradisi ('awaid) saja. Sebagaimana
fatwa sayid ahmad dahlan: "Telah berlaku tradisi masyarakat
bersedekah dari mayit pada hari ke 3, 7, 20, 40 kematiannya. Setelah
itu tiap tahun mereka menyelenggarakan haul yang bertepatan hari
kematiannya". Seperti yang telah dikemukakan oleh guruku,
as-Sunbulawini."
B. Haul
Mengenai peringatan haul sebenarnya sudah diajarkan Rosululloh sebagaimana tersebut dalam hadits berikut:
حَدَّثَنَا
الْوَاقِدِى قَالَ قَدْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَزُوْرُهُمْ فِى كُلِّ حَوْلٍ وَإِذَا تَفَوَّهَ الشِّعْبَ
رَفَعَ صَوْتَهُ فَيَقُوْلُ سَلاَمٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ
عُقْبَ الدَّارِ ثُمَّ أَبُوْ بَكْرٍ كُلَّ حَوْلٍ يَفْعَلُ مِثْلَ ذَلِكَ
ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ ثُمَّ عُثْمَانُ
Artinya:
“Nabi saw menziarahi mereka (para syuhada yang gugur dalam perang Uhud)
setiap tahun (haul), dan ketika Beliau sampai di bukit, Beliau
mengeraskan suaranya seraya mengucapkan “Semoga keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian. Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan (surga) itu.” Kemudian Abu Bka ra melakukan hal yang serupa, kemudian Umar ibn Khattab ra, dan kemudian Utsman ibn Affan ra.” (HR. Al Baihaqi dalam kitab Syarah Ash-Shudur hal: 92)
C. Nyatus dan Nyewu
Adapun peringatan 100 hari (nyatusi), dan 1000 hari (nyewu)
adalah sebatas ritual tradisi saja, dan belum ditemukan dalil nash
maupun fatwa ulama yang mendasri tradisi ini. Namun, bukan berarti
tradisi ini tidak boleh dilaksanakan atau dilarang. Yang jelas, tradisi
ini dinilai baik karena di dalamnya terdapat kegiatan-kegiatan yang
positif seperti membaca Al Qur’an, dzikir, sholawat dan lain-lain.
Apalagi bila dilengkapi dengan suatu pengajian (mauidloh hasanah) yang pastinya mengandung seruan-seruan kebaikan.
Kesimpulannya:
Anjuran syara’ pada tradisi ini terletak pada amalan-amalan yang
terkandung di dalamnya bukan wujud peringatan pada hari ke-100 atau
ke-1000.
File Dokumen Fiqh Menjawab
Categories:
Syariah
0 komentar :
Post a Comment