Media Islam online untuk pemberitaan, syi'ar Islam, dakwah dan kajian.

Showing posts with label Ubudiyyah. Show all posts
Showing posts with label Ubudiyyah. Show all posts

Tuesday, February 23, 2016

Ajibnya Shalawat, Malaikat Tak Sanggup Menghitung Pahalanya

Wejangan dari KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang patut kita renungkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bahwa Rosululloh Shallallahu `alaihi Wa Sallam bersabda:

"Disaat aku tiba di langit di malam Isro’ Mi’roj, aku melihat satu malaikat memiliki 1000 tangan. Di setiap tangan ada 1000 jari, aku melihatnya menghitung jarinya satu persatu. Aku bertanya kepada Jibril 'alaihis Salam, pendampingku,
‘Siapa gerangan malaikat itu, dan apa tugasnya?.’
Jibril Alaihis Salam berkata, 'Sesungguhnya dia adalah malaikat yang diberi tugas untuk menghitung tetesan air hujan yang turun dari langit ke bumi.
Rosululloh Shallallahu `alaihi Wa Sallam bertanya kepada malaikat tadi, ‘Apakah kamu tahu berapa bilangan tetesan air hujan yang turun dari langit ke bumi sejak diciptakan Adam Alaihis Salam ?’.
Malaikat itupun berkata, ‘Wahai Rosulalloh Shallallahu `alaihi Wa Sallam, demi yang telah mengutusmu dengan hak (kebenaran), sesungguhnya aku mengetahui semua jumlah tetesan air hujan yang turun dari langit ke bumi dari mulai diciptakan Adam Alaihis Salam sampai sekarang ini, begitu pula aku mengetahui jumlah tetetas yang turun ke laut, ke darat, ke hutan rimba, ke gunung-gunung, ke lembah-lembah, ke sungai-sungai, ke sawah-sawah dan ke tempat yang tidak diketahui manusia”.
Mendengar uraian malaikat tadi, Rosululloh Shallallahu `alaihi Wa Sallam sangat takjub dan bangga atas kecerdasannya dalam menghitung tetesan air hujan. Kemudian malaikat tadi berkata kepada beliau :
“Wahai Rosulalloh, walaupun aku memiliki seribu tangan dan sejuta jari dan diberikan kepandaian dan keulungan untuk menghitung tetesan air hujan yang yang turun dari langit ke bumi, tapi aku memiliki kekurangan dan kelemahan”. 
Rosulalloh Shallallahu `alaihi Wa Sallam pun bertanya, “Apa kekurangan dan kelemahan kamu?.
Malaikat itupun menjawab, “kekurangan dan kelemahanku, wahai Rosulalloh, jika umatmu berkumpul di satu tempat, mereka menyebut namamu lalu bershalawat atasmu, pada saat itu aku tidak bisa menghitung berapa banyaknya pahala yang diberikan Alloh Subhanahu wa Ta’ala kepada mereka atas sholawat yang mereka ucapkan atas dirimu”.
مَن صلَّى عليَّ صلاةً واحدةً ، صَلى اللهُ عليه عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وحُطَّتْ عنه عَشْرُ خَطياتٍ ، ورُفِعَتْ له عَشْرُ دَرَجَاتٍ
“Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya, serta ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak)”’
[HR an-Nasa’i (no. 1297), Ahmad (3/102 dan 261), Ibnu Hibban (no. 904) dan al-Hakim (no. 2018), dishahihkan oleh Ibnu Hibban, al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi, juga oleh Ibnu hajar dalam “Fathul Baari” (11/167)] 

Sumber: serambimata.com

Monday, January 11, 2016

Do'a Membuka Toko atau Tempat Usaha

Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz Ketika Maulid di Istiqal
mengijazahkan doa supaya dibaca setiap kali mau membuka toko atau tempat usaha.

- Ta'awwud 1x (أعوذ بالله من الشيطان الرجيم )
- Basmalah 1x (بسم الله الرحمن الرحيم)
- Ayat Kursi 1x
اَللهُ لآَإِلهَ إِلاَّهُوَالْحَىُّ الْقَيُّوْمُ ج لاَتَأْخُذُه سِنَةٌ وَلاَنَوْمٌ ط لَهُ مَافِى السَّموَاتِ وَمَافِى اْلاَرْضِ قلى مَنْ ذَالَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَه اِلاَّبِاِذْنِه ط يَعْلَمُ مَابَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَاخَلْفَهُمْ ج وَلاَيُحِيْطُوْنَ بِشَيْئٍ مِنْ عِلْمِه اِلاَّبِمَاشَآءَ ج وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّموَاتِ وَاْلاَرْضَ ج وَلاَيَؤدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَالْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ
- Al-Ikhlas 3x
- Al-Falaq 1x
- An-Nas 1x
Insyaallah yang membacanya, akan dimudahkan rezekinya oleh Allah Swt. juga akan diberikan:
- Himayah (penjagaan, dijaga rezekinya oleh Allah)
- Kifayah (diberikan kecukupan dalam rezeki)
- diberikan keberkahan

Kemudian Habib Umar mengucapakan "Ajaznaakum" (saya beri ijazah pada kalian semua )
Selamat mengamalkan.
Semoga berkah.

Sumber: Amir Laray'Ba Muhibburrasul

Friday, December 4, 2015

Kekalnya Akhirat

Allah SWT berfirman: 


فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ ـ ١٠٦ ـ 
خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ ـ١٠٧ ـ 
وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۖ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ ـ ١٠٨ ـ 

"Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka. Di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih). Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga. Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain) sebagai karunia yang tidak ada putus-putusnya." (QS. Hud : 106-108) 

Mereka Berkata:
Pada ayat di atas disebutkan bahwa kekekalan surga dan neraka hanyalah seumur langit dan bumi. Ini menunjukkan bahwa surga dan neraka tidak abadi, karena pada akhirnya keduanya akan mengalami kehancuran seperti halnya langit dan bumi. Ini sesuai dengan firman Allah SWT: 

كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ ۚ ـ ٨٨ ـ 

"Bahwa semua selain Allah akan hancur." (QS. Al-Qashash : 88) 

Ayat ini dan juga ayat di atas dengan jelas memastikan bahwa segala sesuatu, termasuk surga dan neraka, pasti akan hancur dan hanya Allah saja yang kekal selama-lamanya. 

Kami Menjawab:
Kekekalan akhirat adalah keyakinan pokok yang terpatri dalam dada setiap mukmin. Mereka meyakini bahwa surga dan neraka merupakan tempat yang kekal dan tidak akan berakhir. Keyakinan ini memiliki dasar yang kuat. Banyak sekali ayat maupun hadits yang menunjukkan bahwa surga dan neraka adalah kekal adanya. Di antaranya adalah firman Allah SWT: 

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَىٰ وَزِيَادَةٌ ۖ وَلَا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلَا ذِلَّةٌ ۚ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ـ ٢٦ ـ 
وَالَّذِينَ كَسَبُوا السَّيِّئَاتِ جَزَاءُ سَيِّئَةٍ بِمِثْلِهَا وَتَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ ۖ مَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ عَاصِمٍ ۖ كَأَنَّمَا أُغْشِيَتْ وُجُوهُهُمْ قِطَعًا مِنَ اللَّيْلِ مُظْلِمًا ۚ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ـ ٢٧ ـ 

"Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan (mendapat) balasan yang setimpal dan mereka ditutupi kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari (azab) Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya." (QS. Yunus : 26-27) 

Makna ayat ini cukup jelas, bahwa penduduk surga maupun neraka akan kekal di dalamnya. 

Sedangkan salah satu hadits yang menetapkan kekekalan surga dan neraka adalah hadits shohih, termasuk di dalamnya tentang "penyembelihan" (diakhirinya) kematian. 

Perhatikan hadits berikut ini : 

عن ابن عمر قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم { إذا صار أهل الجنة إلى الجنة وأهل النار إلى النار جيء بالموت حتى يجعل بين الجنة والنار ثم يذبح ثم ينادي مناد يا أهل الجنة لا موت و يا أهل النار لا موت فيزداد أهل الجنة فرحا إلى فرحهم ويزداد أهل النار حزنا إلى حزنهم} 

Dari Ibnu Umar berkata, Rosulullah shollallohu alaihi wasallam bersabda : "Jika ahli surga telah masuk ke dalam neraka dan ahli neraka telah masuk ke dalam neraka, didatangkanlah al-maut (kematian) sampai tempat di antara surga dan neraka, kemudian disembelih. Lalu akan memanggil seorang penyeru: "Wahai penduduk surga, tidak ada (lagj) kematian. Wahain penduduk neraka, tidak ada (lagi) kematian. Maka penduduk surga bertambah gembira di atas kegembiraan mereka, dan penduduk neraka bertambah sedih di atas kesedihan mereka." (HR. Bukhory). 

Ayat-ayat dan hadits-hadits sejenis yang menerangkan mengenai kekalnya surga dan neraka sangat banyak dan tidak bisa disebutkan di sini satu per satu. 
Semua dalil-dalil ini ditambah perkataan para ulama yang mu'tabar (kredibel) dan menjurus pada satu kesimpulan, bahwa akhirat adalah kekal dan tidak akan berakhir. 

Adapun mengenai Firman Allah SWT: 

فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُوا فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقٌ ـ ١٠٦ ـ 
خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ ـ ١٠٧ ـ 
وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۖ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ ـ ١٠٨ ـ 

"Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka. Di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih). Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga. Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sebagai karunia yang tiada putusnya." (QS. Hud : 106-108) 

Ayat-ayat ini tidak dimaksudkan untuk menafikan kekekalan surga dan neraka, dan justru merupakan dalil mengenai kekalnya surga dan neraka. 
Di dalam ayat ini disebutkan bahwa penduduk surga dan neraka bersifat خالدين فيها (kekal di dalamnya). 

Adapun definisi خلد ـ يخلد dalam bahasa arab adalah: دوام البقاء في دار لا يخرج منها (terus menetap dalam suatu tempat dan tidak keluar dari situ). Oleh karena itulah, maka akhirat disebut sebagai دار الخلد karena kekalnya penghuni surga di dalamnya. 

Ungkapan ما دامت السماوات والأرض (mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi) tidak berarti bahwa akhirat itu seumur langit dan bumi. Justru perkataan seperti ini merupakan ungkapan yang biasa dipakai oleh orang-orang arab untuk mengungkapkan keabadian. Ketika kita mensifati sesuatu dengan kekekalan, biasanya orang arab akan mengatakan: 

هذا دائم دوام السموات والأرض 

"Ini kekal seperti kekalnya langit dan bumi" 

Yang mereka maksudkan adalah kekal selamanya, bukan hanya seumur langit dan bumi. 
Karena Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa arab, maka dalam ayat ini Allah menggunakan ungkapan yang biasa digunakan dalam bahasa mereka. Jadi makna firman Allah: 

خالدين فيها ما دامت السموات والأرض 

"mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi" tidak berarti akhirat hanya seumur langit dan bumi, tetapi merupakan penetapan kekalnya mereka di dalamnya untuk selama-lamanya. 

Beberapa ulama tafsir mengatakan bahwa maksud dari langit dan bumi dalam kata-kata ما دامت السموات والأرض (mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi) bukanlah langit dan bumi yang ada di dunia ini, tetapi langit dan bumi akhirat, karena pada Hari Kiamat langit dan bumi akan digantikan dengan langit dan bumi yang lain. Allah berfirman: 

يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتُ ۖ ـ ٤٨ ـ 

"(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikin pula) langit .. " (QS. Ibrahim : 48) 

Karena akhirat kekal, maka tentu langit dan bumi yang ada di akhirat pun kekal adanya. 

Setelah kita tahu mengenai kekalnya akhirat, tersisa satu pertanyaan yakni firman Allah SWT: إلا ما شاء ربك yang berarti kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Secara dhohir kata-kata ini menunjukkan bahwa mereka akan kekal di dalan surga dan neraka, kecuali jika Allah menghendaki yang lain. Dengan begitu, maka seakan-akan kekekalan akhirat bukanlah hal yang pasti. 

Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa dalam ayat 106-107 Surat Hud, yang dimaksud dengan pengecualian disini adalah bahwa penghuni neraka akan kekal di dalamnya kecuali mereka yang Allah kehendaki untuk dikeluarkan dari neraka dari golongan orang-orang mu'min yang melakukan ma'shiat. 

Sedangkan makna pengecualian dalam ayat 108 Surat Hud, bahwa penduduk surga akan kekal disurga setelah dikurangi masa yang Allah kehendaki bagi mu'min yang melakukan ma'shiat untuk menetap di neraka. 

Sebagian ahli tafsir lain mengatakan bahwa maksud firman Allah إلا ما شاء ربك yang berarti kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain), adalah jika Allah menghendaki untuk tidak menjadikan mereka kekal, maka itu adalah hal mudah. Akan tetapi yang dikehendaki oleh Allah adalah kekekalan mereka di dalam surga atau neraka. 

Begitu pula maksud dari ayat 88 Surat Al-Qoshosh, tidaklah berarti segala sesuatu pasti akan hancur jika Allah menghendakinya. Pada kenyataanny ada beberapa hal yang Allah kehendaki untuk kekal dan tidak mengalami kehancuran, seperti: surga, neraka, arsy, kursy, ruh, dan lain-lain yang telah ditetapkan untuk kekal. Ada juga yang berpendapat bahwa maksud ayat ini adalah, bahwa segala sesuatu akan musnah kecuali amal yang dikerjakan karena Allah. 

Sekarang jadi jelas bagi kita bahwa akhirat adalah kekal. Ayat-ayat yang mereka gunakan untuk menafikan kekekalan akhirat sama sekali tidak tepat sasaran. Wallahu a'lam

Thursday, July 9, 2015

14 Cara Rasulullah Mendidik Anak

Ilustrasi ayah dan anak @kisahhikmah.com
Praktik pendidikan Nabi Muhammad SAW pada anak-anak dapat di gambarkan di bawah ini:
  1. Rasulullah senang bermain-main (menghibur) dengan anak-anak dan kadang-kadang beliau memangku mereka. Beliau menyuruh Abdullah, Ubaidillah, dan lain-lain dari putra-putra pamannya Al-Abbas r.a. untuk berbaris lalu berkata, “ Siapa yang terlebih dahulu sampai kepadaku akan aku beri sesuatu (hadiah).” merekapun berlomba-lomba menuju beliau, kemudian duduk di pangkuannya lalu Rasulullah menciumi mereka dan memeluknya.
  2. Ketika Ja’far bin Abu Tholib r.a, terbunuh dalam peperangan mut’ah, Nabi Muhammad SAW, sangat sedih. Beliau segera datang ke rumah Ja’far dan menjumpai isterinya Asma bin Umais, yang sedang membuat roti, memandikan anak-anaknya dan memakaikan bajunya. Beliau berkata, “Suruh kemarilah anak-anak Ja’far." Ketika mereka datang, beliau menciuminya. Sambil meneteskan air mata. Asma bertanya kepada beliau karena telah mengetahui ada musibah yang menimpanya.
  3. “Wahai rasulullah, apa gerangan yang menyebabkan anda menangis? Apakah sudah ada berita yang sampai kepada anda mengenai suamiku Ja’far dan kawan-kawanya?” Beliau menjawab, “Ya benar, mereka hari di timpa musibah.” Air mata beliau mengalir dengan deras. Asma pun menjerit sehingga orang-orang perempuan berkumpul mengerumuninya. Kemudian Nabi Muhammad SAW. kembali kepada keluarganya dan beliau bersabda, “janganlah kalian melupakan keluarga ja’far, buatlah makanan untuk mereka, kerena sesungguhnya mereka sedang sibuk menghadapi musibah kematian Ja’far.”
  4. Ketika Rasulullah melihat anak Zaid menghampirinya, beliau memegang kedua bahunya kemudian menagis. Sebagian sahabat merasa heran karena beliau menangisi orang yang mati syahid di peperangan Mut’ah. Lalu Nabi Muhammad SAW. pun menjelaskan kepada mereka bahwa sesungguhnya ini adalah air mata seorang kawan yang kehilangan kawannya.
  5. Al-Aqraa bin harits melihat Nabi Muhammad SAW. mencium Al-Hasan r.a. lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai sepuluh orang anak, tetapi aku belum pernah mencium mereka.” Rasulullah bersabda, “Aku tidak akan mengangkat engkau sebagai seorang pemimpin apabila Allah telah mencabut rasa kasih sayang dari hatimu. Barang siapa yang tidak memiliki rasa kasih sayang, niscaya dia tidak akan di sayangi.”
  6. Seorang anak kecil dibawa kepada Nabi Muhammad SAW. supaya di doakan dimohonkan berkah dan di beri nama. Anak-anak tersebut di pangku oleh beliau. Tiba-tiba anak itu kencing, lalu orang-orang yang melihatnya berteriak. Beliau berkata, “jangan di putuskan anak yang sedang kencing, biarkanlah dia sampai selesai dahulu kencingnya.” Beliau pun berdoa dan memberi nama, kemudian membisiki orang tuanya supaya jangan mempunyai perasaan bahwa beliau tidak senang terkena air kencing anaknya. Ketika mereka telah pergi, beliau mencuci sendiri pakaian yang terkena kencing tadi.
  7. Ummu Kholid binti Kholid bin sa’ad Al-Amawiyah berkata, Aku beserta ayahku menghadap Rasululloh dan aku memakai baju kurung (gamis) berwarna kuning. Ketika aku bermain-main dengan cincin Nabi Muhammad SAW. ayahku membentakku, maka beliau berkata, “Biarkanlah dia.” Kemudian beliau pun berkata kepadaku, “bermainlah sepuas hatimu, Nak!"
  8. Dari Anas, diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW. selalu bergaul dengan kami. Beliau berkata kepada saudara lelakiku yang kecil, “Wahai Abu Umair, mengerjakan apa si nugair (nama burung kecil).”
  9. Nabi Muhammad SAW. melakukan shalat, sedangkan Umamah binti zainab di letakkan di leher beliau. Di kala beliau sujud, Umamah tersebut di letakkanya dan bila berdiri di letakkan lagi dil leher beliau. Umamah adalah anak kecil dari Abu Ash bin Rabigh bin Abdusysyam .
  10. Riwayat yang lebih masyhur menyebutkan, Rasulullah perna lama sekali sujud. dalam shalatnya, maka salah seorang sahabat bertanya, ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya anda lama sekali sujud, hingga kami mengira ada sesuatu kejadian atau anda sedang menerima wahyu." Nabi Muhammad SAW, menjawab, “Tidak ada apa-apa, tetaplah aku di tunggangi oleh cucuku, maka aku tidak mau tergesah-gesah sampai dia puas.” Adapun anak yang di maksud ialah Al-Hasan atau Al-Husain Radhiyallahu Anhuma
  11. Ketika Nabi Muhammad SAW. melewati rumah putrinya, yaitu Sayyidah Fatimah r.a., beliau mendengar Al-Husain sedang menangis, maka beliau berkata kepada Fatimah, “Apakah engkau belum mengerti bahwa menangisnya anak itu menggangguku.” Lalu beliau memangku Al-Husain di atas lehernya dan berkata, Ya Allah, sesungguhnya aku cinta kepadanya, maka cintailah dia. Ketika Rasulullah SAW. sedang berada di atas mimbar, Al-Hasan tergelincir. Lalu beliau turun dari mimbar dan membawa anak tersebut.
  12. Nabi Muhammad SAW. sering bermain-main dngan Zainab binti Ummu Salamah r.a. beliau memanggilnya, “Hai Zuwainib, hai Zuwainib." dengan berulang-rulang.
  13. Nabi Muhammad SAW. sering berkunjung ke rumah para sahabat Anshar dan memberi salam pada anak-anaknya serta mengusap kepala mereka.
  14. Diriwayatkan, pada suatu hari raya Rasulullah SAW. keluar rumah untuk menunaikan shalat 'id. Di tengah jalan, beliau melihat banyak anak kecil sedang berman dengan gembira sambil tertawa-tawa. Mereka mengenakan baju baru, sandal mereka pun tampak mengkilap. Tiba-tiba pandangan beliau tertuju pada salah seorang yang sedang duduk menyendiri dan sedang menangis tersedu-sedu. Bajunya compang-camping dan kakinya tiada bersandal. Rasulullah SAW, pun mendekatinya , lalu di usap-usap anak itu mendekapya ke dada beliau seraya bertanya, “mengapa kau menangis, Nak.” Anak itu hanya menjawab, “biarkanlah aku sendiri.” Anak itu belum tahu bahwa orang yang ada di hadapannya itu adalah Rasulullah SAW. yang terkenal sebagai pengasih. “Ayahku mati dalam suatu pertempuran bersama Nabi,” lanjut anak itu. “Lalu ibuku kawih lagi. Hartaku habis di makan suami ibuku, lalu aku di usir dari rumahnya. Sekarang, aku tak mempunyai baju baru dan makanan yang enak. Aku sedih melihat kawan-kawanku bermain dengan riangnya itu.” Baginda Rasulullah SAW. lantas membimbing anak tersebut seraya menghiburnya, “Sukakah kamu bila aku menjadi bapakmu, Fatimah menjadi kakakmu, Aisyah menjadi ibumu, Ali sebagai pamanmu, Hasan dan Husain menjadi saudaramu?” Anak itu segera tahu dengan siapa ia berbicara. Maka langsung ia berkata, “mengapa aku tak suka, ya Rasulullah?” kemudian, Rasulullah SAW, pun membawa anak itu ke rumah beliau, dan diberinya pakaian yang paling indah, memandikannya, dan memberinya perhiasan agar ia tampak lebih gagah, lalu mengajak makan. Sesudah itu, anak itu pun keluar bermain dengan kawan-kawannya yang lain, sambil tertawa-tawa sambil kegirangan. Melihat perubahan pada anak itu, kawan-kawannya merasa heran lalu bertanya, “Tadi kamu menagis, mengapa sekarang bergembira?” Lalu anak itu menjawab, "tadi aku kelaparan, sekarang sudah kenyang. Tadi aku tak mempunyai pakaian, sekarang aku mempunyainya, tadi aku tak punya bapak, sekarang bapakku Rasulullah dan ibuku Aisyah.” Anak-anak lain bergumam, "Wah, andaikan bapak kita mati dalam perang.” Hari-hari berikutnya, anak itu tetap di pelihara, oleh Rasulullah SAW. hingga beliau wafat. Wallahu a'lam bish shawwab
Semoga kabar di atas bisa kita praktekan dalam mendidik anak-anak kita untuk menjadi anak yang sholeh dan shalihah, Amiin!

Sumber: keluargabahagia.info

Sunday, January 25, 2015

Doa Suami Untuk Istri Yang Hamil

Kepada anda yang mendapatkan kabar gembira karena istri sedang hamil. Ini kami ijazahkan doa kepada anda.  Dibaca oleh suami.

1. الفَاتحة الى حضرة النبي المصطفى محمد صلى الله عليه وسلم وعلى اله واصحابه والتابعين وتابع التابعين لهم باحسان الى يوم الدين والى من اجازني هذه الورد الفاتحة
2. الفاتحة الي هذا الحمل الفاتحة 
3. صلوات × 100
4. رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارْ × 3 (بلا تنفس)
يقرأ كل ليلة الجمعة عند زوجة الحاملة ويوضع مصبحت الزوج (القارئ) في سرة الزوجة
(اجازنا حضرة الشيخ كياهي أنوار منصور الحاج)

1. al-Fatihah ditujukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beserta segenap keluarganya dan segenap sahabat serta para tabi’in dan para pengikut tabi’in juga kepada orang-orang yang mengijazahkan doa berikut ini, al-Fatihah….
2. al-Fatihah ditujukan kepada kandungan ini, al-Fatihah
3. Baca sholawat 100 x (terserah sholawat apa saja)
4. Rabbanaa maa kholaqta haadza baathilaa sub-haanaka faqinaa ‘adzaabannaar……. 3 x tanpa nafas.

Dibaca setiap malam jum’at dengan cara menaruh jari telunjuk suami di pusar istri. Semoga bermanfaat.

Ijiazah doa ini dari Hadratus Syekh KH. Anwar Manshur Lirboyo

Ada tambahan keterangan yang mengatakan menggunakan sholawat sebagai berikut :

اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى اله كما لانهاية لكمالك وعدد كماله

Allaahumma shalli wasallim wabaarik a'laa sayyidinaa Muhamadin waa'la aalihi kamaa laa nihayata likamalika wa a'dada kamaalihi. (Piss-ktb)

Wednesday, October 22, 2014

Mengangkat tangan dan Mengusap Muka ketika Berdo’a

Pada dasarnya mengangkat tangan ketika berdo’a dan dan mengusap wajah sesudahnya bukanlah sekedar tradisi yang tanpa dasa. Keduanya merupakan sunnah Rasulullah saw. sebagaimana termaktub dalam salah satu haditsnya yang diceritakan oleh Ibn Abbas:

إذا دعوت الله فادع بباطن كفيك ولا تدع بظهورهما فاذا فرغت فامسح بهما  وجهك (رواه ابن ماجه)

Apabila engkau memohon kepada Allah, maka bermohonlah dengan bagian dalam kedua telapak tanganmu, dan jangan dengan bagian luarnya. Dan ketika kamu telah usai, maka usaplah mukamu dengan keduanya.

Demikian pula keterangan para ulama dari beberapa kitab. Bahkan mereka menganjurkan ketika semakin penting permintaan agar semakin tinggi pula mengangkat tangan. Adapun ukuran mengangkat tangan adalah setinggi kedua belah bahu. Dalam I’anatut Thaibin Juz Dua diterangkan:

ورفع يديه الطاهرتين حذو منكبيه ومسح الوجه بهما بعده

Dan diwaktu berdoa disunnahkan mengangkat kedua tangannya yang suci setinggi kedua bahu, dan disunnahkan pula menyapu muka dengan keduanya setelah berdo’a.

Keterangan ini ditambahi oleh keterangan Syaikh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdy dalam Al-Hawasyil Madaniyyah  dengan sangat singkat.

وغاية الرفع خذو المنكبين الا اذا شتد الأمر

Batas maksimal mengangkat tangan adalah setinggi kedua bahu, kecuali apabila keadaan sudah amat kritis, maka ketika itu bolehlah melewati tinggi kedua bahu.

 Akan tetapi, di masa sekarang ini banyak kelompok yang meragukan dan menyangsikan sunnah Rasulullah saw ini. mereka meanyakan kembali tentang keabsahannya. Sungguh hal ini bukanlah sesuatu yang baru karena dulu telah disinggung oleh pengarang kitab al-Futuhatur rabbaniyyah:

قال المصنف وردت الاحاديث الكثيرة برفع اليد الى السماء فى كل دعاء من غير حصر ومن ادعى حصرها فقد غلط غلطا فاحشا

Sang pengarang telah berkata bahwa “telah ada hadits-hadits yang tak terbatas banyaknya mengenai mengangkat tangan ke langit ketika berdo’a, barang siapa menganggap itu tidak ada, maka ia telah keliru. (nu.or.id.)

Shalat Tahajjud Sekaligus Shalat Hajat

Pada umumnya orang memahami bahwa shalat tahajjud dan shalat hajat adalah dua shalat berbeda yang biasa dilakukan pada malam hari. Sehingga seseorang yang hendak shalat hajat harus menunggu malam. Demikian pula dengan shalat tahajjud yang hanya bisa didirikan pada tengah malam. Anggapan seperti ini tidak salah, namun kurang tepat.Shalat hajat termasuk dalam kategori shalat sunnah yang dilakukan karena sebab tertentu. Sebagaimana shalat minta hujan (istisqa’), shalat minta petunjuk memilih (istikharah), shalat gerhana mataharai dan bulan, shalat jenazah dan sebagainya. Shalat-shalat tersebut boleh dilaksankan ketika terjadi beberapa sebab-sebab. Tidak ada shalat jenazah tanpa orang mati kematian, shalat istikharah dilakukan hanya dalam kebimbangan untuk memilih, begitu juga shalat hajat yang dilaksanakan karena kebutuhan yang mendesak.   

Artinya, shalat hajat bisa dilakukan setiap saat ketika seseorang dalam kondisi terdesak dan membutuhkan. Jadi shalat hajat tidak harus dilakukan malam hari, karena hajat atau kebutuhan seseorang datang tanpa mengenal waktu. Sebagaimana diterangkan Imam Ghazali dalm Ihya’ Ulumuddin:

الثامنة صلاة الحاجة فمن ضاق عليه الأمر ومسته حاجة فى صلاح دينه ودنياه الى امر تعذر اليه فليصل هذه الصلاة

Yang kedepalan (dari beberapa shalat sunnah yang memiliki sebab) adalah shalat hajat. Siapa saja yang berada dalam kondisi terjepit dan membutuhkan sesuatu baik urusan dunia maupun akhirat sedangkan dia tidak mampu menyelesaikannya, hendaklah dia melaksanakan shalat (hajat) ini.

Hal ini berbeda dengan shalat tahajjud yang memang termasuk dalam kategori shalat sunnah yang tergantung pada waktu seperti shalat dhuha hanya boleh dilakukan selama waktu dhuha, shalat isyraq yang dilakukan ketika matahari terbit, dan juga shalat zawal yang dilakukan ketika matahari tenggelam. Shalat-shalat tersebut hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, tidak bisa sembarangan waktu. Bahkan dalam kasus shalat tahajjud disyaratkan pula tidur terlebih dahulu. Sebagaimana disebutkan dalam Hasyiyatul Bajuri

وهو لغة رفع النوم بالتكلف واصطلاحا صلاة بعد فعل العشاء ولومجموعة مع المغرب جمع تقديم وبعد نوم ولوكان النوم قبل العشاء وسواء كانت تلك الصلاة نفلا راتبا اوغيره ومنه سنة العشاء والنفل المطلق والوتراو فرضا قضاء او نذرا   

Tahajjud secara bahasa adalah bangun dari tidur yang berat. Sedangkan menurut istilah adalah shalat yang dilakukan setelah shalat isya (walaupun shalat isya’nya dijama’ taqdim dengan maghrib) dan setelah tidur. Meskipun tidurnya sebelum memasuki waktu isya, (demikian pula dinggap sebagai tahajjud) walaupun shalat sunnah rawatib, sunnah mutlaq, witir. Juga  (bisa dinggap sebagai tahajjud) shalat wajib yang karena qadha atau nadzar.

Teks di atas dapat difahami bahwa tahjjud adalah shalat yang dilakukan di waktu malam dan setelah tidur, meskipun shalat itu dimaksudkan sebagai shalat karena sebab tertentu, misalkan shalat hajat atau istikharah. Dengan kata lain shalat hajat yang kebetulah dilakukan malam hari setelah tidur maka dapat dikatakan sebagai shalat tahajjud. Demikian pula shalat witir, istikharah dan lain-lainnya, asalkan didirikan malam hari dan setelah tidur bisa dianggap sebagai shalat tahajjud. Adapun mengenai waktu pelaksanaannya diutamakan sepertiga malam terakhir. Karena pada malam-malam inilah waktu musatajabah.  
Memasukkan dua kategori ibadah dalam satu pelaksanaan semacam ini dalam konteks ilmu fiqih termasuk dalam qaidah   الصموم والخصوص الوجهي yang keterangan panjangnya demikian:

اجتماع الشيئين فى مادة وانفراد كل منهما فى أخرى

Yaitu berkumpulnya dua perkara dalam satu kategori, dan keterpisahan keduanya menjadi kategori yang berbeda.

Dengan kata lain dapat diartikan bahwa bisa saja satu shalat berkedudukan sebagai shalat tahajjud sekaligus shalat hajat.  Seperti keterangan di atas (shalat hajat yang dilakukan malam hari setelah shalat isya’ dan setelah tidur). Bisa juga shalat tahajjud yang bukan shalat hajat, seperti shalat sunnah muthlaq atau shalat witir yang dilakukan setelah shalat isya dan setelah tidur. Dan bisa jadi shalat hajat bukan tahajjud, seperti shalat hajat yang dilakukan siang hari bolong atau malam sebelum tidur. (nu.or.id.)

Doa Khusus dari Rasulullah untuk Shalat Hajat

Dalam berbagai literatur fiqih dan buku-buku tuntunan shalat banyak ditemukan amalan dan do’a-do’a keseharian. Dari yang bersifat umum hingga do’a istimewa. Diantara do’a yang banyak ragamnya adalah do’a yang disediakan untuk shalat hajat. Akan tetapi kebanyakan penyebutan do’a-do’a itu tidak menyertakan sumber asalnya. Baik yang berasal dari ulama shalihin maupun langsung dari hadits Rasulullah saw.

Oleh karena itu sungguh ada manfaatnya apabila dalam tulisan ini diceritakan sebuah kisah tentang seorang yang tidak sempurna penglihatannya datang kepada Rasulullah saw untuk meminta do’a kesembuhan. Akan tetapi Rasulullah saw malah memerintahkannya untuk mendirikan shalat hajat lalu berdo’a yaitu:

اللهم انى اسألك واتوجه اليك بمحمد نبي الرحمة يا محمد انى قد توجهت بك الى ربى فى حاجتى هذه لتقضى. اللهم فشفعه في

Allahumma ini as’aluka wa atawajjahu ilaika bi muhammadin nabiyyir rahmah, ya Muhammadu inni qad tawajjahtu bika ila Rabbi fi hajati hazdihi litaqdhi. Allahumma fa syaffi’hu fiyya.

Artinya: Ya allah Sesungguhnya aku bermohon kepada Engkau, dan aku menghadap kepada engkau dengan Muhammad Nabiyyir Rahmah, Wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap Tuhanku bersamamu dalam memohonkan hajatku ini agar dikabulkan. Ya Allah perkenankanlah dia (Muhammad saw) memberikan syafaatnya kepadaku. 

Adapun keterangan lengkapnya sebagaimana ditahrijkan oleh At-Tiridzi dan Ibnu Majah hadits riwayat Utsman bin Hunaif.

إن رجلا ضرير البصري اتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال ادع الله لي انيعافينى فقال ان شئت اخرت لك فهو خير وان شئت دعوت فقال ادعه فامره ان يتوضأ فيحسن وضوءه ويصلى ركعتين ويدعو بهذا الدعاء : اللهم انى اسألك واتوجه اليك بمحمد نبي الرحمة يا محمد انى قد توجهت بك الى ربى فى حاجتى هذه لتقضى. اللهم فشفعه في

Bahwasannya ada seorang laki-laki yang penglihatannya rusak datang kepada Rasulullah saw sambil berkata “do’akanlah kepada Allah untukku, agar disembuhkan-Nya aku ini”. Rasulullah saw balik menjawab “kalau kamu mau, aku dapat menundanya untukmu dan itu lebih baik, atau kalau kamu mau aku akan mendo’akan” maka orang itupun memohon “doakanlah untukku!” . Kemudian Rasulullah saw menyuruhnya berwudhu, maka wudhulah orang tersebut dengan baik dan shalat dua raka’at dan berdo’a dengan do’a ini “Allahumma ini as’aluka wa atawajjahu ilaika bi muhammadin nabiyyir rahmah, ya Muhammadu inni qad tawajjahtu bika ila Rabbi fi hajati hazdihi litaqdhi. Allahumma fa syaffi’hu fiyya”.

Demikianlah Rasulullah saw menganjurkan dan membolehkan seseorang bertawassul menggunakan nama beliau sebagai seorang Nabi dan Rasul, meskipun dalam shalat hajat. (nu.or.id)

Wednesday, July 16, 2014

Qunut Subuh dan Witir Ramadhan

Permasalahan qunut dalam sholat subuh termasuk salah satu perbedaan percabangan(khilafiyah furu'iyyah). Menurut madzhab Syafi’i, membaca qunut dalam sholat shubuh dan pada sholat witir di separuh yang akhir bulan Ramadlan hukumnya sunah. Imam Nawawi menjelaskan,

مَذْ هَبُنَا اَنَّهُ يُسْتَحَبُّ اْلقُنُوْتُ فِيْهَا سَوَاءٌ نَزَلَتْ نَازِلَةٌ اَمْ لمَ تَنْـزِلْ وَبِهَذَا قَالَ اَكْثَرُ الْسَّلَفِ وَمَنْ بَعْدَهُمْ اَوْكَثِيْرٌ مِنْهُمْ وَممِّنْ قَالَ بِهِ اَبُوْبَكْرٍالصِدِّيْقُ وَعُمَرُ ابنُ الْخَطَّابِ وَعُثْمَانُ وَعَلِىُّ وَاْبنُ عَبَّاسٍ وَالْبَرَّاءُ بْنُ عَازِبٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمْ.  

"Menurut madzhab kita (Syafi'iyyah) membaca qunut ketika sholat subuh hukumnya sunnah, baik ada bencana yang melanda atau tidak, inilah pendapat mayoritas ulama salaf, dan ulama setelahnya, atau setidaknya banyak ulama yang berpendapat demikian. Termasuk yang berpendapat demikian adalah Abu Bakar, Umar, Utsman Ibnu Affan, Ali bin Abi Tholib, Ibnu Abbas, dan Baro’ bin ‘Azib ra.” (Al-Majmu’ juz 3 hal 504)

(ثم) بعد ذلك س (قنوت في اعتدال آخره صبح مطلقا و) آخرة (سائر المكتوبات لنازلة) كوباء وقحط وعدو (و) آخرة (وتر نصف ثان من رمضان

"Kemudian disunnahkan membaca qunut setelah i'tidal yang terakhir di shalat subuh, dan pada setiap shalat maktubah jika ada bencana yang melanda, seperti bencana alam, orang meninggal, adanya musuh. Dan juga disunnahkan qunut di shalat witir separuh yang akhir pada bulan Ramadhan." (Fathul Wahhab juz 1 hal 68)

Banyak sekali hadits yang mendasari kesunahan dalam membaca qunut tersebut. Diantaranya adalah,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنِى دُعَاءً نَدْعُوْ بِهِ فِى الْقُنُوْتِ مِنَ صَلاَةِ الصُّبْحِ

“Rosululloh saw selalu mengajari kami doa yang dibaca dalam qunut sholat subuh.” (HR.  Baihaqi)

عَنْ حَسَنٍ ابْنِ عَلِى رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ قَالَ عَلَّمَنِى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ اَقُوْلُهُنَّ فِى قُنُوْتِ الْوِتْرِ أَللَّهُمَّ اِهْدِنِى فِيْمَنْ هَدَيْتَ....إلخ

“Dari Hasan bin Ali ra, beliau berkata, ‘Bahwa Rosululloh saw mengajariku kalimat yang aku baca ketika qunut sholat witir, yaitu allohummahdini......dst.” (HR. Imam Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi, dan Nasa’i).

عَنْ أَنَسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا بَعْدَ الرُّكُوْعِ يَدْعُوْ عَلَى أَحْيَاءٍ مِنَ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ

"Dari Anas ra, ‘Sesungguhnya Nabi saw membaca Qunut satu bulan setelah rukuk untuk mendoakan beberapa kabilah Arab, kemudian meninggalkanya.” (HR. Bukhori Muslim)

Begitu juga Imam Ahmad dan Daruquthni meriwayatkan hadits yang serupa, dan Imam Daruquthni menambahkan,

وَأَمَّا فِي الصُّبْحِ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا 

"Adapun dalam sholat subuh Rosululloh saw tidak pernah meninggalkan do’a qunut sampai beliau wafat.”

عَنْ أَبِى هرُيَرْةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوْعِ فِى صَلاَتِهِ شَهْرًا يَدْعُوْ لِفُلاَنٍ وَفُلاَنٍ ثُمَّ تَرَكَ الدُّعَاءَ لَهُمْ  

"Sesungguhnya Nabi saw membacca Qunut setelah ruku’ dalam sholatnya selama satu bulan untuk fulan dan fulan, kemudian meninggalkan do’a qunut untuk mereka.” (HR. Bukhori Muslim)

Sedangkan hadits yang menyatakan bahwa Nabi saw tidak melakukan qunut, atau hanya melaksanakan qunut nazilah, tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak mensunahkan, apalagi sampai melarang qunut subuh dan witir bulan Ramadlan. Karena dalam sebuah kaidah disebutkan al mutsbit muqoddamun ‘alan naafi (yang mengatakan ‘ada’ didahulukan dari yang mengatakan ‘tidak ada’). Salah satu hadits yang dimaksud adalah hadits berikut,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَقْنُتْ اِلاَّ إِذَا دَعَا لِقَوْمٍ اَوْ دَعَا عَلَى قَوْمٍ

"Sesungguhnya Nabi saw tidak pernah membaca Qunut kecuali apabila mendoakan (yang bermanfaat) bagi suatu kaum, atau mendoakan (yang merugikan) suatu kaum.” (HR. Ibnu Khuzaimah)

Kesimpulan: 
  • Jelas sudah bahwa qunut sholat subuh tetap disunahkan, dan Nabi saw tidak pernah  meninggalkannya hingga beliau wafat.
  • Yang ditinggalkan Nabi saw adalah doa qunut nazilah (untuk mendoakan orang kafir, atau doa khusus untuk sebagian orang), bukan qunut secara mutlak. (Al-Majmu’ juz 3 hal 475-476)
  • Demikian pula qunut sholat witir mulai pertengahan bulan Romadlon juga tetap disunnahkan.
File Dokumen Fiqh Menjawab

Sholat Tahajud Seletah Sholat Witir

Bulan Ramadlan adalah bulan ibadah, siang dan malam selama sebulan, bermacam-macam cabang ibadah yang dilakukan oleh umat muslim. Pada malam hari hampir seluruh kaum muslimin mengikuti jamaah shalat Isya’ dilanjutkan dengan shalat Tarawih dan Witir juga berjamaah. Kemudian pada waktu sahur sebagian dari mereka ada yang melakukan shalat Tahajjud.

Kita semua tahu bahwa shalat Tahajjud adalah shalat malam yang dilakukan setelah tidur, sementara ada hadits nabi yang menerangkan bahwa shalat witir itu pelaksanaannya di penghujung shalat malam. Sabda Nabi saw :

اِجْعَلُوْا آخِرَ صَلاَتِكُمْ  بِاللَّيْلِ وِتْرًا.

"Lakukanlah shalat yang paling akhir di waktu malam berupa shalat witir”. (HR. Baihaqi dan Abu Dawud).

Hadits ini difahami oleh sebagian orang bahwa setelah shalat witir pada saaat malam itu sudah tidak ada shalat sunat lagi.

Sehubungan dengan hal  tersebut, sering muncul pertanyaan : apabila kita sudah melaksanakan shalat witir setelah tarawih sebagaimana yang biasa bita lakukan setiap malam di bulan ramadlan kemudian kita tidur dan nanti menjelang pagi kita bangun, bolehkah kita melakukan shalat tahajjud? Jika hal itu boleh apakah kita masih disunatkan melakukan shalat witir lagi?

Mengenai masalah ini, para Ulama Fuqaha’ memahami bahwa kata perintah اجعلوا dalam hadits Nabi di atas adalah perintah sunat, bukan perintah wajib. Maka pengertiannya : shalat witir itu sebaiknya dilakukan pada akhir shalat malam. Bagi mereka yang biasa melakukan shalat tahajjud, shalat witirnya diakhirkan setelah tahajjud. Andai kata mereka sesudah melakukan shalat witir kemudian tidur dan nanti bangun malam kemudian melakukan shalat tahajjud, yang demikian itu juga boleh, yang penting mareka tidak melakkukan shalat witir lagi. Dalam kitabnya Syaikh Ibrahim Al-Bajuri berkata :

وَالْوَاحِدَةُ هِيَ أَقَلُّ الْوِتْرِ .... وَوَقْتُهُ بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ وَطُلُوْعِ الْفَجْرِ .... وَيُسَنُّ جَعْلُهُ آخِرَ صَلاَةِ اللَّيْلِ، لِخَبَرِ الصَّحِيْحَيْنِ: اِجْعَلُوْا آخِرَ صَلاَتِكُمْ مِنَ اللَّيْلِ وِتْرًا. فَإِنْ كَانَ لَهُ تَهَجُّدٌ أَخَّرَ الْوِتْرَ إِلَى أَنْ يَتَهَجَّدَ، فَإِنْ أَوْتَرَ ثُمَّ تَهَجَّدَ لَمْ يُنْدَبْ لَهُ إِعَادَتُهُ، بَلْ لاَ يَصِحُّ، لَخَبَرِ : لاَ وِتْرَانِ فِيْ لَيْلَةٍ. اهـ

"Shalat witir itu minimal satu rakaat, waktunya antara waktu shalat Isya’ sampai terbit fajar.Disunatkan melaksanakan shalat witir pada akhir shalat malam. Dalilnya hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim : Lakukanlah shalatmu yang paling akhir di waktu malam itu berupa shalat witir. Apabila seseorang biasa bertahajjud, maka witirnya diakhirkan setelah tahajjud dan andai kata dia melakukan witir lebih dulu kemudian baru melakukan shalat tahajjud, maka dia tidak disunatkan mengulang shalat witir, bahkan tidak sah jika diulang. Dalilnya hadits nabi : tidak ada pelaksanaan shalat witir dua kali pada satu malam.” (Kitab Hasyiyah Al-Bajuri juz I hal. 132)

Demikian fatwa Syaikh Ibrahim Al-Bajuri. Tidak berbeda dengan fatwa tersebut syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Abd. Rahman Ad-Dimasyqi As-Syafi’i dalam kitabnya juga menulis sebagai berikut :

وَإِذَا أَوْتَرَ ثُمَّ تَهَجَّدَ لَمْ يُعِدْهُ عَلَى اْلأَصَحِّ مِنْ مَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ وَمَذْهَبِ أَبِيْ حَنِيْفَةَ.

“Apabila seseorang sudah melakukan shalat witir kemudian dia bertahajjud, maka witirnya tidak usah diulang. Demikian menurut pendapat yang paliang shahih dalam madzhab Imam Syafi’i dan madzhab Imam Abi Hanifah.”  (Kitab Rahmatul Ummah hal. 55)

File Dokumen Fiqh Menjawab

Monday, April 14, 2014

Jamak Shalat Karena Kena Macet

Assalamu'alaikum wr.wb Pak Ustadz yang terhormat. Saya pekerja swasta di Jakarta, yang tinggal di Depok. Saya hampir setiap hari pulang sekitar jam 4 sore. Karena macet saya sering sampai di rumah setelah adzan isya dan belum shalat maghrib. Saya tidak bisa menunda pulang setelah maghrib karena sampainya di rumah akan terlalu malam. 

Apakah saya berdosa? Apakah saya bisa menjama’ shalat padahal jarak Jakarta-Depok sekitar 30 KM dan belum memenuhi kriteria jamak-qashar? Atau saya cukup mengqadha shalat maghrib bersamaan dengan shalat isya? Mohon jawaban dan sarannya. Terimakasih

Jawaban :

Wa’alaikum Salam wr. wb.
Shalat Fardlu adalah ibadah yang sangat istimewa. Shalat Fardlu merupakan ibadah yang memiliki batas waktu tertentu dalam pelaksanaannya dan harus ditunaikan sesuai waktu yang ditentukan dalam keadaan apapun selama kita masih dalam keadaan sadar (tidak gila, epilepsi dll.) dan, untuk wanita, tidak haidh/nifas.

Bapak Mahmudin yang saya hormati, pertanyaan Anda sudah pernah dibahas dalam bahtsul masail di PCNU Jakarta Selatan, tahun 2010 lalu. Bahwa menjamak shalat karena macet sementara jarak tempuh hanya 30 Km tidak mencapai masafatul qashri (jarak yang membolehkan untuk meng-qashar shalat) diperbolehkan dalam keadaan tertentu atau dalam kondisi sangat sulit atau masyaqqah.

Dalam Kitab Bughyatul Mustarsyidin hal. 77 disebutkan :

(فائدة) لنا قول بجواز الجمع في السفر القصير اختاره البندنيجي. وظاهر الحديث جوازه في حضر كما في شرح مسلم. وحكى الخطابي عن ابي اسحاق جوازه في الحضر للحاجة وإن لم يكن خوف ولا مطر ولا مرض. وبه قال ابن المنذر ا.هـ

Artinya : (Faidah) kami berpendapat boleh menjamak shalat bagi orang yang menempuh perjalanan singkat yang telah dipilih oleh Syekh Albandaniji. Sebuah hadis dengan jelas memperbolehkan melakukan shalat jamak bagi orang yang bukan musafir sebagaimana yang tercantum dalam Syarah Muslim. Alkhatthabi menceritakan  dari Abu Ishak tentang bolehnya menjamak shalat dalam perjalanan singkat karena suatu keperluan/hajat meskipun tidak dalam kondisi keamanan terancam, hujan lebat, dan sakit. Ibnul Munzir juga memegang pendapat ini,”

Yang baik, untuk lebih hati-hati, ada baiknya Bapak mengatur waktu agar shalat fardlu terlaksana dengan sempurna. Jika dalam perjalanan memungkinkan berhenti sejenak untuk melaksanakan shalat maka lakukanlah untuk mendapat kesempurnaan shalat.

Sebenarnya, ketika dalam perjalanan, shalat bisa dilakukan di dalam kendaraan (mobil atau angkutan umum) dalam keadaan duduk, di mana sujud dan ruku’ cukup dengan menundukkan kepala; posisi sujud lebih rendah dari pada ruku’. Jika memang benar-benar tidak memungkinkan maka silahkan menjamak shalat Maghrib dengan Isya sesuai ketentuan-ketentuan menjamak shalat. Semoga shalat dan semua amal pak Mahmudin dan kita semua diterima oleh Allah SWT. Aaamiin. Wallaahu Alamu bishshawab. (http://www.nu.or.id/)

Mengusap Wajah Setelah Do'a Qunut

Doa qunut adalah doa yang dilakukan pada saat berdiri tegak dari ruku’, hukum doa qunut sendiri adalah sunnah karena bukan termasuk salah satu syarat maupun rukun shalat. Doa qunut dilakukan pada saat shalat subuh, shalat witir di bulan Ramadlan pertengahan akhir, pada saat ada bencana atau yang dikenal dengan istilah qunut nazilah.Tidak ada doa khusus untuk doa qunut, hanya saja doa yang sering kita dengar adalah doa yang berbunyi اللهم اهدني..... walaupun sebagian ulama’ memperbolehkan doa qunut dengan doa selain tersebut di atas.

Lalu terkadang kita temui sebagian orang yang mengusap wajah setelah selesai membaca doa qunut, entah pada saat shalat berjama’ah ataupun shalat munfarid (sendiri), sebenarnya tidak ada larangan mengusap wajah tersebut, akan tetapi lebih baik tidak mengusap kewajah karena sunnahnya adalah tidak mengusapkan tangan kewajah setelah selesai membaca doa qunut. Imam Abu Bakar Al-Husaini Asy-Syafi’I dalam kitabnya Kifayatul Akhyar menyinggung masalah tersebut diatas,

وَالسّنة أَن يرفع يَدَيْهِ وَلَا يمسح وَجهه لِأَنَّهُ لم يثبت

Doa qunut yang disunnahkan adalah dengan mengangkat kedua tangan dan tidak mengusapkan kedua tangan kewajah setelah selesai berdoa. 

Bahkan ada sebagian ulama’ yang menganggap makruh hukumnya mengusapkan kedua tangan setelah selesai berdoa, karena tidak ada ketentuan dari sunnah. Sebagaimana kelanjutan dari kitab diatas,

وَلَا يسْتَحبّ مسح الصَّدْر بِلَا خلاف بل نَص جمَاعَة على كَرَاهَته

Dan ulama’ sepakat tidak disunnahlan mengusapkan tangan ke dada, bahkan dari sebagian golongan ada yang menghukumi makruh. 

Maka untuk mendapatkan kesunahan qunut adalah mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati oleh para ulama’ fiqih, dan memilih doa yang mudah dilafalkan dan dihafal. (http://www.nu.or.id/)
File Dokumen Fiqh Menjawab