Media Islam online untuk pemberitaan, syi'ar Islam, dakwah dan kajian.

Showing posts with label Tausyiyah. Show all posts
Showing posts with label Tausyiyah. Show all posts

Wednesday, February 24, 2016

Syaikh DR. Ahmad Thayyib : Hentikan Konflik Sunni Syiah, Kalian Bersaudara

Syaikh DR. Ahmad at Thayyib

Dalam kunjungannya ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Imam Besar Institusi al-Azhar, Kairo Mesir Ahmad at-Thayyib, menyampaikan risalah persatuan yang sangat mendasar di internal umat Islam. Perbedaan pendapat yang muncul seharusnya tidak menjadi benih pertikaian.

”Jangan menganggap pendapat orang lain salah dan mengklaim pendapat kita paling benar,” tuturnya di Kantor MUI, Jakarta, Senin (22/2).

Di hadapan pimpinan MUI dan sejumlah tokoh yang hadir, ia menegaskan pentingnya rekonsiliasi antarulama Islam. Persatuan para elite itu penting agar tercipta kesejukan di tengah-tengah kegamangan umat.
”Saya percaya, selama ulama tidak bersatu terlebih dahulu, maka tidak ada harapan,” papar sosok yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Majelis Hukama al-Muslimin ini. Berikut ini lima pesan penting Syekh al-Azhar yang dirangkum dari kutipan pidatonya tersebut: 

Lihat videonya: Syaikh DR. Ahmad at-Thayyib

Hentikan Konflik Sunni Syiah, Kalian Bersaudara
"Syiah beragam namun mereka adalah saudara, mereka tetap Muslim, kita tidak bisa serta merta menghakimi mereka keluar Islam hanya karena satu perkara. Memang terdapat sikap berlebihan, tidak di semua Syiah dan tidak semua ulama mereka demikian, ketika saya berdialog dengan sejumlah tokoh mereka ihwal mencanci maki sahabat dan Abu Bakar RA, Aisyah RA dan Umar bin Khatab, ia mengatakan,”Mereka bukan representasi kami.”

Jika Anda telaah buku-buku Syiah klasik maka Anda tak akan menemukannya. Mungkin Anda temukan kecenderungan sebagian demikian, tetapi mayoritas Syiah menghormati sahabat Rasulullah SAW. Sebagian kecil ulama menganggap mencaci maki sahabat berarti keluar dari Islam, tetapi bagi kami al-Azhar tidak. Cacian terhadap sahabat bentuk kesesatan, maksiat, dan berdosa namun tak serta merta keluar dari Islam. Mereka Kita tidak bisa kafirkan mereka.

Bagaimana? Sunni dan Syiah adalah sama-sama sayap Islam. Tentu kita bicarakan Syiah yang moderat, ada Imamiyah, Zaidiyyah, yang memiliki kedekatan dengan Sunni, tetapi ada sekte menyimpang dan sesat yang mengangkat isu //tasyayyu’//yang mengakui risalah selain untuk Muhammad SAW, mereka itu, seperti saya katakan, menyalahi apa yang konstan dalam agama dan bisa dinyatakan keluar Islam.

Tetapi, sesunguhnya, sebagian perbedaan kita dengan saudara Syiah kita, adalah perbedaan nonprinsipil (furu’), kecuali dalam soal imam. Syiah percaya imam sebagai bagian pokok agama, sedangkan kita, Sunni soal itu termasuk nonprinsipil. Isu imamah juga tak membuat Syiah serta merta keluar Islam.
Kitab as-Sayyid Ali al-Amin cukup bagus mendudukkan hakikat imamah tersebut. Yang dimaksud imamah Ali bin Thalib adalah dalam hal spiritualitas dan ketakwaan bukan bermakna kekuasaan fisik. Kekuasaan seperti itu Ali bin Abi Thalib juga tak mengingingkannya. Pemikiran ini berupaya mendekatkan antara Sunni dan Syiah." 

Apresiasi Kerja MUI Menyatukan Ormas
"Saya tahu, kalau Indonesia, negara Muslim terbesar, adalah pionir mewujudkan mimpi yang sulit dan berat kita capai, yaitu persatuan ulama dengan berbagai mazhab dan aliran mereka dalam organisasi dan wadah satu, saling bertemu dan bermusyawarah sepakat pada satu pendapat yang disampaikan ke masyarakat. Ini adalah tantangan utama kita, yaitu perbedaan antara ulama.

Perbedaan itu, kerap mereka bawa turun ke jalan dan berlakukan ke publik awam, maka muncullah perselisihan. Saya mengetahui, organisasi ini, menghimpun organisasi-organisasi dengan latarbelakagn mazhab, bahkan akidah yang berbeda.

Tetapi alhamdulillah, akhirnya kalian bersepakat pada satu atau dua pendapat, dan pendapat yang satu memberikan ruang bagi pendapat lain dan tidak saling mencederai. Inilah yang kita coba bangun pula, tentu, di luar Indonesia. Dan Alhamdulillah, ini sudah terealisasi di Indonesia melalui MUI. Saya apresiasi MUI dan kemampuan memgelola perbedaan dalam koridor yang diperolehkan syar’i. Ini yang menjadi impian saya untuk membuat forum yang menyatukan sufi, wahabi, Hanbali, dan Syafi’i dan aliran-aliran lain dalam satu wadah. Dan ini belum tercapai hingga kini di kami."

Persatuan Umat Dimulai dari Ulama
"Saya percaya, selama ulama tidak bersatu terlebih dahulu, maka tidak ada harapan. Anda sebagai ulama hendak menebarkan perdamaian, sementara Anda sendiri tak berdamai dengan sesama ulama, maka seperti kata pepatah “Faqidus sya’i la yu’thihi” (Orang kehilangan tak bisa memberi). Masalahnya, perbedaan ini berubah menjadi perselisihan yang rigid akibat fanatisme mazhab atau pemikiran tertentu dan mengklaim mazhab lain tidak benar.

Namun sayangnya, di balik gencarnya mazhab tersebut ada dukungan materiil dan spirituil, yang lantas disebarluaskan di jalan alih-alih menghargai perbedaan justru malah memecah belah umat. Muncullah fenomena pembida’ahan dan pengkafiran yang sangat rentan dengan menghalalkan darah. Solusinya adalah kembali ke khazanah klasik bagaimana menyikapi perbedaan.

Umar bin Abd al-Aziz pernah mengatakan, bahwa ia sangat senang jika para sahabat tidak berselisih pendapat, tetapi fakta berkata lain. Dengan perbedaan itu justru, banyak opsi-opsi kemudahan dibandingkan dengan satu opsi pendapat saja. Silakan saja Anda memilih satu mazhab tetapi jangan anggap pendapat Anda saja yang benar sementara orang lain salah." 

Ingatlah, Musuh Menginginkan Kita Tercerai Berai
"Dan ingat, perselisihan antara keduanya, Sunni Syiah inilah yang dihembuskan oleh musuh Islam untuk memporak-porandakan umat, seperti saat ini yang terjadi di Suriah tak ada justifikasi meletusnya konflik tersebut, kecuali membenturkan Sunni Syiah, lihat pula Irak yang kacau balau atas dasar apa?
Konflik Sunni Syiah. Perhatikan pula Yaman. Kita sadar betul tentang peta konflik ini, karena itu sejak awal kita kampanyekan Sunni dan Syiah bersaudara dan memang kita intinya bersaudara. Konflik tersebut akan terus dihembuskan, karena memang mereka musuh Islam tak meninginkan kita bersatu." 

Berhati-hatilah Jangan Mudah Mengafirkan Sesama Muslim
"Soal taqrib memang yang menginisiasi al-Azhar oleh Syekh Syaltut dan sejumlah cendekiawan lainnya. Al-Azhar menegaskan, sebagaimana Mazhab Asy’ari, kita tidak akan mengkafirkan siapapun dari golongan orang beriman.

Perbuatan maksiat yang diperbuat adalah soal lain. Berhati-hatilah untuk tidak mengkafirkan. Otoritas ini hanya milik ulama, jangan biarkan orang awam bebas menebarkannya. Jika misalnya ada 99 persen kemungkinan kufur dan 1 persen kemungkinan tetap Muslim, tetap berhati-hatilah. Inilah jalan al-Azhar.
Makanya, tiap Ramadhan kita punya satu program yang melibatkan Sunni dan Syiah dari berbagai kawasan, termasuk Suriah dan Irak, silakan sampaikan pernyataan untuk tidak saling membunuh satu sama lain, karena Sunni dan Syiah sesama Muslim.

Jangan kafirkan orang kecuali yang mengingkari Alquran dan mengingkari perkara yang mendasar dalam agama. Muslim yang mengatakan zina atau khamar halal, bisa keluar agama, tetapi Muslim yang percaya zina dan khamar haram tetapi melakukannya, dia tetap Muslim." 

Reportase Republika.co.id 

Tuesday, February 23, 2016

Bencana Kekeliruan Memahami Teks

Umar bin Khattab, suatu hari, merenung seorang diri di suatu tempat yang sepi. “Mengapa masyarakat muslim sering konflik, dan bertengkar, padahal Nabinya sama dan kiblatnya juga sama”, begitu kata hatinya. Tiba-tiba Abdullah bin Abbas, lewat dan melihat Umar bin al-Khattab. Ia adalah sahabat yang didoakan Nabi "semoga dia diberikan pengetahuan tentang agama dan cara memahami teks agama". Ia menghampiri dan menanyakan kepada Umar ; "apakah gerangan yang sedang engkau pikirkan, wahai Amir al-Mukminin". Umar lalu menyampaikan isi pikiran di atas. Ibnu Abbas mencoba berbagi pendapat :

"Tuan Amirul Mukminin yang terhormat. Teks-teks suci Al-Qur’an diturunkan kepada kita, kita membaca dan memahaminya. Kita mengetahui dalam hal apa dan bagaimana ia diturunkan. Kelak di kemudian hari orang-orang sesudah kita (generasi demi generasi) juga akan membaca al-Qur’an, tetapi mereka tentu tidak mengetahui dalam hal apa dan bagaimana ia diturunkan. Masing-masing orang itu lalu berpendapat menurut pikirannya sendiri-sendiri. Di antara mereka kemudian ada yang saling menyalahkan satu atas yang lain, dan sesudah itu mereka (boleh jadi) akan saling membunuh (atau bermusuhan)”. Umar menghardik Ibnu Abbas: bah, kau jangan berbicara sembarangan!”. Maka Ibnu Abbas pulang meninggalkannya sendirian. Umar merenungi kata-kata sahabat mudanya itu. Ia lalu memanggilnya dan memintanya mengulangi kata-katanya. Umar membenarkannya sambil mengaguminya sebagai kebenaran yang perlu dipegang dan dijadikan dasar.” (Abu Ishaq al-Syathibi, Al-Muwafaqat, III/348).

Imam Al-Syathibi memberikan contoh. Ibnu Wahb bertanya kepada Nafi’. Bagaimana pendapat Ibnu Mas’ud tentang pikiran dan tindakan kelompok sempalan ”Haruriyah” atau biasa dikenal sebagai kelompok radikal Khawarij. Ia menjawab: ”Mereka makhluk Tuhan paling buruk (Annahum Syirar Khalq Allah). Mereka berargumen dengan teks-teks agama yang diturunkan (diarahkan) terhadap orang-orang yang mengingkari kebenaran (al-Kuffar/orang-orang kafir), tetapi menggunakannya untuk orang-orang yang percaya kepada (al-Mu’minun/orang-orang beriman)”.

Informasi di atas memberikan pengetahuan kepada kita bahwa setiap teks tidak dihadirkan ke dalam ruang sunyi-senyap-sepi, melainkan selalu ada realitas manusia dengan beragam nuansa dialektika sosial-budaya-ekonomi-politiknya serta peristiwa-peristiwa yang mendahuluinya.

Teks-teks hadir untuk merespon realitas dan peristiwa-peristiwa yang terjadi saat itu dan di tempat itu. Ia tidak ada (hadir) dengan sendirinya. Ia ada (hadir), karena ada yang membuat atau mengharuskan adanya dan ada alasan mengapa ia perlu atau harus mengada.

Ia juga hadir tidak tanpa orang kepada siapa ia ada dan bagaimana keberadaan orang itu. Lalu bagaimana bahasa dan cara yang dianggap paling relevan untuk disampaikan kepadanya sedemikian rupa sehingga ia berguna.

“Fa Idza ‘Arafa al-Sabab Ta’ayyana al-Murad”, (maka, jika orang mengetahui latarbelakang sejarah teks, dia akan tahu apa maksudnya).

"Al-Jahl bi al-Sabab Muqi’ fi al-Isykalat”. (Ketidak mengertian orang atas latarbelakang kehadiran teks akan terperangkap dalam situasi problematik untuk dapat memahami teks dengan benar).

Pada akhirnya, kegagalan memahami itu semua, bisa menjadi bencana besar bagi kehidupan sosial dan kemanusiaan.

Oleh: K.H. Husein Muhammad

Sumber: Perpustakaan PBNU 

Thursday, February 18, 2016

Doa Agar Dunia Mengejarmu Tanpa Kau Mengejarnya

Prof. Dr. Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki
Diriwayatkan bahwa seorang Sahabat mengeluh kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata:
"Ya Rasulallah, kenapa dunia seolah-olah tidak menginginkanku, semua usahaku bangkrut, peternakan dan pertaniankupun selalu gagal panen.? Sambil tersenyum Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan tentang tasbihnya para Malaikat serta tasbihnya penghuni alam semesta yaitu kalimat:
سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم واستغفر الله
SUBHANALLAH WA BIHAMDIHI SUBHANALLAHIL 'AZHIM WASTAGHFIRULLAH
Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Bacalah 100 kali sebelum terbit Fajar.
Maka dunia akan memohon kepada Allah agar engkau miliki (mengejarmu tanpa kau mengejarnya)"

Selang beberapa bulan kemudian, sahabat tadi kembali lagi dan bercerita:
"Ya Rasulallah sekarang aku bingung dengan hartaku kemana harus aku letakkan hasil usaha dan peternakanku karena banyaknya."
(Diriwayatkan oleh Al Khatib Al Baghdadi dari Imam Malik Rahimahullah. Dikutip dari Kitab  أبواب الفرج oleh Prof. Dr. Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki)

Monday, January 11, 2016

Antara 'Ujub dan Riya'

Sayyidi Habib Ali Al-Jufri mengatakan: "Aku bertanya kepada guru ku, Habib Umar bin Hafidz,
"Mana Yang lebih berbahaya antara menjadi bangga karena amalan atau tindakan seseorang atau menjadi bangga dengan pemahaman seseorang."
Habib Umar menjawab (semoga Allah merahmatinya),
"Menjadi bangga dengan pemahaman yang kita miliki lebih berbahaya daripada menjadi bangga dengan amalan atau tindakan yang telah kita buat, karena pengaruhnya lebih serius. Lihatlah bagaimana jawaban dari Iblis (semoga Allah melindungi kita darinya): 'Aku lebih baik dari dia (Adam) - Engkau ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan dia dari tanah.' Iblis lebih mengandalkan pemahamannya dan tidak menyebutkan amalan atau perbuatannya."
Kebanggaan ('ujub) berasal dari perasaan yang mengagungkan diri sendiri sehingga menjadi lalai dan lupa atas anugerah Allah (Taufiq).
Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa hal itu adalah lebih halus tapi pengaruh penghancurannya lebih cepat dan besar dari pada kesombongan (riya').
Semoga Allah menyelamatkan kita dari semua jenis kebanggaan dan kesombongan.

Syiah Berasal Dari Mana?

Telah diadakan diskusi antara tujuh ulama Syiah di depan ulama Ahlu Sunnah atas undangan Presiden Iran. Diskusi ini diadakan untuk mengetahui titik perbedaan antara dua kelompok tersebut.
Ketika seluruh ulama Syiah telah hadir, akan tetapi tak satupun ulama Sunni yang datang.
Tiba-tiba masuklah seorang yang membawa sepatu di bawah ketiaknya. Ulama Syiah terheran-heran, kemudian mereka bertanya, “Kenapa kamu membawa sepatumu?”
Orang itu menjawab: “Saya tahu bahwa orang Syiah itu suka mencuri sandal di zaman Rasulullah.”
Ulama Syiah saling pandang terheran-heran akan jawaban itu. Mereka kemudian berkata: “Tapi di zaman Rasul belum ada Syiah…”
Orang itu menjawab lagi: “Kalau begitu diskusi telah selesai. Dari manakah datangnya ajaran agama kalian? Kalau di zaman Rasulullah tidak Ada Syiah.”
Semua ulama Syiah diam.
Ternyata orang yang datang membawa sepatu tersebut adalah Ahmad Deedat, da’i besar dan Kristolog dunia Rahimahullah. (Abi Dzaky Haidar)
(Foto : syekh Ahmad Deedat saat berkunjung ke kediaman Abuya Sayyid Muhammad Alwi Al Maliki-Mekkah)

Tuhan Tidak Ada

Pada suatu siang, di tempat cukur rambut terjadi obrolan antara si tukang cukur dengan pelanggannya. Kebetulan yang dicukur itu Zaid, seorang alumni sebuah Pesantren ternama.
Kian lama obrolan dua orang itu kian hangat saja. Dari tema yang mulanya ngalor-ngidul, si tukang cukur yang “abangan” itu membawa obrolan ke masalah seputar akidah.
“Kalau menurut saya, Tuhan itu tak benar-benar ada ,“ tukang cukur memulai.
“Lho kok bisa mengatakan seperti itu?” Zaid mengejar tanya.
“Ya lihat saja kehidupan ini Mas, banyak orang yang hidupnya nelangsa, penuh masalah, ribet semrawut, bahkan saking beratnya masalah itu ada yang sampai berani bunuh diri. Katanya Tuhan itu maha Pengasih yang bakal menolong setiap hambanya,. Nah buktinya mana?
”Hmm. Zaid terdiam. Dia tak langsung menjawab. Bukan lantaran tak mampu, tapi Zaid tengah mencari jawaban yang pas buat si tukang cukur.
Dia teringat benar pesan Kiainya agar bisa menyampaikan setiap hal sesuai dengan nalar lawan bicaranya. Hingga berapa lama, Zaid belum juga angkat bicara. Si tukang cukur hampir menyelesaikan tugasnya. Tiba-tiba Zaid melihat seorang tengah duduk di luar tempat cukur rambut. Tampang dan rambut orang itu begitu acak-acakan dan berantakan.
Seberkas ide pun mengalir di kepala Zaid, “ Nah Pak, kalau Anda mengatakan Tuhan itu tak ada, maka saya katakan tukang cukur itu tak ada.“
Lho, gimana sih, wong saya itu ada di sini,” tukang cukur tak mengerti.
“Pokoknya, saya yakin kalau tukang cukur itu tak ada,“ Zaid ngeyel.
“Kalau tukang cukur itu ada, lha kok masih ada orang yang rambutnya berantakan,“ jawab Zaid sambil menunjuk seorang tak jauh dari tempat itu.
“Anda ini gimana sih, dia yang di sana itu maksudnya, kalau dia rambutnya berantakan, ya sebab tak mau datang ke tempat ini, coba kalau ke sini, pasti saya rapikan,“ sergah Tukang cukur.
“Nah, seperti itu juga pak, kalau ada orang yang ditumpuk masalah dan hidupnya begitu ribet, bukan lantaran Tuhan itu tak ada, tapi sebab si pemilik masalah itu tak mau datang menghadap Tuhannya, Allah.
Coba kalau datang, berserah diri, memohon ampun dan pertolongan, Allah pasti menolongnya,” jawab Zaid mantab.
Sang Tukang cukur pun terdiam seribu bahasa.

11 Alasan Kenapa Cowok Lulusan Pesantren Itu Calon Imam yang Diutus Untuk Menyempurnakanmu

Santri sedang ngaji kitab kuning
Kehidupan di pesantren memang membuat para santrinya merasakan pahit-manis hidup di pondok pesantren. Pengalaman balajar di pesantren tentu memiliki banyak manfaat bagi para santri. Kemandirian, kesederhanaan, dan kekuatan iman menjadikan mereka yang pernah tinggal di pesantren lebih tangguh dalam melewati cobaan hidup. Begitu pula dengan cowok-cowok yang pernah nyantren. Sepertinya mereka adalah imam yang diutus khusus untuk membahagiakan kamu.
1. Enggak bisa dipungkiri lagi, pastinya dia adalah cowok yang mandiri.
Di usia yang masih muda, dia sudah pergi dari rumah untuk belajar di pesantren. Hidup jauh dari orang tua di usia yang masih sangat muda pastinya menjadikan dia mandiri. Siapa sih yang nggak senang punya suami yang mandiri? Ketika kamu lagi sibuk ngurus rumah, dia nggak akan ribet minta diurusin ini itu. Bahkan, dia bisa dengan cekatan membantu kamu mengurus rumah. Kalau cuma soal beres-beres rumah aja sih gampang buat dia, orang beres-beres gedung pesantren yang gede aja sanggup.
2. Lingkungan di pesantren membentuknya untuk menjadi pribadi yang disiplin.
Bangun sebelum mata hari terbit sudah jadi kebiasaan buat dia. Setiap hari selalu diisi dengan kegiatan yang produktif. Selain menjadi pribadi yang mandiri, kehidupan pesantren juga membuat dia menjadi disiplin terutama soal waktu. Ya iya lah, selama di pesantren, dia sudah dibiasakan untuk memanfaatkan waktu dengan baik. Kamu yang menjadi pendampingnya mau nggak mau akan ketularan disiplinnya. Malu dong, masa iya dia sudah bangun dari pagi tapi kamu masih saja molor.
3. Memang nggak semua lulusan pesantren akan jadi ustadz, tapi paling nggak pastinya dia cukup paham soal agama.
Di pesantren, dia nggak melulu belajar soal agama. Sama dengan sekolah pada umumnya, dia juga belajar IPA, Matematika, IPS, dan kawan-kawannya. Hanya saja, dia juga belajar agama lebih banyak dari sekolah umum. Ketika lulus, mereka yang pernah sekolah di pesantren juga bebas ingin melanjutkan jadi apa. Mau terus menekuni agama boleh, mau berprofesi lainnya juga boleh. Ada banyak kok profesional sukses yang dulunya sekolah di pesantren. Walaupun akhirnya nggak jadi guru agama, rata-rata cowok yang pernah sekolah di pesantren memiliki pemahaman agama yang lebih dari yang lain.
4. Walau pemahaman agamanya kuat, cowok pesantren tetap asyik buat diajak bergaul lho!
Eh, tapi jangan salah! Meskipun cowok-cowok pesantren itu hafal betul soal agama, tapi mereka tetap pribadi yang asyik kok untuk diajak bergaul. Kehidupan di pesantren memang ketat dan banyak larangan. Tapi, bukan berarti mereka yang nyantren jadi kuper alias kurang pergaulan. Mereka tetap bisa update tentang sesuatu yang sedang hits dengan ‘caranya sendiri’.
Kamu nggak perlu khawatir bakal nggak nyambung atau bosan karena tiap hari ngerasa diceramahin terus menerus. Justru mereka lebih senang diajak ngobrol sesuatu hal yang lain di luar kehidupan pesantrennya.

5. Kamu nggak bakal di-php-in dengan berlama-lama pacaran. Kalau serius langsung berakad.
Punya pacar di pesantren adalah hal yang mustahil. Enggak sedikit cowok pesantren yang tetap menjaga peraturan itu meski sudah nggak tinggal di pesantren lagi. Pastinya, ini sangat menguntungkan buat kamu yang nggak pingin digantungin sama cowok: pacaran lama-lama, ke mana-mana bareng, tapi pas ditanya kapan nikah pura-pura meninggal. Kebanyakan cowok yang pernah nyantren nggak pingin berlama-lama penjajakan, begitu merasa ada yang bergetar, langsung dilamar.
6. Karena kebanyakan dari mereka nggak mau pacaran, kamu yang sudah dipilihnya akan jadi satu-satunya buat dia.
Enggak perlu deh curiga sama mantan-mantannya. Cukup kamu satu-satunya yang menjadi kekasih buat dia. Kekasih halal, pastinya.
7. Jangan kaget kalau cara dia berkenalan denganmu atau merayu sangat kuno: pakai surat. Kuno tapi super romantis.
Surat menyurat jadi alat komunikasi yang masih berlaku buat anak pesantren. Ketika di pesantren, mereka nggak boleh bawa hape atau laptop sendiri, jadi deh sarana komunikasi satu-satunya ya surat-suratan. Jangan heran kalau kebiasaan itu kebawa sampai saat ini dia sudah nggak tinggal di pesantren. Waktu kamu lagi ngambek, eh tiba-tiba ada surat nyelip di buku kamu. Surat permintaan maaf darinya. Kuno sih tapi rasanya romantis banget.
8. Cowok pesantren pasti punya teman-teman sesama anak pesantren yang sangat kompak bahkan sudah kayak keluarga sendiri.
Sudah dijelaskan di atas kalau cowok pesantren bukan cowok kuper. Justru pergaulannya di pesantren cukup luas dan solid. Di pesantren, dia akan bertemu banyak anak dari berbagai daerah. Sama-sama jauh dari keluarga membuat mereka jadi sangat kompak dan pada akhirnya jadi seperti keluarga. Lulus dari pesantren pun persahabat mereka tak akan usai. Jadilah dia punya teman dari berbagai daerah. Kalau dia lagi main ke suatu daerah, eh ternyata ada teman yang dulu satu pesantren tinggal di sana.
9. Kamu nggak akan bosen dengar cerita-ceritanya selama di pesantren dulu.
Tentang bagaimana dia dan teman-temannya mencoba jadi anak bandel di pesantren. Tentang gurunya yang benar-benar menjadi inspirasi buat dia. Semua ceritanya tentang pesantren tak pernah membuatmu bosan.
10. Pastinya dia akan senang hati membimbingmu soal agama.
Kalau soal ini nggak perlu diminta, ‘seperangkat alat sholat’ yang pernah diucapkan bukan hanya janji semata.
11. Dia yang sudah terbiasa hidup dalam kesederhanaan akan selalu mampu membawamu membahagiakanmu lewat cara-cara sederhana.
Mau dari keluarga berada atau biasa saja, cowok yang pernah nyantren akan terbiasa dengan kesederhaan. Dia nggak akan menjanjikan kamu yang macam-macam.
Dia hanya ingin membuat kamu yang telah dipersuntingnya bahagia.

Sumber: Hipwee.com

Habib Umar bin Hafidz; Hormatilah Guru Agar Ilmu Bermanfaat

Seorang pemuda bertanya kepada Habib Umar: "Kenapa engkau membiarkan murid-muridmu menunduk bandannya dan mencium tanganmu berbolak balik? Tidak tahukah engkau itu perbuatan yang syirik? Engkau seoalah-olah membuat murid-muridmu menyembah sesama mahkluk?, tidakkah hanya Allah lah yang layak disembah? Tunduk atau menunduk kepada makhluk adalah perbuatan syirik."
Habib Umar hanya tersenyum mendengar ucapan dan pertanyaan dari seorang pemuda tersebut. Lantas Habib Umar memanggil pemuda tadi dan mendekatinya. Habib Umar mengambil pen yang ada di dalam saku baju pemuda tersebut kemudian menjatuhkannya kebawah.
Ketika si pemuda ini menundukkan kepala dan badannya kebawah guna mengambil pen tersebut, Habib Umar menahannya dan berkata:
"Jangan menunduk!, tidakkah menunduk kepada makhluk adalah bathil?
"Tidak, aku hanya ingin mengambil penaku dibawah."
Lantas Habib Umar berkata:
"Aku ini ibaratkan pen, seorang pencari ilmu tidak akan mendapat ilmu jika tidak mempunyai pen, begitu juga dengan murid-muridku, mereka menghargai dan menghormatiku bukan atas permintaaanku, aku tidak pernah memaksa, aku tidak pernah menyuruh mereka mencium tanganku, tetapi ketahuilah wahai pemuda; Seorang tholabul ilim tidak akan mendapatkan setetespun ilmu yang bermanfaat jika dia tidak menghormati gurunya."
Diceritakan dari Al-habib Umar bin Agil Al-Hamid 

Monday, January 4, 2016

Aku Orang Jahat, tapi Pengin Dapat Orang Baik. Bisakah?

Firman Allah Swt., "Wanita-wanita yang jahat adalah untuk laki-laki yang jahat, dan laki-laki yang jahat adalah buat wanita-wanita yang jahat (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)." [QS. An Nur : 26]
Kata "baik" jika dilihat pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna: mujur; beruntung (tentang nasib); menguntungkan (tentang kedudukan dan sebagainya)
Penilaian baik dan buruknya seseorang bergantung dari mana sudut pandang orang lain melihat dan menilainya. Maka si A bisa saja menurut si B itu baik orangnya tapi menurut kebanyakan orang malah sebaliknya, jahat. Begitu juga, bisa saja si C yang menurut banyak orang baik orangnya, tapi kata si D dia jahat orangnya.
Jika ayat tersebut barpaku pada "penilaian baik" menurut orang kebanyakan, maka kita yang selalu merasa sebagai orang jahat gak berkesempatan berpasangan dengan orang baik tapi siap tidak siap berjodoh dengan orang yang sama jahatnya pula. Hiks 
Jika si A menilai B baik orangnya, nyambung diajak ngobrol dan punya komitmen yang sejalan, maka meski si B itu jelek/jahat menurut pandangan banyak orang, dia akan tetep baik di mata si A. Dan A memanglah orang yang baik menurut si B dan menurut banyak orang.
Seperti inilah "wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)." dalam pandangan sempit pribadi yang pastilah jauh dari benar.
Laki-laki yang jahat akan "mujur atau beruntung" dipasangkan dengan wanita yang baik meski menurut kebanyakan orang gak pas jika orang jahat berpasangan dengan orang baik. Tetapi kebaikan dan kecocokan yang dilihat dan dirasakan adalah kebaikan menurut dua sejoli tersebut sehingga mereka berdua merasa happy dan beruntung.
Ini hanyalah sebuah ungkapan syukur dan panjatan doa atas keburukan dan kejelekan diri ini untuk bisa mendapatkan pasangan yang baik menurutNya, menurutku, dan menurut orang kebanyakan. Aamin.

Saturday, January 2, 2016

Betapa Mulianya Wanita Shalihah

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, iaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan berbahagia.” (Muttafaq Alaihi dan Imam Yang Lima). Dan dalam sabdanya yang lain; “Dunia adalah kesenangan sementara, dan sebaik-baiknya kesenangan dunia adalah wanita (isteri) yang solehah.” (HR Muslim dan An-Nasa’i).

Banyak sekali ayat-ayat Allah dan hadits Rasulullah yang mengajarkan kaum wanita, agar mereka dapat menjadi wanita pilihan Allah, dan sebaik-baiknya perhiasan dunia. Tentunya, dengan tulisan yang ringkas ini tidaklah mungkin kita hadirkan kajian ayat dan hadits yang sangat banyak sekali jumlahnya, tetapi dengan sangat mudah kaum wanita dapat bercermin melalui ciri-ciri akhlak mereka. Beberapa ciri yang umum dari akhlak wanita pilihan Allah adalah:

Sebelum menikah
1. Wanita solehah tidak akan memperlihatkan auratnya pada kaum lelaki yang dilarang oleh syariat , dirinya tidak akan pula membiarkan bahagian tubuhnya disentuh, walau hanya berjabat tangan oleh lelaki yang bukan muhrimnya dan yang tidak memiliki kepentingan.
2. Dalam proses perkenalan atau ta’aruf ia tidak akan membiarkan dirinya berdua-duaan dengan kaum lelaki.
3. Wanita solehah akan selalu menjaga dirinya, ia tidak akan membuka satu hubungan khusus, kecuali jika ia mengetahui bahwa lelaki tersebut hendak meminang dirinya. Aqidah islam, kefahaman dan akhlaq calon suami, merupakan modal dasar dari kriterianya.
4. Menjawab salam, tidak berbicara kecuali hal yang mengarah pada kebaikan. Tidak menjatuhkan kehormatan dan martabatnya dengan memberikan peluang kepada kaum lelaki untuk mempermainkan dirinya.
5. Tidak meminta harta mahupun barang apapun selain kesungguhan calon suami untuk mempercepat proses akad nikah.

Pada saat menikah dan setelahnya, ciri wanita sholehah tercermin dari akhlaq mereka
1. Menerima mahar sesuai dengan kesanggupan calon suaminya, sebagaimana sabda Rasulullah, “Wanita yang paling banyak berkahnya adalah mereka yang paling mudah maharnya”. (HR Ahmad dan Baihaqi).
2. Senantiasa taat dan melayani suami mereka selama perintah mereka tidak bertentangan dengan perintah agama. Mendahulukan kepentingan suami dari pada kepentingan dirinya.
3. Dapat menjadi pendengar yang baik, lemah lembut dalam berbicara, menghibur, mendorong hati suami ketika dalam kesulitan dan kesedihan, memberikan ketenangan dalam rumah tangga, dan senantiasa memperhatikan penampilan, kebersihan, kecantikan dan menjaga kesihatan dirinya, dan istiqomah dalam beribadah.
4. Ketika suami tidak dirumah, dirinya tidak akan pernah memperbolehkan lelaki yang tidak dikenal atau lelaki yang tidak disukai oleh suami masuk ke dalam rumahnya.
5. Menjaga harta suami adalah bagian dari tugas isteri yang solehah, mengatur harta rumah tangga dengan tidak berlebihan dan tidak juga kikir adalah hal yang dianjurkan dalam agama.
6. Menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, menyediakan makanan yang sesuai dengan selera suami, memperhatikan seluruh keperluan suami adalah bentuk pengabdian yang selalu bernilai pahala.
7. Sebesar apapun, ia sentiasa bersyukur atas apa yang diberikan oleh suaminya, tidak banyak mengeluh, sabar dalam menerima keterbatasan suami, tidak meminta sesuatu yang lebih dari kemampuan suaminya, menghormati orang tua suami, memperlakukan mereka dengan sikap terbaik, pemaaf dan pengertian, adalah sifat yang senantiasa ditunjukkannya.
8. Jika ia bekerja, maka ia akan menjaga dirinya dalam pergaulan, menjauhkan diri dari perbuatan yang sia-sia, yang dapat mengantarkan dirinya dalam kemaksiatan.
9. Memberikan sedekah kepada keluarga dari hasil pekerjaannya. Wanita solehah adalah ikutan dari anak-anaknya, mereka akan memberikan teladan yang terbaik bagi anak-anaknya, sabar dalam mendidik anak, tidak mengeluarkan perkataan yang tidak patut untuk di contohi oleh anak-anak.

Setidaknya, inilah ciri-ciri akhlaq wanita solehah..tentunya, kesolehan itu tidak datang sendirinya, ia memerlukan proses. Dan wanita solehah tentunya akan memilih lelaki pilihan Allah, yang bersama-sama mengantarkan dirinya melalui proses tersebut.. agar mencapai keberkahan dalam kehidupan dunia dan akhirat. Wallahu A’lam.

Sumber :www.cintaislami.com

Thursday, December 3, 2015

Gus Mus; Media Online Dikuasai Orang Tak Paham Agama

Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah, Ahmad Mustofa Bisri, mengaku resah atas peredaran informasi tentang persoalan-persoalan agama yang tersiar di media-media online. Tokoh Nahdlatul Ulama ini menyatakan saat ini teknologi informasi di media online dan media sosial justru dikuasai oleh kelompok-kelompok yang tak memahami dan menguasai agama secara mendalam. "Itu Masya Allah. Jadinya kacau semua," kata Mustofa Bisri dalam pengajian dalam rangka ulang tahun unit kegiatan mahasiswa di Kampus III Fakultas Syari'ah Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang Gus Mus mencontohkan, begitu orang membuka mesin pencari di Internet seperti Google mengenai tanya jawab tentang hukum tertentu, maka yang pertama sekali muncul keluar justru dari orang-orang yang tidak jelas. Kata dia, banyak sekali situs-situs berisi agama Islam yang tidak memahami agama secara mendalam. "Dia tidak dunung (paham), tapi dia menguasai IT (informasi dan teknologi)," kata Gus Mus. Di hadapan para dosen dan mahasiswa Fakultas Syariah UIN Walisongo Semarang, Gus Mus meminta agar kalangan kampus ikut bergerak untuk menangani masalah tersebut. "Fakultas Syariah harus muncul di Internet. Biar yang lain hanya jadi bandingan saja," kata Gus Mus. Kampus harus memberi pemahaman kepada orang-orang yang tidak paham. Gus Mus juga merasa heran kenapa gerakan Islam radikal seperti kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) ada pengikutnya di Indonesia. "ISIS payu (terjual) di Indonesia itu keterlaluan," kata Gus Mus. Gus Mus juga heran munculnya orang-orang di televisi yang dengan gampang dilabeli ustad. Padahal, pemahaman agama mereka masih minim. Gus Mus berujar banyak orang yang ingin meniru Nabi Muhammad secara salah kaprah. Ia mencontohkan adanya kelompok di Islam yang merasa sudah seperti Nabi Muhammad ketika hanya memakai jubah, surban, dan berjenggot. Padahal, wajah dan perilakunya selalu marah ke orang lain. Bahkan, kata Gus Mus, mereka ini menyalahgunakan nama Allah untuk melakukan kerusakan. Meski berjubah ingin meniru Nabi Muhammad, mereka justru mengkafirkan orang yang sudah Islam. Bukan seperti perjuangan para Walisongo yang mengislamkan orang yang belum Islam, Gus Mus menegaskan. Gus Mus berpendapat meniru Nabi Muhammad tidaklah dengan cara memakai jubah, surban, dan berjenggot. Sebab, kata Gus Mus, orang-orang Arab yang memusuhi Nabi Muhammad juga memakai surban dan jubah, seperti Abu Jahal. "Jika pakai jubah tapi wajahnya selalu marah, maka itu bukan mengikuti Muhammad, tapi mengikuti Abu Jahal," kata Gus Mus. Gus Mus menyatakan Nabi Muhammad memakai surban dan jubah sebagai pakaian budaya dan adat masyarakat Arab saat itu. Itu sebabnya, Gus Mus mengaku juga selalu memakai pakaian adat lokal, seperti batik, sebagai wujud untuk mengikuti Nabi Muhammad. "Wajah selalu tersenyum dan ramah," kata Gus Mus. Sumber: nasional.tempo.co

Wednesday, November 25, 2015

Gus Mus; Dari Membatas-batasi Hingga Guru

Gus Mus
Orang yang suka membatas-batasi umumnya pengetahuannya memang terbatas. Maksudku, orang yang membatasi santri hanya sebatas yang mondok di pesantren; misalnya, atau membatasi Islam hanya sebatas urusan fiqh; membatasi ibadah hanya sebatas salat, puasa, zakat, dan haji; membatasi rahmat Allah hanya sebatas untuk dirinya dan kelompoknya; membatasi jihad sebatas perang bersenjata; atau ... Kalian bisa memperpanjang dengan misal dan contoh yang lain.
Mengenai GURU, juga banyak yang membatasi hanya sebatas mereka yang mengajar di sekolahan dan madrasah. Bahkan ada yang membatasi hanya sebatas mereka yang termasuk anggota PGRI.
Bagiku, guru bisa siapa saja. Minimal untuk diriku sendiri, siapa saja bisa menjadi guruku; asal ada sesuatu darinya yang bisa aku GUgu (percaya dan ikuti ucapan-ucapannya) dan aku tiRU (contoh). Boleh jadi kalian, atau di antara kalian, diam-diam adalah guru-guruku dalam berbagai hal dan bidang.
Nyatanya di Facebook ini saja, berapa banyak aku mendapat pelajaran. Baik dari status maupun komentar-komentar atas status. Mulai pelajaran tentang resep masakan, tentang akik, tentang kesehatan, tentang obat-obatan tradisional, tentang adat-istiadat, hingga tentang kearifan dan pelajaran hidup.
Maka apabila hari ini aku mengucapkan selamat Hari Guru dan berterimakasih serta mendoakan kepada guru-guruku, itu artinya: termasuk untuk dan kepada kalian juga.
Selamat Hari Guru. Semoga semua guru senantiasa diberi rahmat dan berkah Allah. Dimudahkan hidupnya di dunia mau pun di akhirat kelak. Amin.

Kemuliaan Wanita yang Harus Difahami Lelaki

Istimewanya seorang wanita. Bila melihat ibu, hendaklah ingat pesan Baginda Rasul bahwa engkau harus menghormatinya tiga kali lipat dari ayahmu dan ingat pula bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Bila melihat istri, hendaklah ingat pesan Rasulullah yang mewasiatkan berbuat baik kepada perempuan, karena suami mengambilnya dan farjinya menjadi halal untuk suami dengan kalimat Allah dan hendaklah ingat pula dengan sabda Baginda Rasul bahwa sebaik-baik engkau adalah sebaik-baiknya kepada keluarganya. Bila engkau melihat anak perempuanmu, maka hendaklah ingat sabda Rasul bahwa anak perempuan adalah penutup dari siksa neraka dan anak-anak perempuan membawa barokah. Begitu mulianya perempuan di mata Islam sampai ada satu ayat yang mengatakan: وليس الذكر كالأنثى Yang bermakna bahwa perempuan itu tidaklah seperti laki-laki (seperti dalam qoidah bahasa arab: qolb) untuk menggambarkan Sayyidah Maryam perempuan suci yang menjaga kehormatannya sehingga menjadi wanita pilihan pada zamannya. Ingat pula dengan Iqlima saudari kandung Qobil yang menjadi istri Habil yang merupakan bibit ahli surga, juga dari perempuan. Ingat pula dengan Asiyah istri selir Fir’aun yang mengasuh Nabi Musa ketika kecil dan termasuk golongan orang beriman, sedangkan suaminya menjadi penghuni neraka. Ingat pula dengan perempuan tukang sisir rambut putri Raja Fir’aun yang memilih mati dibakar api dengan membawa iman sampai kuburnya tercium wangi oleh Rasulallah ketika Isro’ Mi’roj. Ingat pula dengan Khodijah istri Rasulullah yang selalu membela suaminya pada permulaan Islam. Ingat pula dengan Siti Aisyah istri Nabi yang banyak meriwayatkan hadist dan Nabi meninggal dalam pangkuannya. Ingat pula dengan Sumayyah perempuan budak Bani Makhzum yang merupakan orang pertama yang mati syahid dalam Islam. Ingat pula Asma’ putri Abu Bakar yang membantu Nabi dan ayahnya untuk berhijrah ke Madinah. Ingat pula dengan Sayyidah Fatimah yang meminta kepada ayahnya budak pembantu, tapi rela dengan pemberian ayahnya berupa bacaan subhanallah tiga puluh tiga kali, alhamdulillah tiga puluh tiga kali dan allahu akbar tiga puluh tiga kali. Kita telah dimulyakan Allah dengan Islam, apabila kita mencari kemulyaan dari selain Islam maka akan menjadi rendah. (Santrijagad.org)

Tahlil Modern Ala Muhammadiyah; "Tahlilan Bukan Bid'ah Lagi"

Ketua NU dan Ketua Muhammadiyah saat tahlilan di Rumah KH. Sahal Mahfudz
Dalam komunitas Muhammadiyah, tahlil menjadi persoalan kontroversial, sebagian setuju dan sebagian yang lainnya menolak terhadap tahlil. Kalaupun ada yang setuju namun tetap memberi persyaratan tertentu. Di sisi lain, Muhammadiyah juga bermaksud mengembangkan pangsa pasar dakwahnya dengan pendekatan kulutural. Singkatnya Muhammadiyah juga perlu konsep tahlil alternatif yakni tahlil ala Muhammadiyah.
Makalah ini akan menguraikan tahlil modern meliputi pendahuluan, konseptualisasi dan prosesi. Pengertian; Untuk memberikan pemahaman yang tetap tentang Tahlil Modern, perlu dijelaskan pengertiannya baik secara etimologi maupun terminogis. Secara etimologis, tahlil modern terdiri dari dua kata yakni “tahlil” dan “modern”. Tahlil merupakan kata benda jadian yang diturunkan dari akar kata hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti membaca kalimat “laa ilaaha illallah”. Kata hallala sendiri merupakan kata kerja jadian dengan pola menyingkatkalimat “yaqrau laa ilaaha illallah” menjadi hallala. Hal ini seperti kata kerja jadian lain sejenisnya misal: hamdala, basmala, hay'ala dan lain-lain. Inilah maksudnya tahlil berarti membaca kalimat laa ilaaha illallah. Sedangkan kata modern berarti maju.
Ciri utama disebut maju adalah penekanan pada spek rasionalitas. Adapun secara terminologis, tahlil modern berarti upacara spiritual didahului dengan niat, diikuti dengan pembacaan kalimat-kalimat dan ayat-ayat Al-Qur'an terntetu dan serta diakhiri dengan do’a tertentu yang dilandasi oleh prinsip raionalitas.
Kalimat-kalimat tersebut meliputi tahlil, takbir, istighfar, tasbih, shalawat, sedangkan ayat Al-Qur'an meliputi Surat Al-Fatihah, An-Nas, Al-Alaq, Al-Ikhlas dan Al-Baqarah. Tahlil modern dapat juga disebut tahlil rasional. Rasionalitas Tahlil Modern terletak pada obyektivitas dan spekulatif dalam bertahlil. Secara obyektif amalan-amalan berupa bacaan kalimat yang baik dan ayat-ayat Al-Qur'an pilihan tertentu akan berpahala bagi pelaku tahlil dan pahala tentu akan diberikan kepada pelakunya secara proporsional. Tahlil Modern juga menghindakan diri dari perilaku teologi spekulatif yakni tidak mengirimkan pahala tahlil bagi orang meninggal yang ditahlilkan. Sebab tahlil modern melepaskan dirinya dari konsep pengiriman pahala. Waktu ; Moment Tahlil Modern adalah netral.
Artinya tahlil Modern dapat mengambil moment pada hari-hari tertentu yang definitif pasca kematian seperti hari ketiga, tujuh, empat puluh, seratus dan seribu, dan dapat pula mengambil hari tanpa terikat dengan hari-hari definitif tersebut. Penentuan momentum Tahlil Modern disunnahkan kepada penyelenggaranya.
Kalaupun moment yang diambil adalah hari-hari definitif tersebut tetap harus lepas dari keyakinan bahwa roh orang yang meninggal datang bersamaan dengan datangnya hari-hari definitif tersebut. Tujuan ; Tujuan dari Tahlil Modern adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membaca kalimat- kalimat terpilih. Setelah upaya pendekatan diri tercapai diikuti do’a mohon ampun baik bagi peserta tahlil sendiri maupun bagi orang- orang yang sudah meninggal secara umum dan orang-orang terkasih penyelenggara Tahlil Modern. Dengan demikian , Tahlil Modern bukan bertujuan mengirimkan pahala bacaan tahlil untuk arwah tertentu. Hukum ; Status hukum penyelenggaraan Tahlil Modern adalah mubah, netral. Artinya Tahlil Modern dilakukan ataupun tidak dilakukan tidak mengandung akibat hukum dosa atau berpahala.
Hanya saja, karena Tahlil Modern berisikan amalan-amalan baik maka jika dilakukan tentu akan berdampak hukum secara poitif. Bacaan-bacaan Tahlil Modern termasuk bacaan-bacaan yang baik tentu saja termasuk dalam kategori ibadah qauliyah yang berpahala.
Prosesi Tahlil Muhammadiyah
1. Niat
Niat tahlil modern adalah mendekatkan diri pada Allah dengan cara membaca kalimat dan ayat-ayat pilihan. Oleh karena itu, sekedar sebagai contoh niat tersebut dapat diungkapkan dengan kalimat: “Kita berkumpul dalam majlis ini bermaksud membaca tahlil modern dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Tahlil ini diselenggarakan atas permintaan Bapak .......... yang telah mendahului kita ........... hari atau tahun yang lalu. Menurut informasi yang dapat dipegangi : almarhum / almarhumah dikenal sebagai orang yang suka beramal baik. (sebut contohnya). Berkaitan dengan ini semoga menjadi I’tibar bagi kita semua.
Oleh karena itu, marilah kita membaca tahlil dengan seksama: ‘Ala Hadzihi al-Niyah al-Maksudah al-Fatihah....”
2. Bacaan
Bacaan kalimat-kalimat dan ayat-ayat pilihan Tahlil Modern antara lain dapat diurutkan sebagai berikut :
1). Surat Al – Fatihah,

2). Surat Al – Ikhlas,
3). Surat Al –Falaq,
4). Surat An – Nas,
5). Surat Al – Baqarah ayat 1 - 5,
6). Ayat Kursi,
7). Isti’fa’ (wa’fu ‘anna waghfirlana, dst),
8). Tarhim 7 x (Irhamna yaa Arhamarrahimiyn),
9). Istighfar 7 x,
10) Tahlil 33 kali,
11) Tasbih 7 x,
12) Shalawat 3 x,
13) Pengakhir (Tahlil Modern ditutup dengan Surat Al – Fatihah).

3. Do'a
Do'a-Do'a Tahlil Modern bukan do’a pengiriman pahala bacaan tahlil bagi yang ditahlilkan melainkan do’a pendekatan diri kepada Allah dan mohon ampun baik bagi pelaku tahlil maupun orang yang dikenang.
Makalah Dr. Mujiono Abdillah, MA, (Majelis Tarjih Muhammadiyah Jawa Tengah) 
Sumber: http://gurubiru.blogspot.co.id/

Tuesday, November 24, 2015

Habib Umar Bin Hafidz Pernah Ceramah dan Shalat di Gereja

Pernah Habib Salim, putera Habib Umar bin Hafidz, seraya bercerita panjang kemudian beliau berkata: "Ayahanda mengunjungi Denmark, kota yang dikenal paling membenci dan menghina Rasulullah Saw. Namun baru saja beliau keluar dari bandara, sudah disambut dengan pembacaan Maulid Nabi Saw. di bandara."
Habib Umar bin Hafidz pun berpaling kepada puteranya itu seraya berkata: “Kau lihat? Pernahkah kau melihat orang yang menyambutku di bandara dengan pembacaan Maulid? Sungguh di seluruh dunia belum pernah terjadi, tapi terjadi di sini, di Denmark, kota yang konon sangat membenci dan menghina Nabi Saw. Belum sampai aku di kotanya, baru di bandara saja lantunan Maulid Nabi Saw. dikumandangkan. Kau lihat bagaimana Allah Swt. Mahamemberi hidayah walau di tempat yang konon paling menghina Nabi Saw.?”
Di Jerman Habib Umar bin Hafidz menyampaikan ceramah (taushiyah) di salah satu forum, hadir diantaranya seorang missionaris Nasrani yang mencuri dengar. Lalu dilaporkannya hal itu pada pimpinan gereja, yaitu guru si missionaris Nasrani itu. Akhirnya pendeta besar memutuskan untuk mengundang Habib Umar bin Hafidz untuk datang ke gereja dan menyampaikan ceramah di sana. Seakan hal itu merupakan tantangan sekaligus pelecehan, kau yang berbicara kerukunan ummat beragama, apa berani masuk gereja?
Ternyata Habib Umar bin Hafidz setuju, datang, bahkan minta izin shalat di dalam gereja. Padahal telah kita pahami bahwa dari seluruh madzhab sebagian mengatakan makruh, sebagian mengatakan haram, namun sebagian mengatakan boleh jika diharapkan akan berubah menjadi masjid.
Selepas Habib Umar bin Hafidz menyampaikan ceramahnya, maka pimpinan pendeta ditanya: "Bagaimana pendapatmu terhadap Islam?"
Dijawabnya: "Aku benci Islam, namun aku cinta pada orang ini."
"Jika kau mencintaiku, akan datang waktunya kau akan mencintai Islam," kata Habib Umar kemudian.

Lalu ada seseorang yang menegur Habib Umar bin Hafidz, bagaimana melakukan shalat di gereja? Beliau menjawab: "Aku melakukannya karena aku tahu tempat ini akan menjadi masjid kelak."
Kami bertanya, apa yang membuat Guru Mulia (Habib Umar bin Hafidz) masih di dalam bandara, apakah beliau ditahan dan dipersulit? "Ayahanda asyik dengan mereka, mereka tidak tahu Islam dan minta kejelasan. Justru ayahanda senang dan duduk dengan mereka memberi taushiyah serta penjelasan pada staf imigrasi change airport tentang indahnya Islam. Mereka yang awalnya curiga dan ingin menginterogasi, justru menjadi pendengar setia dan terlalu asyik duduk mendengar penyampaian lemah-lembut beliau hingga menghabiskan waktu 90 menit!" Jawab putera Habib Umar, Habib Salim bin Umar bin Hafidz. (Muslimedianews.com)

Wednesday, August 26, 2015

Tetapkan Hati Kita dengan Al Quran

William Ewart Gladstone (1809-1898), mantan Perdana Menteri Inggris mengatakan: “Percuma kita memerangi umat Islam, dan tidak akan mampu menguasasinya selama di dalam dada pemuda-pemuda Islam bertengger Al-Qur’an. Tugas kita sekarang adalah mencabut Al-Qur’an dari hati mereka, baru kita akan menang dan menguasai mereka. Minuman keras dan musik lebih menghancurkan umat Muhammad daripada seribu meriam. Oleh karena itu tanamkanlah ke dalam hati mereka rasa cinta terhadap materi dan seks.”

Kebencian Gladstones juga tercermin dalam kata-katanya: “So long as there is this book, there will be no peace in the world” (Selama ada Al-Qur’an ini, maka tidak akan ada perdamaian di dunia)

Pernyataan Gladstone sudah berlalu sangat lama, tetapi para phobia Islam melestarikannya sebagai metode efektif dan implementatif untuk menyimpangkan manusia dari jalan Allah. Mereka menggunakan media massa dan elektronik, melalui budaya, mimbar ilmu di perguruan tinggi maupun lewat seni dan buku-buku serta pidato di berbagai forum.

Islam adalah agama rahmatan lil alamin (universal), yang bertujuan untuk melahirkan generasi ‘khaira ummah‘ (umat ideal) di tengah-tengah masyarakat dunia. Demikianlah informasi Al-Qur’an yang diwahyukan Allah melalui lisan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

“Wahai kaum mukmin, kalian benar-benar umat terbaik, yang ditampilkan ke tengah manusia lainnya, supaya kalian menyuruh manusia berbuat baik, mencegah perbuatan mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya kaum Yahudi dan Nasrani mau beriman kepada Al-Qur‘an dan kenabian Muhammad, maka hal itu lebih menguntungkan mereka. Di antara kaum Yahudi dan Nasrani ada yang mau beriman. Akan tetapi sebagian besar dari mereka adalah penentang kebenaran Al-Qur‘an dan kenabian Muhammad.” (Qs. Ali ‘Imran, 3: 110)

Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ . قُلْنَا : يَا رَسُولَ اللهِ ، الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى ؟ قَالَ : فَمَنْ ؟

“Kalian pasti akan mengikuti langkah-langkah orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal atau sehasta demi sehasta, sampai walaupun mereka masuk ke dalam lubang biawak, kalian pun pasti akan memasukinya.” Kami (sahabat) bertanya: “Apakah yang dimaksud adalah Yahudi dan Nashara?” Beliau menjawab: “Lantas siapa lagi?” (HR. Bukhari dan Muslim)