Mitos dan Kejawen
Posted by
Unknown
on
Monday, October 14, 2013
with
No comments
Banyak di tengah kehidupan masyarakat
kita yang masih mempercayai mitos atau adat kejawen seputar hari naas
(sial)
atau hari baik ketika akan melakukan sesuatu dan lain sebagainya.
Apabila
dalam meyakini bawa hari-hari
tersebut atau mitos tertentu menunjukkan pengetahuan ghaib atau yang
mengendalikan nasib dan peristiwa bumi tanpa meyakini bahwa hal tersebut
adalah
kehendak Alloh, maka yang seperti itu hukumnya tidak boleh bahkan
bisa
berakibat syirik atau kufur.
Sedangkan
apabila didasarkan hanya
pada kebiasaan kondisi alam tertentu, dan semuanya tetap dikembalikan
pada
kehendak dan kekuasaan Alloh, maka hukumnya boleh.
Hal
ini sesuai sabda Nabi saw. dan
sebuah hadits qudsi :
"Hamba-hambaku
akan menjadi iman
dan kafir dengan-Ku, hamba yang mengatakan; kita dihujani karena anugrah
Allah,
maka ia beriman dengan-Ku dan kafir dengan bintang, dan hamba yang
mengatakan;
kita dihujani karena keadaan bintang tertentu, maka dia kafir dengan-Ku
dan
iman dengan bintang."
“Barangsiapa bertanya tentang
hari sial dan sesudahnya untuk
mendatangkan kehormatan dan memilih apa yang harus dikerjakan serta
menjelaskan
keburukannya, semua itu merupakan kebiasaan orang Yahudi dan bukan
petunjuk
orang Islam yang bertawakal kepada Penciptanya yang senantiasa tidak
pernah
menghitung terhadap Tuhannya serta bertawakal. Dan apa yang dinukil
tentang
hari-hari naas dari sahabat Ali ibn Abi Thalib adalah batil dan dusta
serta
tidak ada dasarnya sama sekali, maka berhati-hatilah dari semua itu.” (Kitab Fatawi Haditsiyyah)
(مسألة) إذا سأل رجل اخر هل ليلة كذا او يوم كذا يصلح للعقد او النقلة فلا يحتاج إلي جواب لان الشارع نهي عن اعتقاد ذلك وزجر عنه زجرا بليغا فلا عبرة بمن يفعله. وذكر ابن الفركاح عن الشافعي انه ان كان المنجم يقول ويعتقد انه لايؤثر الا الله ولكن أجري الله العادة بأنه يقع كذا عند كذا . والمؤثر هو الله عز وجل. فهذه عندي لابأس فيه وحيث جاء الذم يحمل علي من يعتقد تأثير النجوم وغيرها من المخلوقات . وافتي الزملكاني بالتحريم مطلقا. اهـ
“Apabila seseorang bertanya pada orang lain, apakah malam ini baik untuk digunakan akad nikah atau pindah rumah maka pertanyaan seperti tidak perlu dijawab, karena Nabi pembawa syariat melarang meyakini hal semacam itu dan mencegahnya dengan pencegahan yang sempurna maka tidak ada pertimbangan lagi bagi orang yang masih suka mengerjakannya, Imam Ibnu Farkah menuturkan dengan menyadur pendapat Imam Syaf’ii : Bila ahli nujum tersebut meyakini bahwa yang menjadikan segala sesuatu hanya Allah, hanya saja Allah menjadikan sebab akibat dalam setiap kebiasaan maka keyakinan semacam ini tidak apa-apa. Yang bermasalah dan tercela adalah bila seseorang berkeyakinan bahwa bintang-bintang dan makhluk lain adalah yang mempengaruhi akan terjadinya sesuatu itu sendiri (bukan Allah).” (Kitab Ghayat al Talkhis al Murad hal 206)
فمن اعتقد أن الأسباب العادية كالنار والسكين والأكل والشرب تؤثر فى مسبباتها الحرق والقطع والشبع والرى بطبعها وذاتها فهو كافر بالإجماع أو بقوة خلقها الله فيها ففى كفره قولان والأصح أنه ليس بكافر بل فاسق مبتدع ومثل القائلين بذلك المعتزلة القائلون بأن العبد يخلق أفعال نفسه الإختيارية بقدرة خلقها الله فيه فالأصح عدم كفرهم ومن اعتقد المؤثر هو الله لكن جعل بين الأسباب ومسبباتها تلازما عقليا بحيث لا يصح تخلفها فهو جاهل وربما جره ذلك إلى الكفر فإنه قد ينكر معجزات الأنبياء لكونها على خلاف العادة ومن اعتقد أن المؤثر هو الله وجعل بين الأسباب والمسببات تلازما عادي بحيث يصح تخلفها فهو المؤمن الناجى إن شاء الله إهـ
“Barangsiapa berkeyakinan segala sesuatu terkait dan tergantung pada sebab dan akibat seperti api menyebabkan membakar, pisau menyebabkan memotong, makanan menyebabkan kenyang, minuman menyebabkan segar dan lain sebagainya dengan sendirinya (tanpa ikut campur tangan Allah) maka hukumnya kafir menurut kesepakatan para ulama.
“Apabila seseorang bertanya pada orang lain, apakah malam ini baik untuk digunakan akad nikah atau pindah rumah maka pertanyaan seperti tidak perlu dijawab, karena Nabi pembawa syariat melarang meyakini hal semacam itu dan mencegahnya dengan pencegahan yang sempurna maka tidak ada pertimbangan lagi bagi orang yang masih suka mengerjakannya, Imam Ibnu Farkah menuturkan dengan menyadur pendapat Imam Syaf’ii : Bila ahli nujum tersebut meyakini bahwa yang menjadikan segala sesuatu hanya Allah, hanya saja Allah menjadikan sebab akibat dalam setiap kebiasaan maka keyakinan semacam ini tidak apa-apa. Yang bermasalah dan tercela adalah bila seseorang berkeyakinan bahwa bintang-bintang dan makhluk lain adalah yang mempengaruhi akan terjadinya sesuatu itu sendiri (bukan Allah).” (Kitab Ghayat al Talkhis al Murad hal 206)
فمن اعتقد أن الأسباب العادية كالنار والسكين والأكل والشرب تؤثر فى مسبباتها الحرق والقطع والشبع والرى بطبعها وذاتها فهو كافر بالإجماع أو بقوة خلقها الله فيها ففى كفره قولان والأصح أنه ليس بكافر بل فاسق مبتدع ومثل القائلين بذلك المعتزلة القائلون بأن العبد يخلق أفعال نفسه الإختيارية بقدرة خلقها الله فيه فالأصح عدم كفرهم ومن اعتقد المؤثر هو الله لكن جعل بين الأسباب ومسبباتها تلازما عقليا بحيث لا يصح تخلفها فهو جاهل وربما جره ذلك إلى الكفر فإنه قد ينكر معجزات الأنبياء لكونها على خلاف العادة ومن اعتقد أن المؤثر هو الله وجعل بين الأسباب والمسببات تلازما عادي بحيث يصح تخلفها فهو المؤمن الناجى إن شاء الله إهـ
“Barangsiapa berkeyakinan segala sesuatu terkait dan tergantung pada sebab dan akibat seperti api menyebabkan membakar, pisau menyebabkan memotong, makanan menyebabkan kenyang, minuman menyebabkan segar dan lain sebagainya dengan sendirinya (tanpa ikut campur tangan Allah) maka hukumnya kafir menurut kesepakatan para ulama.
Atau berkeyakinan terjadi sebab
kekuatan (kelebihan) yang diberikan Allah didalamnya -menurut pendapat
yang
paling shahih- hukumnya tidak sampai kufur, akan tetapi fasiq dan ahli
bid’ah
seperti halnya pendapat kaum Mu’tazilah yang berkeyakinan bahwa seorang
hamba
adalah pelaku perbuatannya sendiri dengan sifat kemampuan yang diberikan
Allah
pada dirirnya.
Atau berkeyakinan yang menjadikan hal
tersebut adalah Allah hanya saja segala
sesuatu terkait sebab akibatnya secara rasio maka yang seperti ini
dihukumi
orang yang bodoh.
Atau berkeyakinan yang menjadikan hal
tersebut adalah Allah hanya saja segala
sesuatu terkait sebab akibatnya secara kebiasaan maka dihukumi orang
mukmin
yang selamat, Insya Allah" (Kitab
Tuhfahul Murid hal 58)
Kesimpulan
akhir,
segala sesuatu yang berhubungan dengan keyakinan (tauhid) seperti
mitos,
kejawen atau lainnya dikembalikan pada niat atau keyakinan
masing-masing. Jika
dalam hatinya percaya bahwa itu bukan kehendak Alloh maka bisa syirik
atau
kufur dan hukumnya dilarang agama. Begitu juga sebaliknya. Alloh swt
berfirman,
إن الله لا يغفر أن يشرك
به ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء ومن يشرك
بالله فقد افترى إثما عظيما
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa
yang
selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa
yang
mempersekutukan Allah maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa : 48)
Wallaahu A'lamu bis Showaab
Categories:
Syariah
0 komentar :
Post a Comment