Wali Nikah
Posted by
Unknown
on
Tuesday, May 06, 2014
with
No comments
- Ayah
- Kakek (bapaknya bapak)
- Saudara laki-laki sekandung
- Saudara laki-laki sebapak (lain ibu)
- Anak laki-lakinya saudara laki-laki kandung (keponakan)
- Anak laki-lakinya saudara laki-laki sebapak
- Paman (saudara laki-laki bapak sekandung)
- Paman (saudara laki-laki bapak sebapak)
- Anak laki-laki dari paman nomor 6 dalam urutan ini
- Anak laki-lakidari paman nomor 7 dalam urutan ini
الولي في النكاح واحق الأولياء بالتزويج)اولى اللأولياء واحقهم بالتزويج الأب ثم الجد ابو الأب وان علا ثم الأخ الشقيق ثم ثم الأخ لأب ثم ابن الأخ الشقيق ثم ابن الأخ لأب وان سفل ثم العم الشقيق ثم العم لأب ثم ابن العم الشقيق ثم ابن العم لأب وان سفل ثم عم الأب ثم ابنه وان سفل ثم عم الجد ثم ابنه وان سفل ثم عم ابي الجد ثم ابنه وان سفلوهكذا على هذه الترتيب في سائر العصبات، ويقد الشقيق منهم على من كان لأب، فاذا لم يوجد احد من عصبات النسب فالمعتق فعصبته ثم معتق المعتق ثم عصبته ثم الحاكم او نائبه
"Urutan wali nikah adalah ayah, kakek (dari sisi ayah), saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah, paman (saudara ayah sekandung), paman (saudara ayah seayah), anak laki-laki paman sekandung lalu anak laki-laki paman seayah dan seterusnya." (Kitab Mafatih fin Nikah hal 16-17)
Dari urutan tersebut, yang lebih berhak menjadi wali adalah yang paling atas urutannya, kemudian yang di bawahnya dan seterusnya. Jika wali yang berada pada urutan pertama (ayah) masih ada, maka wali pada urutan di bawahnya tak boleh menjadi wali. Tapi jika wali yang pertama tidak ada (karena sudah meninggal atau pergi dan tak diketahui tempatnya, atau berada di tempat yang sangat jauh dan tak mungkin didatangkan karena tidak ada biaya, dll), maka wali yang berada pada urutan berikutnya boleh menggantikannya. Demikian seterusnya.
أَيُّمَا
اِمْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا, فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ,
فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا اَلْمَهْرُ بِمَا اِسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا,
فَإِنِ اشْتَجَرُوا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ
Rasulullah saw bersabda: "Perempuan yang nikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batal. Jika sang laki-laki telah mencampurinya, maka ia wajib membayar maskawin untuk kehormatan yang telah dihalalkan darinya, dan jika mereka bertengkar maka sulthon (penguasa) dapat menjadi wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali." (HR. Imam Empat)
Jika memang tidak ada satupun wali, maka yang berhak menikahkan adalah penghulu. Sebagaimana sabda Rasulullah, "Sultan adalah wali orang yang tidak mempunyai wali (nikah)." Sultan dalam konteks sekarang adalah pegawai pemerintah (KUA), yaitu penghulu.
File Dokumen Fiqh Menjawab
Categories:
Syariah
0 komentar :
Post a Comment