Mencampur Adukan Ajaran Madzhab (Talfiq)
Posted by
Unknown
on
Friday, December 13, 2013
with
No comments
Secara bahasa talfiq berarti melipat. Sedangkan yang dimaksud dengan
talfiq secara syar’i adalah mencampur-adukkan pendapat seorang ulama
dengan pendapat ulama lain, sehingga tidak seorang pun dari mereka yang
membenarkan perbuatan yang dilakukan tersebut
Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi mengatakan:
(الخامس) عدم التلفيق بأن لايلفق في قضية واحدة ابتداء ولادوامابين قولين يتولدمنهماحقيقة لايقول بهاصاحبهما
“(syarat
kelima dari taqlid) adalah tidak talfiq, yaitu tidak mencampur antara
dua pendapat dalam satu qadliyah (masalah), baik sejak awal, pertengahan
dan seterusnya, yang nantinya, dari dua pendapat itu akan menimbulkan
satu amaliyah yang tak pernah dikatakan oleh orang bberpendapat.” (Tanwir al-Qulub hal 397)
Jelasnya, talfiq adalah melakukan suatu perbuatan atas dasar hukum yang merupakan gabungan dua madzhab atau lebih. Contohnya sebagai berikut:
a. Seseorang berwudlu menurut madzhab Syafi’I dengan mengusap sebagian
(kurang dari seperempat) kepala. Kemudian dia menyentuh kulit wanita
ajnabiyyah (bukan mahram-nya), dan langsung shalat dengan mengikuti
madzhab Hanafi yang mengatakan bahwa menyentuh wanita ajnabiyyah tidak
membatalkan wudlu. Perbuatan ini disebut talfiq, karena menggabungkan
pendapatnya Imam Syafi’I dan Hanafi dalam masalah wudlu. Yang pada
akhirnya, kedua Imam tersebut sama-sama tidak mengakui bahwa gabungan
itu merupakan pendapatnya. Sebab, Imam Syafi’I membatalkan wudlu
seseorang yang menyentuh kulit lain jenis. Sementara Imam Hanafi tidak
mengesahkan wudlu seseorang yang hanya mengusap sebgaian kepala.
b. Seseorang berwudlu dengan mengusap sebagian kepala, atau tidak
menggosok anggota wudlu karena ikut madzhab imam Syafi’i. lalu dia
menyentuh anjing, karena ikut madzhab Imam Malik yang mengatakan bahwa
anjing adalah suci. Ketika dia shalat, maka kedua imam tersebut tentu
sama-sama akan membatalkannya. Sebab, menurut Imam Malik wudlu itu harus
dengan mengusap seluruh kepala dan juga dengan menggosok anggota wudlu.
Wudlu ala Imam Syafi’I, menurut Imam Malik adalah tidak sah. Demikian
juga anjing menurut Imam Syafi’i termasuk najis mughallazhah (najis yang
berat). Maka ketika menyentuh anjing lalu shalat, shalatnya tidak sah.
Sebab kedua imam itu tidak menganggap sah shalat yang dilakukan itu.
Talfiq semacam itu dilarang agama. Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab I’anah al-Thalibin:
ويمتنع التلفيق في مسئلة كأن قلدمالكا في طهارة الكلب والشافعي في بعض الرأس في صلاة واحدة
“Talfiq
dalam satu masalah itu dilarang, seperti ikut pada Imam Malik dalam
sucinya anjing dan ikut Imam Syafi’I dalam bolehnya mengusap sebagian
kepala untuk mengerjakan shalat.” (I’anah al-Thalibin juz 1 hal 17)
Sedangkan tujuan pelarangan itu adalah agar tidak terjadi tatabbu’ al-rukhash (mencari yang mudah), tidak memanjakan umat Islam untuk mengambil yang ringan-ringan. Sehingga tidak akan timbul tala’ub
(main-main) di dalam hukum agama. Atas dasar ini maka sebenarnya talfiq
yang dimunculkan bukan untuk mengekang kebebasan umat Islam untuk
memilih madzhab. Bukan pula untuk melestarikan sikap pembelaan dan
fanatisme terhadap madzhab tertentu. Sebab talfiq ini dimunculkan dalam
rangka menjaga kebebasan bermadzhab agar tidak disalahpahami oleh
sebagian orang.
Untuk menghindari adanya talfiq yang
dilarang ini, maka diperlukan adanya suatu penetapan hukum dengan
memilih salah satu madzhab dari madzahib al-arba’ah yang relevan dengan
kondisi dan situasi Indonesia. Misalnya, dalam persoalan shalat (mulai
dari syarat, rukun dan batalnya) ikut madzhab Syafi’i. untuk persoalan
sosial kemasyarakatan mengikuti madzhab Hanafi. Sebab, diakui atau tidak
bahwa kondisi Indonesia mempunyai cirri khas tersendiri. Tuntutan
kemashlahatan yang ada berbeda dari satu tempat dengan tempat lain.
Categories:
Syariah
0 komentar :
Post a Comment