Semakin Taqwa Akan Semakin Besar Syahwatnya

Posted by Unknown on Wednesday, December 02, 2015 with No comments
Kenapa orang yang semakin taqwa maka semakin tinggi pula gairah syahwat untuk berhubungan badan? Apakah harus dengan poligami? قال الإمام القرطبي رحمه الله: يقال: إن كل من كان أتقى فشهوته أشد ؛ لأن الذي لا يكون تقيا فإنما يتفرج بالنظر والمس ، ألا ترى ما روي في الخبر : "العينان تزنيان واليد ان تزنيان" .◈ فإذا كان في النظر والمس نوع من قضاء الشهوة قل الجماع ، والمتقي لا ينظر ولا يمس فتكون الشهوة مجتمعة في نفسه فيكون أكثر جماعا . وقال أبو بكر الوراق : كل شهوة تقسي القلب إلا الجماع فإنه يصفي القلب ، ولهذا كان الأنبياء يفعلون ذلك ) .تفسير القرطبي (٢٥٣/٥) Al-Imam al-Qurthubiy -rahimahullah- berkata: "Dikatakan: sesungguhnya setiap orang yang semakin bertaqwa, maka syahwatnya (juga) semakin kuat, karena seorang yang tidak bertaqwa itu menunaikan syahwatnya dengan cara melihat dan menyentuh (sesuatu yang diharamkan), tidakkah engkau melihat di dalam hadits (dikatakan) "kedua mata itu berzina , dan kedua tangan itu berzina". Jika dalam melihat dan menyentuh bagian dari menunaikam syahwat, maka melakukan jima' (hubungan badan) pun menjadi sedikit, sedangkan seorang yang bertaqwa tidak melihat dan tidak pula menyentuh (sesuatu yang diharamkan), sehingga syahwat itu terkumpul di dalam dirinya sehingga ia menjadi seorang yang banyak melakukan jima'. Abu Bakr al-Warraq mengatakan: "Setiap syahwat itu akan mengeraskan hati kecuali jima' (hubungan badan), karena sesungguhnya ia menjernihkan hati. Oleh karenanya para Nabi melakukan hal itu." (Tafsir al-Qurthubiy: 5/253) [Ust. Idrus Ramli] Poligami! Mungkin kata tersebut begitu mainstream bagi wanita kebanyakan. Siapa sih yang rela suami yang dicintainya sepenuh hati harus berbagi jiwa dan raganya dengan wanit lain. Kebolehan poligami, menikah lebih dari satu (maksimal empat) untuk seorang laki-laki memang sangat tetera jelas dalam nash Al Qur'an Allah berfirman: وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. An-Nisa: 3). Meskipun boleh, tapi Allah sudah menjamin akan sulitnya hal itu dilakukan apabilan "adil" menjadi syarat akan hal itu. Al Qur'an juga telah menyinggung masalah sulitnya berlaku adil: وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ "Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. (QS. An-Nisa: 129) Ditambah dengan peraturan hukum positif yang berlaku di negara kita asas monogami (menikah dengan satu pasangan) lebih ditegaskan lagi di dalam bunyi Pasal 3 ayat (1) UU Perkawinan yang mengatakan bahwa pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Di mana seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Ini berarti sebenarnya yang disarankan oleh undang-undang adalah perkawinan monogami. Akan tetapi, UU Perkawinan memberikan pengecualian, sebagaimana dapat kita lihat Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan, yang mana Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, maka si suami wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya (Pasal 4 ayat [1] UU Perkawinan). DalamPasal 4 ayat (2) UU Perkawinan dijelaskan lebih lanjut bahwa Pengadilan hanya akan memberikan izin kepada si suami untuk beristeri lebih dari satu jika: a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri; b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Selain hal-hal di atas, si suami dalam mengajukan permohonan untuk beristeri lebih dari satu orang, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Pasal 5 ayat [1] UU Perkawinan): a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri; b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka; c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka. Dari uraian di atas, maka bisa disimpulkan bahwa sebagai warga yang beragama dan bernegara, kita harus meyakini dan mengimani bahwa poligami itu boleh dan sah secara agama tetapi sulit sekali untuk direalisasikan sehingga jangan dilakukan. Ketika seorang suami yang keimanan dan ketaqwaanya semakin tinggi, seandainya syahwatnya semakin besar pula, maka tidaklah harus dengan cara berpoligami untuk menuruti syahwatnya, akan tetapi lakukanlah hubungan badan (jima') cukup dengan istrinya saja meskipun seorang. Begitu juga bagi sang istri pun harus memahami akan tingginya gairah suami sehingga tahu bagaiman dia harus melayani kebutuhan suaminya. Wallahu a'lam (nasyitmanaf)
Categories: