Kesaktian Gus Doer
Posted by
Unknown
on
Wednesday, January 30, 2013
with
No comments
Salah satu saksi hidup dari kemampuan spiritual Gus Dur adalah seorang
sopirnya, Khoirul atas beberapa kejadian yang dialami bersama ketua umum
PBNU tiga periode ini. Tentu saja, kejadian yang dialami berputar soal
kisah di jalan raya.
Suatu ketika, ia sedang berada di Majenang Cilacap mengantar Gus Dur dan beberapa orang anggota rombongan dalam dua mobil. Saat itu sudah jam 12 siang dan Gus Dur mengajak pulang karena di rumah ada tamu yang harus ditemuinya pada jam 13.00.
Ia pun segera putar arah dan mobil rombongan di belakang mengikutinya di belakang. Karena sudah ada janji, ia ngebut, tetapi tak yakin bisa segera sampai di Ciganjur, tempat tinggal Gus Dur tepat waktu. Ia berpikiran, paling-paling bisa sampai di Jakarta pukul 3 atau 4 sore mengingat jaraknya yang sangat jauh. Rute yang harus dilalui masih sangat jauh karena harus melewati kawasan Puncak yang jalannya kecil, berliku-liku dan naik turun. Saat itu belum ada tol Cipularang.
Ia pun tetap menggeber mobilnya secepat yang bisa ia lakukan. Mobil rombongan satunya di belakang tidak kelihatan, tampaknya sudah jauh ketinggalan.
Singkat kata, sampailah mobil yang disetirinya di rumah Gus Dur dan ia merasa lega selamat sampai di rumah. Ia menengok jam tangannya. Angka yang masih diingatnya sampai sekarang, “pukul 13.12 menit”. Jakarta Cilacap hanya ditempuh dalam waktu 1 jam lebih sedikit. Dan Gus Dur tidak terlambat menerima tamunya yang juga baru saja sampai. Rombongan mobil di belakangnya baru sampai di Ciganjur pukul 16.30, beda empat jam lebih dari perjalanannya.
Kisah lainnya adalah ketika Gus Dur berjanji menjemput tamunya di bandara Soekarno Hatta pada pukul 1 siang. Ia masih di ujung Tol Cikampek, yang kondisinya sedang macet sehingga diperkirakan baru jam tiga sampai di bandara, tapi faktanya. Tapi ia bisa sampai tepat waktu di bandara untuk menemui tokoh kehormatan tersebut.
Yang lebih spektakuler lagi kejadian ketika Gus Dur mau berangkat ke NTB untuk memenuhi undangan di sana dan hanya ada satu kali penerbangan dari Jakarta. Pikirannya sudah dag dig dug, “Bisa ngejar pesawat apa tidak.” Mereka bertiga bersama dengan Aries Junaidi, mantan sekretaris Gus Dur dalam perjalanan di kawasan Kuningan yang terkenal sebagai daerah kemacetan. Semuanya terdiam dalam perjalanan yang menegangkan tersebut, suasana dan mobil yang biasanya penuh obrolan dan canda ini sunyi.. Matanya melirik ke arah Gus Dur yang dilihatnya sedang komat-kamit sambil menundukkan kepala.
Aries minta turun di Mampang Prapatan karena mau membesuk salah satu kenalannya yang sedang dirawat di RS MMC. Ia pun segera meneruskan perjalanannya ke Bandara. Disana staff Gus Dur, Sulaiman dan Yuni sudah mengurus check in tiket dan ketika ampai, Gus Dur bisa tinggal boarding saja.
18 menit kemudian, Aries Junaidi meneleponnya, menanyakan sudah sampai dimana, ternyata ia sudah balik dari bandara menuju ke Ciganjur sementara Aries sendiri masih belum turun dari ojek.
“Iki, nek nurut akal ora iso, wong aku sing nyekel (kejadian itu, kalau menurut akal ngak mungkin, karena saya sendiri yang nyetir mobilnya.”
Suatu ketika, ia sedang berada di Majenang Cilacap mengantar Gus Dur dan beberapa orang anggota rombongan dalam dua mobil. Saat itu sudah jam 12 siang dan Gus Dur mengajak pulang karena di rumah ada tamu yang harus ditemuinya pada jam 13.00.
Ia pun segera putar arah dan mobil rombongan di belakang mengikutinya di belakang. Karena sudah ada janji, ia ngebut, tetapi tak yakin bisa segera sampai di Ciganjur, tempat tinggal Gus Dur tepat waktu. Ia berpikiran, paling-paling bisa sampai di Jakarta pukul 3 atau 4 sore mengingat jaraknya yang sangat jauh. Rute yang harus dilalui masih sangat jauh karena harus melewati kawasan Puncak yang jalannya kecil, berliku-liku dan naik turun. Saat itu belum ada tol Cipularang.
Ia pun tetap menggeber mobilnya secepat yang bisa ia lakukan. Mobil rombongan satunya di belakang tidak kelihatan, tampaknya sudah jauh ketinggalan.
Singkat kata, sampailah mobil yang disetirinya di rumah Gus Dur dan ia merasa lega selamat sampai di rumah. Ia menengok jam tangannya. Angka yang masih diingatnya sampai sekarang, “pukul 13.12 menit”. Jakarta Cilacap hanya ditempuh dalam waktu 1 jam lebih sedikit. Dan Gus Dur tidak terlambat menerima tamunya yang juga baru saja sampai. Rombongan mobil di belakangnya baru sampai di Ciganjur pukul 16.30, beda empat jam lebih dari perjalanannya.
Kisah lainnya adalah ketika Gus Dur berjanji menjemput tamunya di bandara Soekarno Hatta pada pukul 1 siang. Ia masih di ujung Tol Cikampek, yang kondisinya sedang macet sehingga diperkirakan baru jam tiga sampai di bandara, tapi faktanya. Tapi ia bisa sampai tepat waktu di bandara untuk menemui tokoh kehormatan tersebut.
Yang lebih spektakuler lagi kejadian ketika Gus Dur mau berangkat ke NTB untuk memenuhi undangan di sana dan hanya ada satu kali penerbangan dari Jakarta. Pikirannya sudah dag dig dug, “Bisa ngejar pesawat apa tidak.” Mereka bertiga bersama dengan Aries Junaidi, mantan sekretaris Gus Dur dalam perjalanan di kawasan Kuningan yang terkenal sebagai daerah kemacetan. Semuanya terdiam dalam perjalanan yang menegangkan tersebut, suasana dan mobil yang biasanya penuh obrolan dan canda ini sunyi.. Matanya melirik ke arah Gus Dur yang dilihatnya sedang komat-kamit sambil menundukkan kepala.
Aries minta turun di Mampang Prapatan karena mau membesuk salah satu kenalannya yang sedang dirawat di RS MMC. Ia pun segera meneruskan perjalanannya ke Bandara. Disana staff Gus Dur, Sulaiman dan Yuni sudah mengurus check in tiket dan ketika ampai, Gus Dur bisa tinggal boarding saja.
18 menit kemudian, Aries Junaidi meneleponnya, menanyakan sudah sampai dimana, ternyata ia sudah balik dari bandara menuju ke Ciganjur sementara Aries sendiri masih belum turun dari ojek.
“Iki, nek nurut akal ora iso, wong aku sing nyekel (kejadian itu, kalau menurut akal ngak mungkin, karena saya sendiri yang nyetir mobilnya.”
Categories:
Tokoh Islam
0 komentar :
Post a Comment