Tawassul dan Tabarruk
Posted by
Unknown
on
Tuesday, January 15, 2013
with
No comments
Ilustrasi Makam Wali |
"اللهم
إني أسألك وأتوجه إليك بنبينا محمد نبي الرحمة يا محمد إني أتوجه بك إلى ربي في
حاجتي لتقضى لي"
Maknanya: "Ya Allah aku memohon
dan memanjatkan do'a kepada-Mu dengan Nabi kami Muhammad; Nabi pembawa rahmat,
wahai Muhammad, sesungguhnya aku memohon kepada Allah dengan engkau berkait
dengan hajatku agar dikabulkan".
Orang tersebut melaksanakan petunjuk Rasulullah ini. Orang ini adalah
seorang buta yang ingin diberi kesembuhan dari butanya, akhirnya ia diberikan
kesembuhan oleh Allah di belakang Rasulullah (tidak di majlis Rasulullah) dan
kembali ke majlis Rasulullah dalam keadaan sembuh dan bisa melihat. Seorang
sahabat yang lain -yang menyaksikan langsung peristiwa ini, karena pada saat itu
ia berada di majelis Rasulullah- mengajarkan petunjuk ini kepada orang lain pada
masa khalifah Utsman ibn 'Affan –semoga Allah meridlainya- yang tengah
mengajukan permohonan kepada khalifah Utsman.
Pada saat itu Sayyidina Utsman sedang sibuk dan tidak sempat
memperhatikan orang ini. Maka orang ini melakukan hal yang sama seperti yang
dilakukan oleh orang buta pada masa Rasulullah tersebut. Setelah itu ia mendatangi Utsman ibn 'Affan dan akhirnya ia
disambut oleh khalifah 'Utsman dan dipenuhi permohonannya. Umat Islam
selanjutnya senantiasa menyebutkan hadits ini dan mengamalkan isinya hingga
sekarang. Para ahli hadits juga menuliskan hadits ini dalam karya-karya mereka
seperti al Hafizh at Thabarani – beliau menyatakan dalam "al Mu'jam al Kabir" dan "al Mu'jam ash-Shaghir": "Hadits ini
shahih" [1] -, al Hafizh at-Turmudzi dari kalangan ahli hadits mutaqaddimin, juga al Hafizh an-Nawawi,
al Hafizh Ibn al Jazari dan ulama muta-akhkhirin yang lain.
Hadits ini adalah dalil diperbolehkannya bertawassul dengan Nabi shallallahu 'alayhi wasallam pada saat
Nabi masih hidup di belakangnya (tidak di hadapannya). Hadits ini juga
menunjukkan bolehnya bertawassul dengan Nabi setelah beliau wafat seperti
diajarkan oleh perawi hadits tersebut, yaitu sahabat Utsman ibn Hunayf kepada
tamu sayyidina Utsman, karena memang hadits ini tidak hanya berlaku pada masa
Nabi hidup tetapi berlaku selamanya dan tidak ada yang menasakhkannya. Dari sini diketahui bahwa
orang-orang Wahhabi yang menyatakan bahwa tawassul adalah syirik dan kufur
berarti telah mengkafirkan ahli hadits tersebut yang mencantumkan hadits-hadits
ini untuk diamalkan. Semoga Allah melindungi kita dari paham yang tidak lurus
seperti paham orang-orang wahhabi ini. [2]
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunannya dari
Abu Sa'id al Khudri –semoga Allah meridlainya-, ia berkata, Rasulullah bersabda
:
"من خرج من بيته إلى الصلاة فقال : اللهم إني
أسألك بحق السائلين عليك وبحق ممشاي هذا فإني لم أخرج أشرا ولا بطرا ولا ريآء ولا سمعة خرجت اتقاء
سخطك وابتغاء مرضاتك فأسألك أن تنقذنـي من النار وأن تغفر لي ذنوبي إنه لا يغفر
الذنوب إلا أنت ، أقبل الله عليه بوجهه واستغفر له سبعون ألف ملك" (رواه أحمد في
المسند والطبراني في الدعاء وابن السني في عمل اليوم والليلة والبيهقي في الدعوات
الكبير وغيرهم وحسن إسناده الحافظ ابن حجر والحافظ أبو الحسن المقدسي والحافظ
العراقي والحافظ الدمياطي وغيرهم). ومعنى "أقبل الله عليه بوجهه" ليس على ظاهره بل
هو مؤول بمعنى الرضا عنه .
Maknanya: "Barangsiapa yang
keluar dari rumahnya untuk melakukan shalat (di masjid) kemudian ia berdo'a: "Ya
Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan derajat orang-orang yang saleh
yang berdo'a kepada-Mu (baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal) dan
dengan derajat langkah-langkahku ketika berjalan ini, sesungguhnya aku keluar
rumah bukan untuk menunjukkan sikap angkuh dan sombong, juga bukan karena riya
dan sum'ah, aku keluar rumah untuk menjauhi murka-Mu dan mencari ridla-Mu, maka
aku memohon kepada-Mu: selamatkanlah aku dari api neraka dan ampunilah
dosa-dosaku, sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau,
maka Allah akan meridlainya dan tujuh puluh ribu malaikat memohonkan ampun
untuknya" (H.R. Ahmad dalam "al
Musnad", ath-Thabarani dalam "ad-Du'a", Ibn as-Sunni dalam" 'Amal al Yaum wa al-laylah", al Bayhaqi
dalam Kitab "ad-Da'awat al Kabir" dan
selain mereka, sanad hadits ini dihasankan oleh al Hafizh Ibn Hajar, al Hafizh
Abu al Hasan al Maqdisi, al Hafizh al 'Iraqi, al Hafizh ad-Dimyathi dan
lain-lain).
Dalam hadits ini juga terdapat dalil dibolehkannya bertawassul dengan
para shalihin, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Hadits ini
adalah salah satu dalil Ahlussunnah Wal Jama'ah untuk membantah golongan Wahhabi
yang mengharamkan tawassul dan mengkafirkan pelakunya. [3}
Sedangkan tentang mengambil berkah dengan berziarah ke makam para nabi
dan wali, Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
bahwa Nabi Musa berdoa :
" ربّ أدنني من الأرض المقدسة رمية بحجر
"
Maknanya: "Ya Allah dekatkanlah
aku ke Tanah Bayt al Maqdis meskipun sejauh lemparan batu"
Kemudian Rasulullah bersabda :
" والله لو أني عنده لأريتكم قبـره إلى جنب الطريق
عند الكثيب الأحمر"
Maknanya : "Demi Allah, jika aku
di dekat kuburan Nabi Musa niscaya akan aku perlihatkan kuburannya kepada kalian
di samping jalan di daerah al Katsib al Ahmar"
Al Hafizh Waliyyuddin al 'Iraqi berkata : "Dalam hadits ini terdapat
dalil kesunnahan untuk mengetahui kuburan orang-orang yang saleh untuk berziarah
ke sana dan memenuhi hak-haknya". Karena itu para ahli hadits seperti al Hafizh
Syamsuddin ibn al Jazari mengatakan dalam kitabnya 'Uddah al Hishn al Hashin :
ومن مواضع إجابة الدعاء قبور الصالـحين
Maknanya: " Di antara tempat
dikabulkannya doa adalah kuburan orang-orang yang saleh "
Apalagi jika itu adalah kuburan Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam seperti
yang dilakukan oleh sahabat Bilal ibn al Harits al Muzani (H.R. al Bayhaqi, Ibn
Abi Syaybah dan lain-lain dan dishahihkan oleh al Bayhaqi dan Ibnu Katsir). Hal
ini juga dilakukan oleh al Imam asy-Syafi'i terhadap kuburan al Imam Abu
Hanifah.
___________________________________
[1]. Para ahli hadits (Hafizh) telah menyatakan bahwa hadits ini shahih, baik
yang marfu' maupun kadar yang mawquf (peristiwa di masa sayyidina 'Utsman), di
antaranya al Hafizh ath-Thabarani. Masalah tawassul dengan para nabi dan orang
saleh ini hukumnya boleh dengan ijma' para ulama Islam sebagaimana dinyatakan
oleh ulama madzhab empat seperti al Mardawi al Hanbali dalam Kitabnya al Inshaf,
al Imam as-Subki asy-Syafi'i dalam kitabnya Syifa as-Saqam, Mulla Ali al Qari al
Hanafi dalam Syarh al Misykat, Ibn al Hajj al Maliki dalam kitabnya al
Madkhal
.
[2]. Golongan Wahhabi adalah pengikut Muhammad ibn Abdul Wahhab an-Najdi.
Mereka menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, mengkafirkan orang-orang yang
bertawassul dengan para nabi dan orang-orang shalih, mengharamkan peringatan
maulid Nabi dan membaca al Qur'an untuk orang-orang muslim yang sudah meninggal
dan mereka memiliki banyak kesesatan-kesesatan yang lain. Para ulama Ahlussunnah
banyak sekali yang membantah mereka ini seperti Mufti Madzhab Syafi'i di Makkah
al Mukarramah Syekh Ahmad Zaini Dahlan (W. 134 H) dalam kitab tarikh yang salah
satu fasalnya berjudul Fitnah al Wahhabiyyah, Mufti madzhab Hanbali di Makkah al
Mukarramah Syekh Muhammad ibn Abdullah ibn Humaid (W. 1295 H) dalam kitabnya
as-Suhub al Wabilah 'Ala Dlara-ih al Hanabilah, Syekh Ibn 'Abidin al Hanafi (W.
1252 H) dalam Hasyiyahnya, Syekh Ahmad ash-Shawi al Maliki (W. 1241 H) dalam
kitabnya Hasyiyah 'Ala Tafsir al Jalalain. Bagi yang menginginkan penjelasan
yang panjang lebar baca kitab al Maqalat as-Sunniyyah fi Kasyfi Dlalalat Ahmad
ibn Taimiyah.
[3]. Di antara orang yang menyalahi Ahlussunnah dalam masalah ini adalah
Yusuf al Qardlawi. Ia menyatakan bahwa bertabarruk dengan peninggalan
orang-orang yang saleh termasuk syirik -wal 'iyadz billah- sebagaimana ia
tuturkan dalam kitabnya al Ibadah fi al Islam. Kesesatan al Qardlawi yang lain
adalah seperti pernyataan bahwa Rasulullah bisa saja salah dalam hal agama
seperti ia sampaikan lewat layar televisi al Jazirah, 12 september 1999. Al
Qardlawi juga membolehkan bagi seorang perempuan yang masuk Islam untuk tetap
menjadi istri suaminya yang kafir sebagaimana diangkat oleh Koran asy-Syarq al
Awsath juga di situs-situs internet. Al Qardlawi juga melarang membaca al
Fatihah untuk orang-orang Islam yang meninggal dunia, hal ini ia sampaikan lewat
stasiun TV al Jazirah. Telah banyak para ulama Islam yang membantah al Qardlawi
di antaranya adalah Syekh Nabil al Azhari, Syekh Khalil Daryan al Azhari, Mantan
Menteri Agama dan Urusan Wakaf Emirat Arab Syekh Muhammad ibn Ahmad al Khazraji,
Rektor al Azhar University Dr. Ahmad Umar Hasim, Dr. Shuhaib asy-Syami (Amin
Fatwa Halab, Syiria), al Muhaddits Syekh Abdul Hayy al Ghumari, Dr. Sayyid
Irsyad Ahmad al Bukhari dan lain-lain. Di antara ulama Indonesia yang membantah
al Qardlawi adalah Habib Syekh ibn Ahmad al Musawa. Karena ini semua maka kita
harus mewaspadai karya-karya al Qardlawi.
Categories:
Ubudiyyah
0 komentar :
Post a Comment