Gus Dur Ketahuan Mencuri
Posted by
Unknown
on
Sunday, February 15, 2015
with
No comments
Tentu ada maksudnya bahwa Gus Dur dipondokkan di Tegalrejo,
Magelang. Entah apakah itu gagasan Nyai Sholihah Wahid, ibundanya
sendiri, atau ada sesepuh yang mengarahkan. Yang jelas, alih-alih
mengajari pengetahuan dari kitab-kitab, Mbah Kyai Khudlori, pengasuh
Tegalrejo, justru lebih banyak menuntun Gus Dur melakoni macam-macam
laku tirakat. Mutih, ngrowot, beserta segala wirid, dibebankan
sambung-menyambung, sampai-sampai Gus Dur kurang gizi. Gatal dan gudik jangan tanya lagi.
Tapi, bagi Gus Dur, Tegalrejo tidaklah seluruhnya tentang tirakat.
Tengah malam, Gus Dur tak bisa tidur karena lapar. Seorang teman sesama
lapar menemani ngobrol hingga kehabisan bahan. Tiba-tiba, bagaikan wahyu
yang dibawa Jibril sendiri, sebuah gagasan membetik di benak Gus Dur.
Gagasan itu berkaitan dengan kolam ikan milik Mbah Khudlori, di belakang
pondok. Dan tak perlu membujuk-bujuk untuk membuat temannya setuju
dengan gagasan itu. Perut mereka lebih bisa dipercaya ketimbang
kata-kata.
Menangkap ikan soal enteng. Tantangan sesungguhnya adalah membawa ikan tangkapan balik ke pondok, karena harus melewati rumah Mbah Khudlori.
Maka terjadilah. Dengan ikan di tangan, mereka mengendap-endap di samping rumah Kyai.
"Ehhehhemm...", deheman lembut tiba-tiba dari pintu dapur, laksana halilintar di telinga maling, "Dari mana, Kang?" suara Mbah Khudlori.
Dua santri terhenti. Kaki-kaki mereka terhujam ke tanah. Teman Gus Dur nyaris ngompol di celana. Tapi Jibril seolah datang lagi.
"Ini lho, Mbah", Gus Dur menyahut, entah mendapat kekuatan dari mana, "Saya memergoki anak ini sedang ngambil ikan di kolam njenengan. Ini mau saya laporkan..."
Gelap malam menutupi raut muka Mbah Khudlori. Tak mungkin menebak suasana hatinya. Tapi suara beliau tak berubah irama lembutnya.
"Ya sudah. Makan sana". Lalu menutup pintu.
Dua santri pesta ikan sambil tak henti-hentinya cengar-cengir.
"Lumayan ya", kata Gus Dur, "besok bisa diulangi nih..."
Temannya menjembik,
"Iya.... Tapi gantian... Aku yang jadi pulisinya, kamu malingnya!" (Terong Gosong)
Menangkap ikan soal enteng. Tantangan sesungguhnya adalah membawa ikan tangkapan balik ke pondok, karena harus melewati rumah Mbah Khudlori.
Maka terjadilah. Dengan ikan di tangan, mereka mengendap-endap di samping rumah Kyai.
"Ehhehhemm...", deheman lembut tiba-tiba dari pintu dapur, laksana halilintar di telinga maling, "Dari mana, Kang?" suara Mbah Khudlori.
Dua santri terhenti. Kaki-kaki mereka terhujam ke tanah. Teman Gus Dur nyaris ngompol di celana. Tapi Jibril seolah datang lagi.
"Ini lho, Mbah", Gus Dur menyahut, entah mendapat kekuatan dari mana, "Saya memergoki anak ini sedang ngambil ikan di kolam njenengan. Ini mau saya laporkan..."
Gelap malam menutupi raut muka Mbah Khudlori. Tak mungkin menebak suasana hatinya. Tapi suara beliau tak berubah irama lembutnya.
"Ya sudah. Makan sana". Lalu menutup pintu.
Dua santri pesta ikan sambil tak henti-hentinya cengar-cengir.
"Lumayan ya", kata Gus Dur, "besok bisa diulangi nih..."
Temannya menjembik,
"Iya.... Tapi gantian... Aku yang jadi pulisinya, kamu malingnya!" (Terong Gosong)
Categories:
Hikmah
0 komentar :
Post a Comment