Tebaran Kasih Sayang Rasulullah
Posted by
Unknown
on
Friday, February 06, 2015
with
No comments
"Aku tidak diutus oleh Allah sebagai pelaknat. Aku adalah seorang penyeru dan rahmat bagi manusia." (Nabi Muhammad SAW)
Rasulullah
memiliki sifat penyayang yang luar biasa, baik kepada istri, sahabat,
anak kecil, bahkan kepada musuh sekalipun. Sering kali, justru orang
lain yang merasa tak sabar dan “geram” melihat apa yang dialami Nabi.
Pada perang Uhud, gigi antara gigi seri dan taringnya patah, wajahnya
terluka. Para sahabat tak tega melihatnya. “Andai engkau mendoakan agar
mereka tertimpa bencana,” usul mereka.
Namun dengan sabar Nabi
menjawab, “Aku tidak diutus oleh Allah sebagai pelaknat. Aku adalah
seorang penyeru dan rahmat bagi manusia.” Selanjutnya Nabi berdoa, “Ya
Allah, berilah petunjuk pada kaumku, karena sesungguhnya mereka tak
mengetahuinya.” (HR. Al-Baihaqi)
Syahdan dalam kisah lain,
terjadi perselisihan antara Nabi Muhammad dengan istrinya, Aisyah.
“Apakah engkau mau Umar yang menjadi penengah kita?” tanya Nabi.
“Tidak, aku tak mau Umar yang menjadi penengah. Dia orangnya keras,” jawab Aisyah.
“Apakah engkau mau ayahmu saja yang menjadi penengah?” tanya Nabi kembali.
“Ya,” jawab Aisyah.
Rasulullah lantas mengutus orang untuk memanggil Abu Bakar, ayahanda Aisyah. Tak berselang lama, Abu Bakar datang.
“Kamu yang bicara, apa aku?” tanya Nabi pada Aisyah, di depan ayahnya.
“Kamu yang bicara, dan jangan katakan kecuali yang benar,” jawab Aisyah, masih dengan emosinya.
Mendengar ucapan Aisyah itu, sontak Abu Bakar mengangkat tangan untuk
menampar putrinya itu. Dalam benaknya terpikir, bagaimana mungkin
putrinya mencurigai Rasulullah tidak berkata benar?
Aisyah berlari, berlindung di balik punggung Rasulullah.
“Aku tidak mengundangmu kemari untuk melakukan ini,” tutur Nabi Muhammad kepada Abu Bakar.
Saat Abu Bakar, mertua sekaligus sahabatnya itu keluar, Nabi meminta
Aisyah untuk mendekat kepadanya. Aisyah menolak. Melihat itu Nabi
tersenyum. “Bukankah barusan engkau menempel erat di punggungku?”
Dus, begitu Abu Bakar kembali masuk ke rumah Nabi, ia telah mendapati
putri dan menantunya itu bercanda tawa. “Libatkan aku dalam perdamaian
kalian, sebagaimana sebelumnya kalian telah melibatkan aku dalam
peperangan kalian,” ujarnya. (HR. al-Hafizh al-Dimasyqi)
Nabi
sangat menyayangi anak kecil. Ketika melewati anak-anak kecil, Nabi
mengucapkan salam, kemudian membuka tangannya untuk merangkul mereka.
Begitu datang dari sebuah perjalanan, ia disambut oleh anak-anak kecil
keluarganya. Setiap diminta menggendong anak kecil, Nabi mendoakan
mereka dengan keberkahan, men-tahnik (menyuapkan kurma yang sudah
dikunyah) dan mendoakan mereka dengan kebaikan.
Suatu saat, Nabi
Muhammad meletakkan Hasan dan Husain di atas punggungnya, lalu dia
merangkak dan berkata, “Sebaik-baik unta tunggangan adalah unta kalian,
dan sebaik-baik pengendara adalah kalian berdua.”
Di waktu lain,
Hasan masuk ke masjid sedang Nabi dalam keadaan sujud. Cucunya itu
lantas naik ke punggungnya. Maka Nabi memanjangkan sujud, sampai Hasan
turun dari punggungnya. Ketika salat selesai, beberapa sahabat bertanya,
“Anda memanjangkan sujud?” Nabi menjawab, “Cucuku datang dan
menunggangiku. Aku tak ingin ia kecewa dengan memaksanya cepat turun.”
Kepada orang yang ditemuinya, Nabi selalu mengucapkan salam terlebih
dulu. Jika memegang tangan orang tersebut, Nabi terus berjalan
bersamanya dengan memegang tangannya, hingga keduanya berpisah. Saat
melepas kepergian seseorang, Nabi memegang tangannya dan tidak
melepaskan, sampai orang itu yang melepas dan Nabi berdoa, “Aku
menitipkan agama, amanat, dan amal terakhirmu kepada Allah.”
Saat shalat dan melihat seseorang duduk di sampingnya, Nabi akan
menyingkat ibadahnya itu. Ia menoleh padanya dan berkata, “Apakah engkau
ada keperluan?” Setelah usai, Nabi kembali melaksanakan salat.
Rasulullah sering bergurau dengan pembantunya. Ia sendiri tidaklah
bersikap seperti seorang majikan kepada budaknya. Anas bin Malik yang
mengabdi kepada Nabi selama sepuluh tahun berkata, ”Rasulullah saw tak
pernah menegur apa yang aku perbuat, juga tak pernah menanyakan tentang
sesuatu yang tidak aku kerjakan. Akan tetapi dia selalu mengucapkan
Masya Allahu kan wa ma lam yasya lam yakun (Apa yang dikehendaki Allah
pasti terjadi, dan apa yang tidak Dia kehendaki tidak akan terjadi).”
Bahkan pada Hewan!
Sifat baik dan santun bila sudah mendarah daging, niscaya tak akan
terpisah dari diri seseorang, selama-lamanya. Orang itu akan selalu
berlaku lembut dan penuh kasih, bahkan kepada hewan-hewan dan
benda-benda mati sekalipun! Itulah kepribadian kekasih kita, Nabi
Muhammad saw.
Suatu hari, Nabi melihat seorang lelaki merebahkan
kambing di tanah, menginjakkan kakinya di leher hewan itu, sambil
memegangnya untuk disembelih. Dalam waktu bersamaan, dia masih mengasah
pisaunya. Melihat hal ini, Rasulullah marah dan bersabda, “Apakah kamu
ingin membunuhnya dua kali? Tidakkah kamu asah dulu pisaumu, sebelum
kamu merebahkannya?” (HR. Al-Hakim, shahih sesuai syarat Bukhari dan
Muslim)
Ibnu Mas’ud dalam hadits shahih lain mengutarakan, suatu
saat, Rasulullah berada dalam perjalanan untuk suatu keperluan. Di
tengah perjalanan, beberapa sahabat melihat seekor Humarah (burung
berwarna merah) bersama kedua anaknya. Salah seorang sahabat mengambil
kedua anak hewan tersebut.
Tak lama kemudian, si induk datang
dan berjalan berputar-putar di sekeliling mereka. Sang induk
mengepak-ngepakkan kedua sayap, kebingungan mencari anak-anaknya. Saat
melihat kejadian itu, Nabi saw berkata kepada para sahabat, “Siapa yang
mengganggu induk burung ini dan anak-anaknya? Kembalikanlah anak burung
itu kepada induknya.”
Di hari lain, Nabi Muhammad melihat
sangkar semut yang dibakar. Ia bertanya, “Siapa yang telah membakar
rumah semut ini?” Seorang sahabat menjawab, “Saya.”
Mendengar
pengakuan itu Nabi marah dan bersabda, “Tidak sepatutnya menyiksa dengan
api, kecuali Tuhannya api (yaitu Allah).” (HR. Abu Dawud).
Rasulullah pernah memiringkan bejana untuk seekor kucing sehingga hewan
tersebut bisa minum air darinya. Kemudian ia berwudhu dengan sisanya.
(HR. al-Thabrani dengan sanad shahih)
Di waktu lain, Nabi
Muhammad melewati dua lelaki yang tengah berbincang. Masing-masing
menaiki ontanya. Rasulullah merasa kasihan kepada kedua hewan itu. Dia
pun melarang keduanya menjadikan hewan tunggangannya sebagai tempat
duduk. Dengan kalam lain, janganlah menaiki onta kecuali saat kamu
memerlukannya saja. Jika keperluanmu untuk menaikinya telah selesai,
maka turunlah dan biarkan dia beristirahat.
Apakah hal seperti
ini pernah kita perhatikan? Dalam segala hal, Nabi memerintahkan umatnya
untuk berbuat lembut, pun pada binatang, bahkan saat melakukan
penyembelihan. Sabda Nabi, “Sesungguhnya Allah telah menetapkan ihsan
(kebaikan) atas segala sesuatu, maka jika kalian membunuh, perbaguslah
dalam membunuhnya, dan jika menyembelih, maka perbaguslah sembelihannya,
dan hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan menenangkan
sesembelihannya.” (HR. Muslim)
Allahumma shalli ‘ala qudwatina Muhammad!
Categories:
Hikmah
0 komentar :
Post a Comment